Arumi Bahira, seorang single mom dengan segala kesederhanaannya, semenjak berpisah dengan suaminya, dia harus bekerja banting tulang untuk membiayai hidup putrinya. Arumi memiliki butik, dan sering mendapatkan pesanan dari para pelanggannya.
Kedatangannya ke rumah keluarga Danendra, membuat dirinya di pertemukan dengan sosok anak kecil, yang meminta dirinya untuk menjadi ibunya.
"Aunty cangat cantik, mau nda jadi mama Lion? Papa Lion duda lho" ujar Rion menggemaskan.
"Eh"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11
Malam hari, di dalam kamar yang hangat dan nyaman, Arumi dan Alvaro terlelap. Mereka tidur satu kamar bersama Reynald. Suasana malam yang tenang terganggu oleh suara ketukan pintu yang menggema lembut di ruangan.
Tok
Tok
Tok
Arumi, penasaran, terbangun mendengar suara tersebut. Dengan langkah pelan, ia bangkit dari tempat tidur dan mendekati pintu. Setibanya di sana, ia membuka pintu dengan hati-hati.
Ceklek......
Di hadapannya berdiri sosok gadis kecil, Bella, yang masih memeluk selimutnya dengan erat. Wajahnya tampak polos, namun ada kesedihan yang mendalam di matanya.
"Kenapa sayang?" tanya Arumi lembut, berusaha mengerti perasaan anak kecil itu.
"Bella mau tidul cama mama," jawab Bella dengan suara lembutnya yang penuh harap. Terlihat jelas bahwa meskipun Alvaro telah menyiapkan kamar sendiri untuknya, gadis kecil itu masih merasa canggung dan belum terbiasa di tempat baru.
Arumi memperhatikan mata Bella yang sembab, siap menumpahkan air mata. Di sana, terpantul ketakutan dan kerinduan yang mendalam. Bella terlihat menggigil, entah karena dinginnya malam atau rasa takut yang membungkam hatinya.
Tanpa ragu, Arumi membungkuk, menyeka air mata yang meluncur di pipi Bella, dan dengan lembut mengangkat tubuh mungil itu dalam pelukannya. Rasa hangat dan nyaman seolah mengalir melalui dekapan tersebut.
Alvaro, yang sedari tadi memperhatikan, menghela napas dalam. Wajahnya yang semula tegang kini mulai melunak. Ia tahu, tak ada tempat lain yang lebih aman untuk Bella selain berada di samping mamanya.
"Bella boleh tidur di sini, sayang" ucap Arumi, yang tidak tega membiarkan putrinya tidur sendirian.
Arumi menoleh ke arah suaminya seakan meminta izin kepadanya. Malam pengantin yang seharusnya di habiskan untuk berdua, kini terpaksa harus menundanya, karena kebetulan Alvaro dan Arumi juga masih canggung jika harus tidur berdua.
Alvaro mengangguk setuju, membiarkan Arumi menggendong Bella dan membawanya ke atas ranjang.
Tiba-tiba suara pintu terbuka mengagetkan mereka.
"Brakk...."
"Naka, kenapa tidak ketuk pintu dulu?" tegurnya dengan nada sedikit marah sambil menatap anak yang berdiri di ambang pintu.
Naka, dengan napas terengah-engah, matanya mengerjab menatap mereka. "Nda cempet, kebulu kecal Naka. Papa cama mama ajak Bel bel pintu tidul di cini, tapi nda ajak Naka. Pokoknya malam ini Naka mau tidul baleng mama cama papa," ucap Naka memaksa.
Bella yang berada di sampingnya merotasi bola matanya malas, "Dacal Nagka bucuk, cuka cekali bikin lucuh, bica nda cih nda ucah buat olang cetles," balasnya sambil kesal.
Alvaro dan Arumi saling pandang, lalu mengalihkan tatapan mereka ke arah Naka. "Baiklah, malam ini kamu boleh tidur di sini," ucap Alvaro lembut sambil meminta putranya untuk naik ke atas ranjang.
Arumi tersenyum lebar melihat kedua anaknya, Naka dan Bella, beradu argumen dengan polosnya tentang siapa yang akan tidur di sampingnya malam ini. Suasana kamar yang seharusnya sunyi sebagai ruang untuk malam pertama mereka bersama kini berubah menjadi arena kecil penuh tawa dan canda.
Naka, dengan semangatnya yang tak pernah padam, menarik tangan Bella dan berusaha meyakinkan gadis kecil itu bahwa malam ini dia yang berhak mendampingi mama.
"Bella gecel, Aku mau di camping mama," ucapnya dengan logat anak-anak yang lucu.
Namun, Bella, yang keras kepala, tidak tinggal diam. "Lucuh kali lho, datang-datang main cingkilin olang aja. Kamu aja yang di cebelah cini, Bella mau cama mama," balasnya dengan nada tinggi, sambil menarik Naka menjauh dari Arumi. Dia kemudian merebahkan dirinya di samping ibunya, memeluk erat sambil memasang wajah penuh kemenangan.
