Enough berkisah tentang kisah asmara seorang wanita bernama Dia Tarisma Jingga dengan seorang lelaki yang belum lama dikenalnya, Btara Langit Xabiru
Keduanya saling mencintai dan kemudian memutuskan membangun kehidupan keluarga kecil yang harmonis dan bahagia.
Namun sayangnya semua itu hanya menjadi angan saja, hal ini terjadi lantaran trauma masa lalu dan sikap Tara yang abusive, yang pada akhirnya menjadi prahara dalam rumah tangga mereka.
Akankah Tari dan Tara mampu mempertahankan rumah tangga mereka? Kisah selengkapanya hanya ada di novel Enough.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 9
Tara menghampiri Tari dan berlutut di hadapan Tari. "Hai Tari," sapanya. "Senang berkenalan denganmu."
Tari bisa melihat dari senyuman Tara yang penuh arti, tentu ia masih ingat dengannya, Tara hanya berpura-pura ini pertama kalinya ia bertemu dengan Tari. Rasanya Tari pun sama seperti Tara, yang enggan untuk mejelaskan kepada Caira dan Gala bagaimana mereka sebetulnya sudah saling kenal.
Tara menyentuh pergelangan kaki Tari dan mengamatinya. "Kamu bisa menggerakannya?" tanya Tara.
Tari mencobanya, namun rasa nyeri yang menusuk menjalar sekujur kakinya. Tari menarik nafas kemudian ia menggeleng. "Tidak bisa, ini rasanya sakit sekali."
Tara memberi isyarat kepada Gala. "Carikan tempat untuk es batunya!!"
Caira membuntuti suaminya menuju lemari piring. Setelah keduanya pergi, Tara menatap Tari sambil tersenyum manis. "Hai," ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya.
Tari memiringkan kepala. "Waktu pertama kali kita bertemu, kau mabuk. Dan sekarang kau mabuk lagi? Pengusaha macam apa kau ini, kerjamu mabuk saja."
Tara tertawa. "Sumpah, aku jarang sekali mabuk. Tadi Gala yang mengajakku minum setelah melihat parade cosplay."
"Lalu yang kemarin?"
Tara kembali tersenyum "Itu aku sedang ada masalah."
"Sama saja."
Gala kembali dengan es batu yang di bungkus oleh sehelai serbet usang, ia menyerahkanya kepada Tara, kemudian Tara menekankan es batu itu ke pergelangan kaki Tari. "Caira, aku butuh kotak P3K yang ada di bagasi mobilmu. Bisa tolong ambilkan?" ucap Tara pada adiknya.
Caira mengangguk, ia menarik tangan Gala keluar untuk menemaninya mengambil kotak P3K.
Tara menekan bagian bawah kaki Tari dengan telapak tangannya. "Coba dorong ke arah tanganku," pintanya.
Tari pun mengikuti perintahnya. Sakit, tapi Tari sudah mulai bisa menggerakannya. "Apa kakiku patah?"
Tara menggerakkan telapak kaki Tari ke kiri dan ke kanan. "Kurasa tidak. Coba kita tunggu beberapa menit dan lihat apakah kamu bisa berjalan."
Tari mengangguk dan memandangi Tara yang duduk di hadapannya, Tara bersila dan mengangkat kaki Tari ke pangkuannya, ia memandang sekeliling ruangan dan mengembalikan perhatiannya pada Tari. "Jadi ini tempat apa?"
Tari tersenyum lebar pada Tara. "D'Jingga Cafe. Bulan depan Cafe pinggir pantai yang menghadap ke matahati terbenam ini akan mulai buka."
Wajah Tara berbinar bangga. "Benarkah?" ucapnya. "Kau berhasil? Kau sungguh-sungguh memulai bisnismu sendiri?"
Tari mengangguk. "Yap. Aku berfikir kenapa kita tidak mencoba banyak hal selagi kita masih muda?"
Satu tangan Tara memegangi es batu di pergelangan kaki Tari, sementara tangan yang satu laginya menggenggam kaki Tari dan mengelusnya dengan lembut.
"Apa aku terlihat keren?" tanyanya, ia menatap kostum Detektif Conan yang di kenakannya.
Tari tersenyum sambil mengangguk, ya harus Tari akui Tara terlihat lebih tampan dengan kostum Conan yang di kenakannya.
"Gala yang memitaku mengenakan kostum ini." Tara tergelak, kemudian senyumannya lenyap saat ia memandangi Tari dengan penuh kekaguman. "Siang hari kau tampak lebih cantik."
Saat seperti ini Tari benci kulit pucatnya, ia bisa memastikan jika kini pipi meronanya terlihat sangat jelas. Ia menyandarkan kepalanya di dinding dan mentap Tara dalam-dalam seperti Tara menatapnya. "Kau mau mendengar sebuah kejujuran?"
Tara mengangguk.
"Beberapa kali aku ingin sekali datang lagi ke atap gedung apartementmu, tapi aku taku kau ada di sana, karena kau membuatku gugup."
Jari jemari Tara berlenti membelai lembut kaki Tari. "Giliranku."
Tari mengangguk.
Tara menyipitkan matanya, perlahan jemarinya menyusuri bagian atas jemari jaki Tari. "Aku masih ingin sekali menidurimu."
Brrrak...
Seketika Tara dan Tari menoleh ke arah pintu yang terbuka, Caira berdiri di sana, membulatkan matanya, dan mulutnya menganga, ia menunjuk ke arah kakaknya. "Mas tadi ngomong apa?" Tatapan Caira beralih ke Tari, kemudian berkata, "Aku benar-benar minta maaf, Tari." Kemudian Caira kembali memandangi Tara dengan tatapan tajam "Mas bilang ke bosku kalau mas mau menidurinya?"
