NovelToon NovelToon
Di Nikahi Duda Anak 1

Di Nikahi Duda Anak 1

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Beda Usia / Pengasuh
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Sabrina Rasmah

Kirana Larasati, gadis yang baru saja lulus SMA, harus menghadapi kenyataan pahit. Adiknya menderita sakit kanker, namun masalah ekonomi membuat adiknya terpaksa dirawat di rumah sendiri. Kirana ingin bekerja dan membantu orang tuanya. Suatu hari, tetangganya bernama Lilis menawarkannya pekerjaan sebagai pengasuh anak.
Kirana bertemu dengan Bastian Rajendra, seorang duda yang memiliki satu anak perempuan bernama Freya Launa.
Awalnya, Kirana hanya berniat bekerja untuk mendapatkan uang demi pengobatan adiknya. Namun, kedekatan Kirana dengan Freya, serta tanggung jawabnya yang besar, membuat Bastian mengambil keputusan tak terduga. Bastian menawarkan sebuah pernikahan kontrak dengan janji akan menanggung seluruh biaya pengobatan adiknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Sabrina Rasmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gagal Nyantai, Berakhir Malu Sampai Ubun-Ubun

Kirana merasa lega karena suasana rumah sedang sepi tanpa kehadiran Bastian. Ia merasa lebih bebas bergerak dengan kaos longgar dan celana pendek seukuran paha, pakaian yang jauh lebih nyaman daripada baju panjang yang biasa ia kenakan untuk menjaga kesopanan di depan sang majikan.

Ia melangkah ringan menuju kamar Freya, membawa segelas susu cokelat hangat untuk bocah itu. "Freya, sudah siap dengar dongeng hari ini?" tanya Kirana riang.

"Siap, Kak!" Freya sudah duduk manis di ranjangnya, menanti dengan antusias.

Kirana naik ke atas ranjang dan duduk bersila di samping Freya, memperlihatkan kaki jenjangnya yang biasanya tertutup rapat. Saat ia baru saja membuka halaman pertama buku dongeng, tiba-tiba pintu kamar terbuka.

Bastian berdiri di sana. Wajahnya tampak lelah, jasnya sudah tersampir di lengan, dan kancing kemeja teratasnya sudah terbuka. Ia tertegun di ambang pintu, pandangannya tidak sengaja jatuh pada penampilan Kirana yang sangat berbeda malam ini.

Kirana membeku. Jantungnya berasa mau copot. "T-tuan? Katanya... pulangnya terlambat?" tanya Kirana gugup, refleks menarik ujung kaosnya untuk menutupi pahanya sesopan mungkin.

Bastian berdehem keras, mengalihkan pandangannya ke arah langit-langit kamar dengan kikuk. "Pekerjaannya selesai lebih awal," jawabnya singkat dengan suara yang terdengar lebih berat.

"Ayah! Kak Kirana mau cerita tentang kelinci lagi!" seru Freya, tidak menyadari ketegangan di antara dua orang dewasa itu.

Bastian terdiam sejenak, lalu melirik ke arah Kirana dengan tatapan yang sulit diartikan. "Baiklah," ucapnya akhirnya, suaranya terdengar sedikit serak. "Lanjutkan saja ceritanya." Ia kemudian berbalik dan melangkah keluar dari kamar Freya, menutup pintu di belakangnya.

Kirana menghela napas lega, namun pipinya masih terasa panas karena malu. "Oke, Freya," ucapnya berusaha terlihat ceria. "Kita lanjutkan ceritanya." Ia kembali fokus pada buku dongeng di tangannya, namun pikiran tentang kejadian barusan masih sedikit mengganggu konsentrasinya. Sementara itu, di luar kamar, Bastian berjalan menuju ruang kerjanya, mencoba mengabaikan perasaan aneh yang tiba-tiba muncul dalam dirinya.

Bastian bersandar di balik pintu kamar Freya yang baru saja ia tutup. Napasnya terasa sedikit memburu. Bayangan Kirana dengan pakaian santai dan celana pendek tadi benar-benar di luar dugaannya. Selama ini ia hanya melihat Kirana sebagai gadis desa yang sopan dan selalu berpakaian tertutup.