Sementara Alvaro, yang sejak tadi hanya diam memperhatikan kekacauan manis itu, akhirnya tidak bisa menahan tawa kecil. Dia mengulurkan tangannya mengusap kepala Naka dan Bella. "Kalian tidak ada yang mau peluk papa?" tanya Alvaro, mencoba mengalihkan perhatian.
"BELLA MAU, BELLA MAU!" seru Bella sambil melepaskan pelukannya dari tubuh mama, menunjukkan betapa bersemangatnya dia.
Malam itu, kamar Alvaro dan Arumi dipenuhi suara tawa dan bisikan sayang, sebuah konser kecil yang menyenangkan hati. Meskipun bukan malam pertama yang ia bayangkan, ini jauh lebih berharga; malam pertama sebagai sebuah keluarga, di mana tawa dan cinta mengisi setiap sudut ruangan, menciptakan kenangan yang tak terlupakan.
Bella tidur sambil memeluk Alvaro sementara Naka memeluk Arumi. Kedua bocah kecil itu tidak membutuhkan waktu lama untuk memejamkan matanya, mungkin karena lelah seharian mengikuti acara pernikahan mereka.
Tak terasa air mata Arumi menetes, ia terharu melihat Reynald yang begitu menyayangi Bella.
"Kamu menangis?" tanya Alvaro ketika mata istrinya basah.
Arumi buru-buru mengusap air matanya. "Tidak kok, aku tidak nangis" kilah Arumi.
"Jangan berbohong, Rumi. Apa yang sedang kamu pikirkan saat ini?" tanya Alvaro.
Arumi diam sejenak mencoba menetralkan perasaannya. Setelah tenang barulah dia menjawab pertanyaan suaminya.
"Terima kasih sudah menerima Bella, sejak bayi dia belum pernah mendapatkan kasih sayang seorang ayah" ucap Arumi.
Alvaro mengeryitkan keningnya, sejak bayi? Memangnya sejak kapan mereka bercerai?
"Memangnya mantan suami mu kemana?" tanya Alvaro penasaran.
"Dia ada, tetapi dia tidak mau mengakui Bella sebagai anaknya" jawab Arumi sambil tersenyum getir mengingat mantan suaminya itu menolak kelahiran putrinya.
Alvaro merasakan perasaan campur aduk di dadanya saat mendengar pengakuan Arumi. Di satu sisi, dia merasa terhormat karena wanita itu percaya padanya untuk berbagi kisah yang begitu pribadi, namun di sisi lain, ada rasa sakit yang mendalam mengetahui bahwa Bella, gadis kecil yang ceria itu, telah ditolak oleh ayah kandungnya sendiri sejak lahir.
Kening Alvaro berkerut lebih dalam, mencerminkan kebingungan dan emosi yang bertarung dalam dirinya. "Bagaimana mungkin seorang ayah tidak menginginkan anaknya sendiri?" gumamnya hampir tidak terdengar, suaranya penuh dengan kekecewaan dan kemarahan yang ditahan.
Arumi hanya menghela nafas dalam, matanya berkaca-kaca, memperjuangkan air mata yang hampir tumpah. "Itulah yang terjadi, mas. Dia lebih percaya pada ibunya daripada saya, istrinya. Saya di tuduh selingkuh dengan pria lain" Ucapannya lirih, namun terdengar tegas dan penuh ketabahan.
"Saya berani bersumpah tidak pernah berselingkuh, saya juga berani melakukan tes DNA antara Bella dan ayahnya. Namun, sayangnya mereka tidak pernah mau melakukan tes DNA"
Pandangan Alvaro berpindah ke arah Bella yang sedang terlelap sambil memeluknya. Wajah Alvaro memandang gadis kecil itu dengan tatapan penuh kasih. Kerutan di wajahnya melunak seiring dengan desah nafas lembut Bella yang terdengar ritmis dan menenangkan.
Dalam keheningan malam yang mendalam, Alvaro merasakan detak jantungnya yang berat. Sebuah keputusan telah bulat di hatinya, terucap dari bibirnya dengan nada yang teguh namun penuh kelembutan, "Tidak perlu melakukan tes DNA, biarkan saja Bella tidak mengetahui siapa ayah kandungnya, karena saya yang akan menggantikan posisinya. Dan saya pastikan mantan suamimu itu akan menyesal, karena sudah menyia-nyiakan anak secantik Bella." Matanya yang tajam memancarkan tekad yang tidak tergoyahkan, seraya tangannya mengelus lembut rambut gadis kecil itu.
Setiap sentuhan adalah janji—a promise to fill the void left by her biological father with unwavering love and protection. Jantung Reynald berdegup kencang, tidak hanya karena tanggung jawab yang kini ia pikul, tapi juga karena cinta yang tumbuh semakin dalam untuk anak kecil yang dengan polosnya mempercayakan hidupnya dalam genggamannya.
seharusnya ganti tanya Arumi
bagaimana servisku jg lbh enakan mana sm clara wkwkwk
Alvaro menyesal menghianati clara
kok minta jatah lagi sama arumi
itu mah suka al