Dikhianati kekasih demi uang dan diinjak-injak hingga sekarat oleh Tuan Muda sombong, Ye Chen bangkit dari titik terendahnya setelah mengaktifkan "Sistem Kekayaan Mutlak & Kultivasi Ganda". Dengan saldo tak terbatas dan kekuatan yang meningkat setiap kali menaklukkan wanita... mulai dari dosen yang dingin, polisi galak, hingga ibu tiri musuhnya... Ye Chen bersumpah untuk membalas setiap penghinaan dengan dominasi total, menjadikan kota metropolitan Jianghai sebagai taman bermain pribadinya di mana uang adalah hukum dan wanita adalah sumber kekuatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ex, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Dibalik Pintu Ruang Dosen
Siang itu, koridor lantai 4 Gedung Fakultas Ekonomi sunyi senyap. Hanya terdengar suara langkah kaki Ye Chen yang bergema santai.
Dia berdiri di depan pintu kayu ek yang kokoh dengan plakat emas bertuliskan... Prof. Su Yan - Kepala Prodi.
Ye Chen tidak mengetuk. Dia langsung memutar gagang pintu dan masuk.
Cklek.
Di dalam ruangan ber-AC yang dingin itu, Su Yan sedang duduk di balik meja kerjanya yang besar. Namun, posturnya tidak tegak dan berwibawa seperti biasanya.
Wanita cantik itu membungkuk di atas meja, kedua tangannya mencengkeram tepi meja dengan erat hingga buku-buku jarinya memutih. Wajahnya yang biasanya angkuh kini pucat pasi, dipenuhi butiran keringat dingin. Bibirnya yang merah alami kini membiru dan bergetar hebat.
Suhu di ruangan itu terasa seperti freezer. Bahkan kaca jendela pun berembun.
Kutukan 'Sembilan Yin Beku' miliknya kambuh lebih awal.
"S-siapa..." Su Yan mencoba mendongak, matanya sedikit kabur. "Keluar...!"
Ye Chen menutup pintu di belakangnya, lalu dengan santai memutar kunci.
Klik.
Suara kunci yang berputar itu terdengar sangat nyaring di telinga Su Yan.
"Keluar? Bagaimana saya bisa keluar?" Ye Chen berjalan mendekat, senyum miring menghiasi wajahnya. "Pak Dekan baru saja menunjuk saya sebagai asisten pribadi Ibu. Tugas saya adalah memastikan Ibu... 'puas' dan kembali sehat."
"Ye... Ye Chen..." desis Su Yan. Tubuhnya menggigil hebat. Rasa dingin yang menusuk tulang membuatnya merasa seolah-olah ada ribuan jarum es yang mengalir di pembuluh darahnya. "J-jangan kurang ajar... Tolong Panggil... panggil ambulan..."
Ye Chen menggeleng. Dia duduk di tepi meja kerja Su Yan, tepat di depan wajah wanita itu.
"Ambulan tidak bisa menolong Ibu. Obat dokter juga tidak bisa meredakan penyakit ini," ucap Ye Chen tenang. "Ibu tahu itu. Ini bukan penyakit medis biasa. Ini masalah energi spiritual."
Ye Chen mengulurkan tangannya, menyentuh pipi Su Yan yang sedingin mayat.
Srrrt!
Saat kulit panas Ye Chen bersentuhan dengan kulit beku Su Yan, uap tipis muncul. Su Yan tersentak kaget.
"Hah...!"
Suara desahan lolos dari bibir Su Yan. Sentuhan Ye Chen terasa seperti api unggun di tengah badai salju. Sangat panas. Sangat nyaman. Insting tubuhnya berteriak menginginkan lebih.
"Lepaskan..." Su Yan mencoba menepis, tapi tangannya terlalu lemah.
"Jangan munafik, Bu Dosen," bisik Ye Chen. Dia meraih dagu Su Yan, memaksanya menatap matanya. "Tubuh Ibu menginginkan saya. Lihat, Ibu gemetar bukan karena dingin saja, tapi karena butuh 'hawa panas' saya, kan?"
[Sistem Aktif: Mendeteksi Kutukan Yin sedang mengamuk.]
[Saran: Gunakan Teknik Pijat 'Jari Naga Api' untuk mengalirkan Yang Qi ke titik meridian vital.]
