Selamat Membaca kisah Key And Bian 💖💖
Takdir masa lalu Presdir Adiguna Group dan seorang model bernama Jesika, telah membuat sebuah benang kusut untuk kehidupan anak-anak mereka.
Key dan Bian dua manusia yang mengenal arti cinta dengan cara berbeda. Semua terasa sederhana jikalau itu hanya tentang rasa mereka berdua. Tentang cinta berbeda status, tentang orang ketiga. Namun takdir masa lalu orangtua telah menyeret mereka dalam hubungan rumit tentang penghianatan, tentang ibu yang tersakiti, tentang kebencian yang diwariskan.
Dan bagaimana kalau takdir masa lalu itu memunculkan seseorang, anak yang tak diketahui. Dari situlah rumitnya takdir masa lalu itu akan terurai.
Akankan cinta Key dan Bian bersatu menuju perayaan?
Akan ada banyak tawa dan bahagia, namun juga akan ada airmata.
selamat membaca 🤗🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Mau Mu
Keesokan harinya selepas berjualan,
Key pergi ke pasar membeli bahan membuat kulit somai. Sesampainya di rumah,
Key meluruskan kakinya sebentar. Cuaca panas, menaikan sedikit suhu tubuh. Dia
mengambil segelas jus di kulkas. Sambil duduk dia meminumnya. Pikirannya
menerawang. Wajah Bian kembali melintas.
“ Apa dia datang lagi ya nanti
malam. Huh, tidak tahu malu kalau sampai dia datang lagi. Tapi,” lama
pikirannya mengantung. “ Bagaimana kalau dia datang, apa aku buatkan bekal
lagi. Huh! Kenapa repot-repot membuatkan dia bekal segala, kemarin saja dia
tidak berterimakasih dan marah-marah tidak jelas. Ahh, kenapa aku malah bingung
sendiri.” Key menghabiskan minumannya sampai tegukan terakhir. Masih berfikir.
“Tapi bagaimana kalau nanti dia bertanya kenapa aku tidak membawa bekal. Eh,
kenapa juga aku musti menjawab pertanyaannya. Tapi kalau dia marah bagaimana.
Ah, melihat ekspresi wajahnya yang kesepian, aku jadi bisa memaklumi tingkahnya yang menyebalkan.”
Tak lama setelah mengomel dan bicara sendiri,
akhirnya Key memutuskan melangkahkan kaki dan menuju dapur. Kali ini ia masak
semur bakso tahu. Udang dan buncis kecil ia masak dengan bumbu cabe. Ia menatap
lagi kotak bekalnya. “Sudah cukup belum ya? Apa dia akan suka?” Key
menggelengkan kepala. Mengusir pikirannya. “ Kenapa juga aku harus perduli.” Ia
lalu bergegas membereskaan hasil masakannya. Setelah itu ia menata ikan, udang,
dan ayam ke dalam boks, memasukannya ke dalam frezzer. Mencuci sayuran dengan
merendam dengan sedikit air garam terlebih dahulu, lalu membungkusnya dengan
plastik sebelum masuk ke dalam kulkas. Sayuran bisa tetap segar. Dilihatnya jam. Sudah jam setengah empat. “ Ah, sudah mepet. Buat kulit somainya nanti malam saja, setelah pulang dari kerja.”
Lalu ia pun membawa tubuhnya ke kamar mandi dan bersiap pergi.
“ Hallo, belum pulang Bas?” Key
sudah bersiap hendak berangkat dan menyadari Basma belum pulang sekolah.
“ Belum Mba, mau ke tempat teman dulu.”
“ Baiklah, Mba udah masak, jangan
lupa makan malam.”
“ Oke, makasih ya Mba. Nanti Bas jemput pulang dari kerja.”
“ Oke, udah ya, Mba mau berangkat.”
“ Oke.”
Telpon terputus. Key memasukan ponselnya,
menenteng kotak makannanya dan berjalan keluar gang. Sambil melamun dan
pikirannya berlarian, Ia menyebrang jalan, kemudian menunggu angkot.