"Dasar gadis itu... bisa-bisanya singa dalam diriku bangun kalau dia bersikap sembrono begitu," gumam Bastian rendah sambil memijat pelipisnya.

Ia menghela napas, berusaha menenangkan diri. Harus lebih hati-hati, pikirnya. Ia tak ingin ada kesalahpahaman lagi.

Sementara itu, di dalam kamar, Kirana berusaha sekuat tenaga untuk fokus pada buku di tangannya. Ia merasa sangat tidak nyaman dan memikirkan bagaimana cara agar kejadian tadi tidak terulang.

"Kak Kirana, kenapa ceritanya jadi pelan banget?" tanya Freya polos.

"Eh? Ah, tidak apa-apa, Sayang. Kakak cuma... cuma agak haus saja," bohong Kirana. Ia mempercepat intonasinya, berusaha kembali ceria demi Freya.

Setelah Freya akhirnya tertidur pulas, Kirana tidak berani langsung tidur. Ia menunggu sekitar tiga puluh menit untuk memastikan Bastian sudah masuk ke kamarnya sendiri. Dengan langkah berjinjit, ia keluar dari kamar Freya untuk mengambil botol minumnya yang tertinggal di bawah.

Namun, saat ia menuruni anak tangga terakhir, ia melihat Bastian masih berdiri di ruang tengah, sedang memandang ke luar jendela besar. Kirana membeku. Sialnya, Bastian berbalik.

Tatapan mata mereka bertemu di tengah keheningan malam. Bastian menatap Kirana sejenak.

"Lain kali," suara Bastian memecah kesunyian, terdengar datar, "pastikan kau berpakaian sesuai dengan posisimu di rumah ini, Kirana."

Kirana tertegun di anak tangga terakhir. Kata-kata Bastian barusan benar-benar membuatnya mati kutu secara fisik, tapi mentalnya meronta hebat. Ia hanya bisa mengangguk kaku dengan wajah yang sudah merah padam menahan malu sekaligus dongkol.

"Baik, Tuan. Maafkan saya. Saya permisi," ucap Kirana singkat, lalu ia segera menyambar botol minumnya di meja makan dan berlari kecil kembali ke lantai atas.

Begitu pintu kamar Freya tertutup rapat, Kirana menyandarkan punggungnya di balik pintu sambil menggerutu tanpa suara. Tangannya mengepal gemas.

“Babi babi! Iya, iya! Yakali gue cuma pakai sempak di depan lo! Lagian katanya lembur, kenapa tiba-tiba nongol di rumah? Dasar Kelinci Gede nyebelin!” batin Kirana kesal setengah mati.

Ia menatap kakinya sendiri. Memang pendek sih, tapi kan ini masih kategori celana santai, bukan baju haram! Kirana menghentakkan kakinya ke karpet pelan. Kekesalannya memuncak karena ia merasa privasinya untuk santai sejenak di rumah orang kaya ini pun harus diatur sedemikian rupa.

"Salah gue juga sih, kenapa nggak pakai daster panjang aja tadi," gumamnya sambil cemberut.

Sementara itu, di bawah, Bastian masih mematung di posisi yang sama. Ia mendengar langkah kaki Kirana yang terburu-buru seperti dikejar hantu. Ia tahu gadis itu pasti sedang merutukinya habis-habisan di dalam hati.

Bastian menghela napas panjang, mencoba menepis bayangan kaki jenjang dan wajah polos Kirana yang tampak sangat "berbahaya" bagi ketenangan pikirannya. Ia segera berjalan menuju kamarnya sendiri.

"Lembur di kantor lebih aman daripada lembur di rumah kalau situasinya begini," gumam Bastian lirih.

Malam itu, di kamar yang berbeda, keduanya sama-sama tidak bisa tidur nyenyak. Kirana sibuk memaki dalam hati, sementara Bastian sibuk menenangkan detak jantungnya yang mendadak tidak sinkron dengan sifat dinginnya.

1
Sri Wahyuni Abuzar
kenapa siih harus ada kata² umpatan B2
di bab sblm nya jg gitu aku masih diem..eeh ini ketemu lg..kesel sm majikan boleh² aja tp g mesti ngebatin dengan kata² kotor.
Nur Sabrina Rasmah
bener bener posesif banget ya , mas Bastian ke Kirana🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!