(WARNING! banyak **** ***** dan tindakan yang buruk. Harap bijak dalam memilih bacaan dan abaikan buku ini jika membuat pembaca tidak nyaman.) Akira Kei, seorang bocah SMA yang yatim-piatu yang awalnya hidup dengan tenang dan normal. Dia hidup sendirian di apartemen setelah ibunya meninggal saat dirinya baru masuk SMA. Dan impiannya? Dia hanya ingin hidup damai dan tenang, meksipun itu artinya hidup sendirian. Tapi sepertinya takdir berkata lain, sehingga kehidupan Akira Kei berubah 180°. Apa Akira Kei bisa mewujudkan impiannya itu? Atau tidak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amigo Santos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ㅤ
Setelah puas berbincang-bincang di Ruang OSIS, semua orang yang ada di sana memutukan untuk pulang ke rumah masing-masing karena Akademi akan melakukan renovasi ke tempat-tempat yang rusak karena serangan Not dan Net tadi.
Yuna dan Yaichi juga memilih untuk langsung pulang saja karena mereka ditelpon ayah mereka untuk segera pulang karena katanya ada hal yang harus dikatakan kepada mereka berdua.
Sesampainya di rumah, Yuna dan Yaichi di sambut oleh kepala pelayan wanita bernama Eve.
“Selamat datang kembali, kalian berdua… kalian sudah di tunggu tuan di ruangannya.” Ucap Eve dengan sedikit menunduk ke arah Yuna dan Yaichi.
“Mmm… terimakasih, Bibi Eve.” Ucap Yuna sebelum berjalan melewati Eve dan berjalan menuju ruangan ayahnya dengan di ikuti oleh Yaichi.
Sesampainya mereka di depan ruangan ayah mereka, Yuna dan Yaichi mengetuk pintu sebelum masuk.
“Kami masuk ya, ayah…” ucap Yuna sambil membuka pintu ruangan ayahnya dan masuk ke dalam dengan di ikuti Yaichi di belakangnya.
“Hmm… bagaimana di sekolah tadi? Kudengar ada sedikit insiden kecil terjadi di sekolah.” Tanya ayah Yuna dan Yaichi yang bernama Yaichiro Kentaro, sambil menatap tajam kedua anaknya.
“Yahh… memang ada sedikit insiden ketika lomba terakhir…” jawab Yuna sambil mengalihkan pandangannya dari tatapan tajam ayahnya.
Sementara itu Yaichi memilih untuk berdiri di belakang kakaknya karena merasa sedikit takut dengan tatapan ayahnya itu.
“Dan kau menyebut membunuh pelaku secara sepihak itu insiden kecil?” Tanya Ken lagi dengan nada yang sedikit di tekan, seperti sedang menahan emosinya.
“Ahh… kalau itu… mungkin bukan lagi insiden kecil…” jawab Yuna lagi dengan keringat yang bercucuran dari dahinya.
Tetapi Ken malah menatap putri sulungnya dengan tatapan datar sebelum mengalihkan pandangannya ke arah anak keduanya, Yaichi, yang mencoba bersembunyi di balik kakaknya itu.
“Itu tidak ada gunanya, nak…” ucap Ken kepada Yaichi dengan ekspresi datar.
“Ohh… ga ada gunanya ya… ha ha…” jawab Yaichi sambil menjauh dari kakaknya dan berdiri di sampingnya.
“Hahhh… dasar… punya anak kok gini amat… kalian berdua ayah tunggu di bawah tanah untuk latihan seperti biasa…” ucap Ken sambil bersandar pada kursinya dan menghela nafas lelah.
“Hmm… baiklah ayah. Kalau begitu kami permisi dulu.”
Setelah itu Yuna dan Yaichi keluar dari ruangan ayah mereka dan kembali ke kamar mereka maisng-masing untuk bersiap berlatih dengan ayah mereka di bawah tanah.
Setelah beberapa menit berlalu, mereka berdua akhirnya sudah sampai di bawah tanah tempat mereka akan berlatih bersama ayah mereka. Di sana, ayah mereka sudah menunggu sambil melakukan sedikit peregangan ringan.
“Segera lakukan pemanasan dengan benar, karena latihan kita hari ini akan lebih berat dari biasanya. Dan jangan menahan diri, Kei…” ucap Ken sambil menoleh ke arah kedua anaknya dan tersenyum penuh arti.
Yaichi yang mendengar itu pun lantas tersenyum kecil sambil menganggukkan kepalanya dan mulai meregangkan badannya. Yuna juga ikut meregangkan badannya karena dirinya akan ikut serius setelah sekian lama.
**
Setelah keduanya melakukan pemanasan, mereka kemudian bersiap di tempat mereka masing-masing. Yuna tengah bersiap dengan menguncir rambut coklat panjangnya dengan gaya ekor kuda, sementara Kei sibuk memilih senjata yang akan dia gunakan untuk berlatih.
\#Yaichi\=Kei\#
Dari kejauhan, ibu mereka yang bernama Lauren, sedang memperhatikan sambil duduk di kursi dan menikmati segelas teh hangat dengan di temani kepala pelayan perempuan mereka, Eve.
“Hmm~… teh mu selalu nikmat, Eve.” Ucap Lauren setelah menyeruput teh buatan Eve.
“Terimakasih banyak atas pujiannya, Nyonya… saya merasa sangat tersanjung.” Balas Eve dengan senyum lembut dan dibalas dengan anggukan oleh Lauren.
“Yahhh… kuharap Ken tidak akan berlebihan lagi ketika melatih mereka.” Ucap Lauren sambil memperhatikan suaminya dan kedua anaknya tengah bersiap latihan.