Malam ini ramai sekali. Key memberi
salam, mengucapkan terima kasih, menghitung belanjaan dan masih tetap setia
senyum di bibir mungil itu. Mengambil barang di gudang penyimpanan, menyusunnya
di rak-rak. Menganti label harga. Kembali lagi kekasir. Ah, ia melirik lantai di
dekat pintu masuk. Banyak noda bekas tanah. Walaupun kering tapi cukup
menggannggu. Akhirnya dia mengambil sapu untuk membersihkannya. Sambil menyapu ia
mengedarkan pandangaan keluar, pecel lele di halaman ramai. Ia sudah makan tadi.
Mang pandi sedang membakar ayam, asap tidak terlihat, namun aromanya menyeruak.
Dia meneruskan menyapunya. Tangannya berhenti mengerakan sapu, saat sapu itu
membentur kaki seseorang yang baru masuk.
“ Maaf Kak.” Key mendongak. Senyumnya hilang seketika.
“ Mana selamat datang untukku ?”
katanya dengan nada satir, dan masih dengan wajah yang dingin. Key, yang
sebenarnya menunggunya dari tadi tiba-tiba merasa kesal. Dia diam saja, tidak
mengucapkan salam seperti yang di minta Bian. Key meneruskan menyapu, mendorong
tanah ke luar. Lalu dia masuk kembali ke dalam toko. Bian sudah berdiri di
depan kasir. Tangannya kosong. Key melewatinya tanpa bicara, ia masuk ke gudang
meletakan sapu.
“ Ada apa dengannya. Wajahnya semakin menakutkan.” Key bergumam, sambil berjalan cepat keluar dari gudang. Dia masih melihat Bian, terdiam di depan kasir. Tangannya benar-benar tidak
memegang apa pun. Ragu Key menuju ke kasir. Sekarang mereka berhadapan. Bian
menatap tajam tanpa berkedip. Matanya yang selalu merasa kesepian itu menusuk jantung
pertahanan Key. Membuat gadis itu luluh dengan sendirinya.
“ Kenapa?” akhirnya ia yang
bertanya dulu. Setelah mendengar key bicara Bian berbalik pergi. Menuju rak
makanan. “ Apa dia benar-benar menungguku menyapanya”. Sambil
geleng-geleng kepala. “ Kekanakan”
Bian sudah ada di depan kasir. Membawa benda keramat yang selalu dibelinya. Key mengscan minuman dan keripik.
Ia menepikan mi instan seperti kemarin. Mengambil uang yang diletakan Bian
di atas meja. Memasukan, air, keripik dan
juga kotak makan yang ia raih dari bawah meja. Memasukan semuanya beserta struk
dan uang kembalian ke dalam kantong plastik.
“ Selamat menikmati Kak.”
Bian bicara melalui sorot matanya.
Bahwa ia ingin bertanya banyak hal. Namun bibirnya terkunci. Ia meraih kantong
plastik dan berlalu menuju tempat duduk yang biasanya ia pakai.
“ Apa-apaan dia itu. Mulutnya tidak
bisa mengucapkan terimakasih apa. Tidak apa-apa Key, kamu memberikan makanan
itu daripada mubazir, dosa, buang-buang makanan. Kamu harus bekerja keras untuk
mendapatkan uang guna membeli bahan makanan .” Key menatap sebal. “ Selamat
datang.” Pelanggan masuk dan perhatiannya sudah teralihkan.
Cukup lama Bian menatap kotak
makanan yang sudah dibukannya sedari tadi. Ia masih memegang sendok. “Kenapa
aku ini?” dia bertanya pada dirinya sendiri. “Apa aku kekanakan sekali, kenapa
aku datang lagi kemari. Bahkan sekali lagi aku menerima makanan darinya.” Dia
menoleh, melihat Key yang sedang melayani pembeli. “Apa yang membuat dia
spesial, sampai aku ingin melihatnya setiap hari.” Bian benar-benar tidak tahu
kenapa dia bisa seperti ini. Ia menyuapkan makanan ke mulut. “Enak.” Dan
akhirnya nasi dan semua lauknya tak
bersisa. Ia menatap kotak bekal kosong itu. Berfikir keras. Ia punya banyak
uang untuk membeli makanan yang jauh lebih enak dari yang ada di kotak bekal
ini. Tapi kenapa? Kenapa?