[Lokasi Titik Meridian: Paha bagian dalam, Perut bawah, dan Dada.]
Ye Chen menyeringai membaca panduan sistem itu. "Lokasi yang strategis."
Tanpa peringatan, Ye Chen berdiri dan berjalan memutari meja. Dia memutar kursi kerja Su Yan agar menghadapnya.
"Apa... apa yang mau kau lakukan?" Su Yan panik.
"Pengobatan. Diam dan nikmati," ucap Ye Chen.
Dengan gerakan cepat, Ye Chen mengangkat tubuh Su Yan dari kursi dan mendudukkannya di atas meja kerja yang keras.
Brak!
Barang-barang di meja bergeser. Su Yan terbaring telentang di atas tumpukan berkas skripsi mahasiswa. Posisi yang sangat tidak pantas untuk seorang dosen terhormat.
"Ye Chen! Aku akan membuamu dikeluarkan! Lepaskan!" Su Yan memberontak lemah.
"Sssttt..." Ye Chen menekan kedua pundak Su Yan agar tetap berbaring. "Kalau Ibu teriak, satpam di luar akan mendengarnya. Apa Ibu mau mereka melihat Dosen Su yang agung sedang mengangkang di atas meja di depan mahasiswanya?"
Ancaman itu membungkam Su Yan. Wajahnya merah padam karena malu dan marah. Tapi rasa sakit di perutnya semakin menjadi-jadi, membuatnya mengerang.
"Sakit... arghh..."
"Saya mulai," kata Ye Chen.
Tangan Ye Chen yang besar dan hangat mulai bergerak. Dia tidak ragu-ragu. Tangannya langsung menyusup ke balik rok pensil ketat Su Yan.
"J-jangan di situ!" pekik Su Yan.
Ye Chen mengabaikannya. Dia merasakan kulit paha Su Yan yang halus seperti sutra, namun dingin seperti es. Stocking hitam tipis yang membalut kaki jenjang itu memberikan sensasi tekstur yang menggairahkan di telapak tangan Ye Chen.
"Mmmhh..." Su Yan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat saat tangan panas Ye Chen mulai memijat betisnya, lalu perlahan naik ke lutut.
Ye Chen mengalirkan Qi (Energi) Naga-nya melalui jari-jari. Setiap pijatan mengirimkan gelombang panas yang merambat masuk ke otot dan tulang Su Yan.
"Ah... panashh..." desah Su Yan tanpa sadar. Matanya mulai sayu. Rasa sakit akibat dingin itu perlahan digantikan oleh rasa geli yang nikmat.
Tangan Ye Chen terus naik. Melewati lutut, menyusuri paha bagian atas yang kencang.
Srekk...
Suara gesekan tangan Ye Chen pada stocking terdengar jelas di ruangan sunyi itu.
"Disini pusat racunnya," gumam Ye Chen. Tangannya kini berada di paha bagian dalam, sangat dekat dengan area terlarang.
Tubuh Su Yan menegang kaku. "Tunggu... Ye Chen... jangan... di sana kotor..."
"Bagi seorang dokter, tidak ada bagian yang kotor," jawab Ye Chen asal.
Dia menekan titik akupuntur di paha dalam Su Yan dengan jempolnya, sambil mengalirkan energi panas yang besar.
"AHHH!"
Su Yan menjerit sambil menahannya. Punggungnya melengkung ke atas, dadanya membusung, membuat kancing kemeja putihnya hampir meledak. Itu bukan jeritan karna rasa sakit, tapi campuran kenikmatan yang meledak tiba-tiba.
Sensasi panas itu menjalar langsung ke rahimnya, melelehkan es yang membekukan organ dalamnya.
"Bagaimana rasanya, Bu?" goda Ye Chen sambil terus memijat dengan gerakan memutar yang ritmis. "Enak?"
"B-brengsek... nghhh... aaahh..." Su Yan menggeleng-gelengkan kepalanya. Kacamata emasnya sudah terlepas, rambutnya berantakan.
Wajah dosen killer yang biasanya menakutkan itu kini basah oleh keringat, matanya berkabut nafsu, mulutnya terbuka sedikit mengeluarkan napas panas.
Hahh... hahh...
"Kau... kau apakan aku...?" rintih Su Yan.
"Ini baru permulaan," kata Ye Chen.
