Dikhianati dan difitnah oleh selir suaminya, Ratu Corvina Lysandre terlahir kembali dengan tekad akan merubah nasib buruknya.
Kali ini, ia tak akan lagi mengejar cinta sang kaisar, ia menagih dendam dan keadilan.
Dalam istana yang berlapis senyum dan racun, Corvina akan membuat semua orang berlutut… termasuk sang kaisar yang dulu membiarkannya mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arjunasatria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Corvina terbangun pagi harinya, mendengar suara para pelayan di luar. Ia tertegun sebentar, lalu mencari kesekeliling keberadaan Theon yang sudah tak ada di tempat. Ia tidak ingat kapan pria itu pergi, tidak ada suara atau tanda-tanda bahwa ia tinggal di kamarnya malam tadi.
Dan saat itu pintu di ketuk lalu, Cesie masuk dengan membawa nampan berisikan sarapan pagi buat Corvina.
"Yang Mulia, sudah bangun?" tanya cesie ramah, "sepertinya tidur anda saat nyenyak Yang Mulia. wajah Anda terlihat segar."
"Iya, Cesie, kamu benar. Malam tadi sepertinya aku tidur dengan lelap." kata Corvina. Ia juga baru menyadari tadi malam ia benar-benar bisa tidur dengan nyenyak tanpa di hantui mimpi buruk tentang kehidupan nya yang dulu. Apakah karena kehadiran Theon tadi malam? aku jadi bisa tidur dengan nyenyak?. pikirnya.
"Oh, ya Yang Mulia. Lady Meril ada di ruang depan sedang menunggu Anda."
"Meriel? datang berkunjung sepagi ini?" tanya Corvina heran, "baru saja aku berpikir hari ini akan menyenangkan karena aku bisa tidur nyenyak tadi malam."
"Saya sudah menyuruh nya untuk kembali lagi nanti karena Anda masih tidur." kata Cesie, ia sambil menuangkan teh ke camgkir. "Tapi dia menolak dengan alasan dia tidak boleh kelelahan karena sedang mengandung."
“Jadi, karena kau sudah memintanya kembali nanti tapi dia memilih menunggu, biarkan saja dia menunggu sampai pantatnya pegal.” ujar Corvina datar sambil menyesap tehnya.
Cesie terkekeh kecil, nyaris menumpahkan teh. “Kalau Lady Meriel dengar itu, bisa-bisa dia langsung nangis dan melapor pada Yang Mulia kaisar.”
Corvina mengangkat bahu, menyesap tehnya lagi. “Kalau cuma menunggu saja sudah bikin dia menangis, bagaimana nanti waktu dia melahirkan?”
Cesie tak bisa menahan tawa kali ini. “Yang Mulia, Anda benar-benar kejam.”
“Tidak kejam,” sahut Corvina tenang. “Aku cuma sedang menghukumnya sedikit.”
Cesie terdiam sejenak, menatap ratu yang kini duduk di kursinya dengan kepala sedikit miring ke arah jendela. “Apa Anda ingin saya menyuruhnya masuk sekarang?”
Corvina menatap keluar, melihat hujan yang masih menetes dari atap menara. “Tidak. Biarkan dia menunggu. Kadang penantian itu cara paling halus untuk menghukum seseorang tanpa menyentuhnya.”
“Kalau begitu, Anda mau mandi dulu, Yang Mulia?” tanya Cesie. “Pelayan di kamar mandi sudah menyiapkan air hangat dan minyak mawar.”
Corvina berdiri perlahan, menyibak jubah tidurnya yang tipis. “Baiklah. Aku butuh berendam sebentar untuk menghilangkan kantuk.”
Cesie tersenyum kecil. “Saya akan menyiapkan pakaian untuk setelahnya.”
Corvina melangkah menuju ruang mandi. Begitu pintu kayu tertutup, uap hangat langsung menyambutnya. Aroma mawar samar memenuhi ruangan. Pelayan di kamsr mandi langsung menyambutnya dan melepas pakaiannya satu per satu, lalu ia menenggelamkan tubuhnya ke dalam air.