Dia menoleh ke arah kasir. Gadis
itu tidak di sana. Mengedarkan pandangan
menyapu ruangan, tidak ada pelanggan. Dia bangun dari tempat duduk dan berjalan
menuju pintu. Memutar tanda close menghadap keluar. Bian berjalan menuju pintu gudang, berdiri sambil
melihat tulisan yang terpasang, staff
only. Dia tersenyum, lalu mendorong pintu. Gadis penjaga kasir itu ada di sana,
seperti dugaannya. Menghitung kardus minuman ringan. Terdengar suara hitungan
dari mulutnya, lalu ia mencoret kertas yang di pegangnya. Bian berjalan
mendekat.
“ Ternyata yang ini cuma tinggal setengah. Ah, sudah selesai. Hitung uang
lalu pulang.” Katanya lagi dengan riang. Lalu dia berdiri dan membalikan
badan. Betapa terkejutnya ia, tubuhnya
terhuyung ke belakang. Kertas catatan persediaan barang terjatuh. Bian sudah
berdiri menghadapanya sekarang. Wajahnya masih tanpa ekspresi yang bisa dibaca.
“ Kak Bian sudah selesai makan? Maaf kak, pelanggan dilarang masuk.” Kata-katanya terbata, terlihat bahwa ia
ketakutan.
Bian maju selangkah. Tanpa bicara
pun sudah mengintimidasi. Key mundur dua langkah. Dia mengangkat tangannya,
menunjukan bahwa ia akan melawan. Dadanya berdebar, rasa takut langsung memenuhi seluruh tubuh. Ah, kenapa ia bisa begitu saja percaya pada
laki-laki ini. Bian terus melangkahkan kaki. Key juga mundur. Sampai tubuhnya
membentur tumpukan kardus sampo dan deterjen. Ia gemetaran. Tidak bisa bergerak
lagi.
“ Kak Bian mau apa?” suaranya bergetar.
Bian maju selangkah, Ia mengunakan tangannya untuk bertopang.
Sehingga ada ruang yang membuat mereka tidak bersentuhan. Key hanya setinggi bahu Bian. Bian menunduk, mendekatkan wajahnya.
“Aaaaaaa.” Key menjerit keras karena kaget. Namun berhenti saat ia merasa
Bian tidak melakukan apa pun. Sekarang ia bisa mendengar detak jantung
laki-laki tinggi yang ada di hadapannya. Caranya menarik nafas, seperti menahan amarah. Kenapa? Apa dia marah padaku. Key menduga-duga. Rasa takutnya sedikit berangsur menghilang.
“ Kenapa kau bersikap baik padaku?.”
“Key tidak ada alasan apa-apa Kak.” Menjawab dengan cepat. Kenapa dia
wangi sekali, saat ia bernafas ia bisa mencium aroma tubuh Bian. Hidungnya
menempel di dada Bian. Apa-apaan aku ini, ini bukan adegan romantis Key. Ia mengutuki diri dalam hati. Bagaimana ia masih bisa berfikir tentang wangi tubuh disituasi semacam ini.
“ Katakan apa yang kau inginkan dariku?” nada suaranya bertanya namun dengan intonasi marah.
“ Key tidak mau apa-apa dari kak Bian.” Memang aku harus mengharapkan apa darinya, batin Key. Sekarang
sepertinya jantungnya berdetak bukan karena merasa takut. Namun semakin ia
menarik nafas, wangi tubuh Bian yang terhirup.
“ Tidak ada yang mendekatiku tanpa menginginkan apa pun. Katakan apa yang
kau harapkan” Nada suaranya masih menyimpan amarah dan kebencian.
Key semakin merasa sesak. Dia benar-benar tidak merasakan takut lagi. Namun wangi tubuh Bian menghimpitnya. Ditambah mendengar detak jantungnya membuat kakinya lemas, dan detak jantungnya yang juga perpacu. Ntah sekarang karena alasan apa.
“ Bisakah kita rubah posisi Kak. Key susah bernafas.”
Tiba-tiba Bian mundur. Ia memalingkan wajahnya karena merasa malu. Ada sedikit senyum samar di bibirnya,
yang langsung lenyap saat ia menoleh ke arah Key. Key terlihat sedang mengatur
nafasnya pelan-pelan. Dia bergeser dua langkah. Mengambil jarak aman dari
radius wangi tubuh Bian.