Dia menarik tangannya keluar dari rok. Tapi sebelum Su Yan sempat bernapas lega, Ye Chen beralih ke bagian atas.
Tangan Ye Chen mendarat di perut rata Su Yan, lalu perlahan naik. Jari-jarinya dengan lincah membuka satu persatu kancing kemeja Su Yan.
Plip. Plip. Plip.
"Hentikan! Ye Chen!" Su Yan mencoba menutupi dadanya dengan tangan.
Ye Chen menangkap kedua pergelangan tangan Su Yan dengan satu tangan, menguncinya di atas kepala wanita itu. Dominasi total.
"Kutukan Yin menyerang jantung juga. Kalau tidak dipijat di sini, Ibu bisa mati," ini hanyalah alasan Ye Chen.
Kemeja itu terbuka lebar.
Di balik kemeja putih itu, Su Yan mengenakan bra renda berwarna hitam yang kontras dengan kulit putih susunya yang glowing. Ukurannya... luar biasa. Ye Chen sempat tertegun sejenak mengagumi pemandangan indah itu. Bukit kembar yang selama ini tersembunyi di balik baju formal, kini terpampang nyata di depan matanya, naik turun dengan cepat mengikuti napas Su Yan yang memburu.
"Indah sekali..." puji Ye Chen jujur.
Wajah Su Yan memerah sampai ke telinga. Dia ingin mati saja rasanya. Ditelanjangi dan dikuasai oleh mahasiswanya sendiri di kantornya sendiri!
Ye Chen meletakkan telapak tangannya tepat di atas dada kiri Su Yan, di atas jantungnya.
Deg... Deg... Deg...
Dia bisa merasakan detak jantung Su Yan yang liar.
"Tahan sedikit, ini akan terasa panas," bisik Ye Chen.
Dia mengalirkan energi Yang paling murni.
"Ughh!" Su Yan membelalakkan mata.
Panas. Rasanya seperti ada aliran listrik yang menembus dadanya, menyebar ke seluruh tubuh. Putingnya menegang di balik kain renda, bergesekan dengan telapak tangan kasar Ye Chen.
"Nghhh... aaahhh... Ye Chen... terlalu panasshh... aku tidak kuat..."
Su Yan mulai meracau. Tubuhnya menggeliat di atas meja seperti ular. Kakinya yang masih memakai sepatu hak tinggi menendang-nendang udara, kadang tanpa sengaja menjepit pinggang Ye Chen.
Ye Chen tidak menyia-nyiakan kesempatan. Sambil terus mengalirkan energi, tangannya yang lain (yang tadi memegang tangan Su Yan) kini bebas bergerilya. Dia meremas lembut, memainkan ritme pijatan yang membuat Su Yan gila.
"Sakitnya hilang kan, Bu?" bisik Ye Chen di telinga Su Yan, sambil menjilat cuping telinga wanita itu sekilas.
Slurp.
"Ahhh! I-iya... hilang... tapi... ada rasa lain... aneh... gatal..." Su Yan menangis nikmat. Air matanya mengalir di sudut mata. Pertahanannya hancur lebur.
"Gatal? Biar saya garukkan."
Ye Chen semakin agresif. Suasana di ruangan itu penuh dengan aroma feromon yang kental.
Su Yan, Sang Penyihir Es, kini benar-benar mencair. Dia tidak lagi melihat Ye Chen sebagai mahasiswa kurang ajar. Di matanya yang kabur oleh hasrat, Ye Chen terlihat seperti Dewa Penyelamat... atau Iblis Inkubus yang sangat tampan.
"Ye Chen... lagi... tolong..." Su Yan akhirnya memohon. Harga dirinya runtuh di bawah dominasi teknik pijat 'Naga Api'.
Ye Chen tersenyum puas.
[Ding!]
[Target: Su Yan.]
[Tingkat Penaklukan: 30% (Ketergantungan Fisik Terbentuk).]
[Kutukan Yin berhasil diredam untuk sementara.]
[Hadiah: Poin Kultivasi +500.]
Ye Chen tahu dia harus berhenti sekarang. Jika dia melanjutkan, dia akan benar-benar menyetubuhi dosennya ini di sini. Meskipun dia mau, Sistem memperingatkan bahwa tubuh Su Yan masih terlalu lemah untuk menerima "Naga Raksasa" Ye Chen sepenuhnya saat ini. Bisa-bisa wanita ini pingsan atau mati karena syok.