Kehangatan itu seolah menenangkan segalanya kecuali pikirannya. Wajah Theon kembali muncul, sentuhan lembut di bibirnya semalam masih terasa jelas. Ia menutup mata, berusaha menyingkirkan bayangan itu, tapi justru semakin teringat.
“Bodoh,” gumamnya pada diri sendiri. “Kenapa aku membiarkannya sejauh itu?”
Air beriak lembut saat ia bersandar. Di luar, suara langkah pelan terdengar, lalu suara Cesie memanggil pelan dari balik pintu.
“Yang Mulia, Lady Meriel bertanya berapa lama lagi dia harus menunggu? Apa Anda ingin saya menyuruhnya kembali lagi nanti setekah Anda bersiap?”
Corvina membuka mata, menatap uap di permukaan air. Suaranya terdengar datar tapi tajam.
“Tidak perlu. Biarkan dia menunggu. Katakan padanya, tunggulah sampai aku selesai bersiap.”
"Baik, Yang Mulia." kata Cesie.
Setelah Corvina selesai mandi berendam dam bersiap barulah ia menemui Meriel di ruang tamu istana nya.
Meriel langsung berdiri, sambil meringis menahan pinggulnya membuat Corvina tersenyum samar.
"Hormat saya pada Yang Mulia Ratu." kata Meriel.
"Kamu datang sepagi ini ada keperluan apa, Lady?" tanya Corvina, lalu duduk di kursi dinhadapan Meriel.
Meriel kembali duduk. "Ada yang perlu saya bicarakan dengan Anda Yang Mulia Ratu."
"Apa itu? katakanlah."
“Kenapa Anda memotong anggaran keuangan istana selir, Yang Mulia?” tanya Meriel tanpa basa-basi, suaranya terdengar lembut tapi sarat nada menuntut. “Anda tentu tahu saya akan mengadakan pesta perayaan atas kehamilan saya.”
Corvina menatap Meriel lama, tatapan yang membuat udara di ruangan seakan menegang. “Apa kamu tidak tahu kalau kekaisaran sedang mengalami defisit keuangan?” ujarnya tenang.
“Tapi Anda tahu, kan, pesta perayaan kehamilan saya itu penting?” suara Meriel terdengar lembut, tapi ada nada marah yang sulit disembunyikan.
Corvina menatapnya tanpa ekspresi. “Bagiku,” ujarnya tenang, “rakyat di luar istana yang kelaparan jauh lebih penting daripada pesta perayaan kehamilanmu.”
“Apa tidak cukup Anda membatasi pestanya agar tidak terlalu meriah?” ujar Meriel, nada suaranya mulai berubah getir. “Sekarang Anda bahkan memotong anggarannya juga?”
"“Dari laporan keuangan istana, pengeluaran di kediaman selir jauh lebih besar dari yang seharusnya,” ujar Corvina tenang. “Aku hanya memotong kelebihan, bukan mengambil yang jadi hakmu.”
Meriel tersenyum manis, tapi ada getir di ujung bibirnya. “Yang Mulia Ratu... jangan-jangan Anda iri karena saya hamil lebih dulu?”
Corvina berhenti mengaduk tehnya. Sendok kecil di tangannya bergetar nyaris tak terdengar sebelum akhirnya ia meletakkannya perlahan di atas meja.
“Iri?” katanya datar, tapi nadanya cukup untuk membuat udara di ruangan menegang. “Kau benar-benar berani bicara begitu di hadapanku.”
Meriel tetap tersenyum, pura-pura polos. “Saya hanya bicara apa adanya. Lagipula, bukankah seharusnya Anda bahagia? Kekaisaran akhirnya akan punya penerus.”
Corvina mendongak, menatap Meriel seperti menatap sesuatu yang menjijikkan tapi terlalu kecil untuk dibenci. “Kau pikir rahimmu bisa menyelamatkan kekaisaran? Kau bahkan belum bisa menyelamatkan dirimu sendiri dari kebodohan.”
Senyum Meriel perlahan menghilang. “Saya hanya berusaha menjadi bagian dari istana ini.”
Corvina berdiri, gaunnya menyapu lantai. “Dan satu hal lagi, Meriel jangan sekali pun bicara tentang aku iri terhadapmu karena itu bisa di anggap penghinaan penghinaan bagii.”
bertele2