“ Key hanya ingin berteman Kak. Mengenai makan malam yang Key buatkan, Kak Bian tidak perlu berfikir aneh-aneh. Siapa yang akan tega, melihat orang yang beberapa hari berturut-turut makan mi
instan. Cuma itu saja, tidak ada maksud apa-apa. Sungguh.”
“ Kau kasihan padaku?”
“ Tidak!” bicara cepat. Tentu saja ia, menjawab dalam hati. Tapi tentu,
tidak ada orang yang suka dikasihani dalam urusan tertentu. “ Tentu saja tidak
Kak. Key tulus ingin berteman.”
“ Apa kau suka padaku?”
“ Tidak.” Namun buru-buru ia menutup mulutnya. “ Maksud Key bukan begitu Kak. Key hanya ingin berteman.” Aduh bagaimana aku harus menjelaskan. Tidak
suka dalam arti jatuh cinta begitu lho maksudnya Kak. Tapi tidak terlontar
kata-kata itu.
“ Tentu saja, mana mungkin kamu
menyukaiku, kamu sudah punya pacarkan!” Ketus, sambil memalingkan wajah.
“ Aku tidak punya pacar!” Key
berteriak. Saking kerasnya membuat Bian kaget.
“ Lalu siapa laki-laki yang kamu
gandeng malam-malam waktu pulang itu hah!” ikut berteriak, kata-katanya kembali bernada benci dan marah.
Sedikit-sedikit, Key bisa menduga perasaan Bian melalui nada suaranya ketika bicara.
Wajah Key berubah, ia tersenyum.
“Ah, itu, waktu pertama kali Kak Bian datang ya, itu Basma, dia adik Key.”
“ Bohong!” masih bernada marah.
“ Tidak. Kenapa juga Key harus
bohong. Memang banyak yang sering salah
paham kalau belum mengenal kami. Basma badanya tinggi, jadi memang tidak
terlalu pantas jadi adiku. Tapi,
memangnya kenapa? Kak Bian ini memang aneh, jadi marah gara-gara ini.”
“ Aku, marah, kenapa juga harus marah. Gara-gara kamu dijemput
laki-laki dan pulang bergandengan tangan. Apa kamu sudah gila?” Bian malah
terlihat semakin bersikap aneh saja. Key, sampai geleng kepala tidak tahu harus
bicara apa lagi. “ Sudahlah, aku mau pulang.”
“ Baiklah, selamat jalan.” Refleks
membalas seperti pada pelanggan. “ Ada apa dengannya? Ah, apa tidak ada
pelanggan, tumben.” Baru sadar ada yang aneh, dari tadi tidak ada yang masuk ke
minimarket.
Bian sendiri keluar dari gudang
degan perasaan yang campur aduk. Rasa
kesal, marah namun juga merasakan kelegaan. Ia berjalan ke pintu, memutar tanda
open menghadap ke depan. Saat keluar ia berpapasan dengan seseorang laki-laki
muda. Mereka saling berpandangan sesaat. Bian berhenti, mencoba mengingat
sesuatu. Wajah laki-laki yang barusan masuk toko sepertinya tidak asing. Namun
tidak juga ada yang nyangkut diingatan saat ia berusaha berfikir. Akhirnya ia
memilih menyebrang jalan. Berdiri tidak jauh dari gerbang Grand land. Tempat, biasanya ia
mengamati kepulangan Key.
Keluar juga akhirnya. Pemuda yang
berpapasan dengannya tadi membantu menutup pintu dan memasang rantai dan
gembok. “ Aku ingat sekarang, di mana aku pernah melihatnya.” Bian tertawa
sendirian. Ia terus saja tertawa
mengutuki hal bodoh yang sudah ia lakukan. “ Jadi aku sudah pernah bertemu dengan gadis itu sebelumnnya. Bebek
bakar pedas. Haha.” Dia masih berdiri di tempatnya sampai dua orang itu naik
angkot.
Bersambung.......
Jadi pengen makan bebek bakar lagi @Bian
Terima kasih tuk karya yg berkesan cantik..
kamu bisa di tegor atasan mu key🤣