“Tidak perlu khawatir, Nyonya… kedua anak anda itu sangat hebat dan Tangguh.” Ucap Eve.
Kembali lagi ke tengah area latihan. Yuna terlihat sedang berusaha menyerang target yang sudah di tentukan ayahnya menggunakan kekuatan andalannya, yaitu bola api yang dia tekan hingga ukurannya menjadi seukuran kelereng.
“Ayahhh… kok sulit bet sih! tadi kena, tapi kok tergetnya ga ancur ya?” gerutu Yuna yang sedari tadi sudah menembaki target yang bergerak dengan cukup cepat.
“Ahh…! Tolong aku Ayaaahhh! Kakiku nyangkut di jaringnya!” teriak Kei yang kini tubuhnya terbalik dengan kaki yang tersangkut jaring-jaring ada di atas sementara kepalanya berada di bawah.
Sementara itu, di pinggir lapangan latihan. Ken bersama dengan istrinya yang duduk di pinggir lapangan menatap kedua anaknya dengan datar sementara istrinya hanya terkekeh melihat tingkah kedua anaknya itu.
“Haahhh… dasar…”
Ken lantas beranjak dari duduknya dan berjalan menghampiri Kei yang kini melayang di atas dengan kaki yang masih tersangkut di jaring-jaring.
Setelah berhasil membebaskan kaki Kei dari jaring, Ken kemudian berjalan mendekati Yuna dan diikuti oleh Kei.
“Bukan bonekanya yang tidak bisa hancur, tapi daya serangmu yang kurang, Yuna.” Ucap Ken sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah boneka target yang bergerak. Dari ujung jarinya, muncul bola api yang ukurannya sama seperti milik Yuna sebelumnya.
Ken kemudian menembakkan bola api tersebut ke arah target dan target langsung hancur dan meledak hingga membuat Yuna dan Kie melongo.
“Wehh… tutor dong Yah. Gimana caranya supaya seranganku memiliki daya hancur sebesar itu?” tanya Yuna yang langsung bersemangat untuk meningkatkan daya hancur dalam serangannya.
“Mudah saja. Kau tinggal menyalurkan lebih banyak tenagamu dan meningkatkan fokusmu supaya tidak meledak di tempat ketika kau menambah daya hancurnya.”
Yuna dan Kei kembali di buat melongo dengan penjelasan ayahnya yang super singkat jelas dan padat. Bahkan saking padatnya penjelasan ayah mereka, otak Yuna dan Kei tidak mampu memecahkannya.
Di sisi lain, Lauren tertawa kecil ketika mendengar suaminya menjelaskan dengan gayanya sendiri. Ditambah muka kedua anaknya yang melongo ketika mendengar penjelasan suaminya itu.
“Baiklah, aku menyerah untuk memecahkan ucapan ayah kali ini. Pecahin sendiri ya kak…” ucap Kei kepada kakaknya yang masih memikirkan dan mencoba memecahkan apa yang di katakan ayahnya.
Kei kemudian berjalan mendekati ayahnya dengan raut wajah serius sekaligus penuh harap.
“Ayah… apa ada cara untuk memotong sihir yang sudah di lemparkan?” tanya Kei yang langsung membuat Ken mengerutkan dahinya.
“Ada… kenapa kau bertanya seperti itu?” tanya balik Ken.
“Tidak, hanya saja… apa ayah tau caranya? Kalau tahu, bisa ajari aku caranya?” ucap Kei dengan raut wajah yang masih serius.
“Tidak… ayah tidak tau caranya… maaf, Kei.” jawab Ken dengan mengalihkan pandangannya dari Kei.
Raut wajah Kei yang awalnya serius pun buyar dan digantikan dengan raut wajah lesu dan tidak bersemangat.
“Ah… begitu ya… baiklah, kalau begitu aku kembali dulu, ayah.”
Kei kemudian berbalik dan berjalan keluar dari area latihan bawah tanah dengan kedua tangan yang terkepal di sisi tubuhnya dan raut wajah yang rumit.
Lauren yang melihat kejadian itu langsung beranjak dari tempatnya duduk dan berjalan menuju suaminya yang memasang wajah sama rumitnya dengan Kei.
“Ada apa, sayang? Kenapa Kei pergi begitu saja?” tanya Lauren ketika sudan berada di dekat suaminya, Ken.
“Kei bertanya bagaimana cara membelah sihir yang sudah di rapalkan dan di lempar… tapi aku menolak memberitahunya dan menjawab kalau aku tidak tau.” jawab Ken setelah dirinya menghela nafas.
Mendengar kalau anaknya ingin tahu cara membelah sihir yang sudah dilemparkan membuat Lauren sedikit panik, tapi langsung lega begitu suaminya menolak memberitahu dan beralasan kalau dia tidak tau caranya.
“Tidak apa… kau hanya tidak ingin Kei bernasib sama dengan ayah, kan? Kau sudah membuat keputusan yang tepat, sayang.” Balas Lauren sambil mengusap lembut pipi suaminya.
Di sisi lain, Yuna ternyata sudah memecahkan penjelasan ayahnya yang padat tadi. Itu terbukti dengan Yuna yang mencoba menambah tenaga ke dalam bola apinya untuk menambah daya hancurnya, tapi itu selalu gagal dan bola api itu lenyap seketika.
“Ahh! Udahlah capek! Ibu, ayah, aku mau kembali ke kamar dulu.” gerutu Yuna sambil berjalan berjalan keluar dari area latihan.
Ken hanya menggelengkan kepalanya sementara Lauren terkekeh melihat tingkah anak sulungnya itu.