Gala melangkah masuk dari belakang istrinya dan bertanya, "Ada apa sayang?"
Caira memandang suaminya dan menunjuk ke kakaknya. "Mas Tara baru saja bilang ke Tari kali ia ingin menidurinya!"
Tatapan Gala pindah ke Tara dan ke Tari, Tari sendiri tidak tahu harus tertawa atau merangkak ke bawah meja untuk bersembunyi dari Caira yang mungkin saja sebentar lagi akan mengamuk.
"Benar Mas Tara bilang begitu?" tanya Gala, ia memandangi kakak iparnya dengan serius.
Tara mengangkat bahu. "Ya begitulah," jawab Tara dengan santainya tanpa ada perasaan bersalah.
Caira membenamkan kepalanya di kedua tangannya. " Ya tuhan, mengapa aku punya kakak sebrengsek ini?" Caira kemudian memandang Tari. "Dia sedang mabuk, tadi kakak dan suamiku habis minum usai kenonton parade kostum animasi. Jadi tolong jangan memarahiku hanya karena sikap kakakku yang tidak sopan ini." ucap Caira dengan wajah ketakutan.
Tari tersenyum sambil mengibaskan tangan dengan santainya. "Tida apa-apa Caira, aku sama sekali tak marah kepadamu dan juga kakakmu." ia melirik ke arah Tara yang masih membelai-belai kakinya dengan santai.
Tara mengedipkan satu matanya ke arah Tari, kemudian dengan hati-hati ia menurunkan kaki Tari dari pangkuannya. "Coba kita lihat, apa kau sudah bisa berjalan?" ucapnya.
Tara dan Gala membantu Tari berdiri, kemudian Tara menujuk ke arah meja yang letaknya beberap langkah dari mereka. "Coba kita jalan ke sana!"
Lengan Tara merangkul pinggang Tari, dan ia mencengkram lengan Tari dengan erat, memastikan Tari tidak jatuh, sementara Gala hanya berdiri di samping Tari untuk berjaga-jaga.
Tari sedikit bertumpu pada kakinya yang sakit, dan rasanya masih sakit tapi sudah tidak sesakit sebelumnya. Tara membantu Tari naik ke atas meja hingga Tari duduk sampai bersandar ke dinding dengan kaki terjulur ke depan.
"Okay, berita baiknya kakimu tidak patah." ucap Tara.
"Lalu berita buruknya?" tanya Tari.
Tara membuka kotak P3K sembari berkata, "Kamu harus mengistirahatkan kakimu selama beberapa hari ke depan. Bisa satu minggu atau lebih tergantung seberapa cepat sembuhnya kakimu."
Tari memejamkan matanya "Tapi banyak sekali yang harus aku kerjakan," keluh Tari.
Tara mulai membalut kaki Tari dengan hati-hati, sementra Caira berdiri di belakang Tara memperhatikan.
"Aku haus," ucap Gala. "Ada yang mau minum juga? Aku akan ke minimarket di ujung jalan sana."
"Tidak usah," jawab Tara.
"Aku mau soft drink," ucap Tari.
"Cola?" tanya Caira.
Gala menyambar tangan istrinya. "Kamu ikut aku sayang," ajak Gala, namun Caira menarik tangannya kembali "Aku tidak mau ke mana-mana," ucapnya. "Kakakku yang brengsek ini tidak bisa di percaya."
"Caira, aku tidak apa-apa," ucap Tari. "Tadi kakakmu hanya bercanda."
Caira menatapku sejenak, kemudian. "Okay, tapi kamu janji tidak memecatku jika kakakku ini mengatakan hal bodoh lagi."
"Iya aku janji."
Kemudian Caira menarik tangan suaminya dan pergi keluar. Sementara Tara masih membalut kaki Tari dengan kasa. "Apa adiku bekerja denganmu?"
"Ya, sekitar satu jam yang lalu." jawab Tari.
Tara merogoh kotak P3K dan mengeluarkan plester. "Begini Tari, adikku belum pernah bekerja seumur hidupnya. Meski ia pernah kursus masak, tapi itu hanyalah hobby yang ia lakukan hanya saat ia mau saja." Tara memberi peringatan kepada Tari.
"Iya aku sudah tahu, Caira sudah mengatakannya padaku."
Tara tampak tak sesantai tadi, sehingga membuat Tari berfikir jika ia menerima Caira sebagai pegawainya hanya untuk mendekati Tara. "Aku berani bersumpah, aku sama sekali tidak tahu jika Caira adalah adikmu."
Tara melirik Tari sesaat, kemudian ia kembali fokus pada kaki Tari. "Aku juga tidak berfikir jika kamu tau Caira adalah adik perempuanku." ia mulai merekatkan plaster di perban kaki Tari.
"Aku hanya tidak ingin kau berfikir jika aku berusaha mendekatimu lewat Caira. Kita punya tujuan hidup yang berbeda, kamu ingat itu kan?"
Tara mengangguk, dengan hati-hati ia meletakan kaki Tari di atas meja. "Ya. Aku lebih tertarik kencan satu malam tanpa terikat sebuah pernikahan, sedangan kau mencari suami idaman."
👏👏👏👍
banyak pesan moral yg didapat dari cerita ini.. asli keren kak.. bisa buat baper akut n nangis Bombay.. untuk kak Irma sukses terus sehat dan selalu di tunggu karya selanjutnya..
banyak pesan dan ilmu yang terkandung
Semangat Kak author,
Terima kasih untuk cerita yg luar biasa ini,
💪👍
jadi ayah tari juga hilang kendali saat mabuk 😪
mungkin juga bunda marah bunda kesel,,, tapi bunda juga mudah memaafkan ayah 😐😐😐
apa yg di alami bunda terjadi sama tari sekarang 😭