Ye Chen menarik tangannya perlahan.
"Sudah selesai," kata Ye Chen, mundur selangkah.
"Eh?" Su Yan yang sedang di puncak awan tiba-tiba merasa kehilangan. Rasa hangat itu pergi, meninggalkannya merasa kosong dan... kesepian.
"Ke-kenapa berhenti?" tanya Su Yan spontan, suaranya terdengar kecewa.
Ye Chen terkekeh sambil merapikan kemejanya sendiri. "Pengobatan tahap pertama selesai. Kalau terlalu banyak, tubuh Ibu tidak akan kuat. Kita lanjutkan besok."
Ye Chen membungkuk, mendekatkan wajahnya ke wajah Su Yan yang masih terengah-engah berantakan di atas meja.
"Rapikan pakaian Ibu. Sebentar lagi ada mahasiswa bimbingan yang mau masuk kan?"
Mata Su Yan membelalak. Dia sadar kembali ke realita. Dia melihat kondisinya... Kemeja terbuka, rok tersingkap, rambut acak-acakan, keringat membasahi tubuh. Dia terlihat seperti baru saja diperkosa.
"K-kau..." Su Yan buru-buru menutupi dadanya, menarik roknya turun. Tangannya gemetar hebat saat mengancingkan kemeja.
Ye Chen berbalik menuju pintu.
"Oh ya, Bu Su," panggil Ye Chen sebelum memutar kunci pintu.
Su Yan menatapnya dengan tatapan rumit... campuran antara marah, malu, dan... kerinduan.
"Mulai sekarang, Ibu adalah milikku," ucap Ye Chen tegas. "Jangan biarkan pria lain menyentuhmu, bahkan seujung jari pun. Karena hanya tanganku yang bisa menyembuhkanmu."
Klik.
Pintu terbuka. Ye Chen melangkah keluar dengan siulan santai, meninggalkan Su Yan yang terduduk lemas di kursi kerjanya.
Su Yan menyentuh dadanya yang masih berdebar kencang. Dia merasakan sisa kehangatan tangan Ye Chen di kulitnya. Tanpa sadar, dia merapatkan kedua pahanya, merasakan bahwa ada yang basah di sana.
"Bajingan kecil..." gumam Su Yan, wajahnya merah padam. Dia membenamkan wajahnya di tangan. "Apa yang harus kulakukan... aku... aku menginginkannya lagi..."
Ye Chen baru saja sampai di mobil Lamborghini-nya ketika ponselnya bergetar.
Nomor tidak dikenal.
"Halo?"
"Tuan Ye Chen?" Suara seorang pria paruh baya terdengar sopan tapi gelisah di seberang sana.
"Siapa ini?"
"Saya Manajer Li dari Royal Property. Sesuai pesanan Anda di aplikasi, Villa Dragon Peak di puncak bukit Jianghai sudah siap untuk serah terima kunci. Tapi..."
"Tapi apa?"
"Tapi... Tuan yakin mau menempatinya malam ini? Rumornya tempat itu... sangat tidak bersih. Penjaga kami baru saja lari ketakutan karena melihat wanita yang bisa terbang berpakaian kuno."
Mata Ye Chen berbinar. Wanita terbang? Pakaian kuno?
Hantu? Atau... Kultivator wanita?
"Bagus," jawab Ye Chen menyeringai. "Hantu wanita biasanya cantik. Saya akan kesana sekarang. Siapkan kuncinya."
Ye Chen menutup telepon.
"Rumah hantu? Heh, bagi Dewa Uang dan Naga sepertiku, hantu pun harus bayar sewa kalau mau tinggal bersamaku."
Dia masuk ke mobil, menginjak gas dalam-dalam.
VROOOM!
Tujuan selanjutnya adalah Istana baru dan mungkin... penghuni harem dari dunia lain?
Ye Chen terlalu dominan dalam kekayaan ekonomi, kekuatan super, dan bahkan kekuasaan politik. Jika Ye Chen masih dominan di bab-bab selanjutnya, ini akan mematikan konflik bagus dan kemunculan antagonis yang bagus pula.
Apalagi saat ini plot masih menekankan dominasi Ye Chen dalam hal seksualitas dan kekayaan.