NovelToon NovelToon
Pawang Dokter Impoten

Pawang Dokter Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:18.2k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Dokter Arslan Erdem Mahardika, pria tampan dan cerdas berusia 33 tahun, memiliki segalanya kecuali satu hal yaitu kepercayaan diri untuk menikah.

Bukan karena dia playboy atau belum siap berkomitmen, tapi karena sebuah rahasia yang ia bongkar sendiri kepada setiap perempuan yang dijodohkan dengannya yaitu ia impoten.

Setiap kencan buta berakhir bencana.
Setiap perjodohan berubah jadi kegagalan.

Tanpa cinta, tanpa ekspektasi, dan tanpa rasa malu, Tari Nayaka dipertemukan dengan Arslan. Alih-alih ilfeel, Tari justru penasaran. Bukannya lari setelah tahu kelemahan Arslan, dia malah menantang balik sang dokter yang terlalu kaku dan pesimis soal cinta.

“Kalau impoten doang, bisa diobatin, Bang. Yang susah itu, pria yang terlalu takut jatuh cinta,” ucap Tari, santai.

Yang awalnya hanya pengganti kakaknya, Tari justru jadi pawang paling ampuh bagi Arslan pawang hati, pawang ego, bahkan mungkin pawang rasa putus asanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 8. Layu

Langkah Nayaka otomatis terhenti, napasnya tersangkut di tenggorokan. Matanya langsung tertuju pada sosok yang berdiri tegak bersandar pada motor besar berwarna hitam matte, lengkap dengan helm full-face di tangan.

“Kamu diminta mamaku ke suatu tempat Sekarang juga,” ucap Arslan datar, tatapannya tak berubah, seolah kejadian di restoran tadi tak pernah terjadi.

Nayaka menelan ludah. Suara pria itu terlalu tenang, terlalu dingin dan terlalu menusuk di saat seperti ini.

“Kita mau ke mana, dokter?” tanyanya ragu, berusaha mencairkan suasana dengan suara sedikit dibuat manja.

“Kamu nggak usah banyak tanya,” balasnya cepat tanpa menoleh sedikitpun.

Nayaka melirik helm pink di tangan Arslan. Ia mendesah pelan.

“Tunggu, mobilku gimana? Parkir di pinggir jalan gini ntar diseret Satpol PP.”

“Simpan aja, nggak bakal ada yang nyuri,” ketusnya singkat sambil menyodorkan helm.

Tanpa pilihan lain, Nayaka meraih helm itu dan memakainya setengah malas. Ia tahu, pria di depannya ini susah didekati, tapi bukan berarti tak bisa digoda.

Saat Arslan duduk di atas motornya, Nayaka ikut naik, dan tanpa peringatan, tubuhnya menempel erat.

Tangannya melingkar di pinggang sang dokter, tapi perlahan-lahan mulai ‘nakal’. Ia menyusupkan jemarinya ke bagian bawah jaket Arslan, pura-pura memperbaiki posisi duduknya.

Satu elusan kecil mendarat di sisi pahanya agak ke tengah hingga menyentuh sedikit bagian sensitif milik calon suami dadakannya, tapi Nayaka merasakan tak ada reaksi apapun yang terjadi. Lalu naik sedikit, lalu ke pinggang dan punggung.

Nayaka mengulanginya, kali ini dengan sentuhan lebih genit.

“Nyaman ya ternyata pelukan dari belakang, Dok...” bisiknya sambil menyandarkan dagu ke pundak pria itu.

Masih tidak ada reaksi. Nafas Arslan stabil. Tubuhnya tetap kaku, tapi bukan karena gugup bukan juga karena malu.

“Apa jangan-jangan beneran apa yang dikatakannya beberapa hari lalu kalau dia impoten...” gumam Nayaka dalam hati mulai curiga campur kasihan.

Beberapa menit kemudian mereka sampai di depan sebuah butik mewah yang seluruh kacanya dipenuhi pantulan lampu-lampu gantung seperti kristal. Arslan mematikan mesin motornya, membuka helm dan langsung turun.

“Turun, Nay. Mamaku nunggu jangan bikin malu.” ucapnya tenang tatapannya tetap sulit ditebak.

Nayaka menurut. Ia membuka helm perlahan sambil masih melirik pria itu dari ujung mata. Hatinya setengah bingung, setengah bersalah.

Di dalam butik, seorang wanita paruh baya langsung berdiri dari sofa beludru biru tua. Penampilannya anggun, berkelas dan sedikit menegangkan.

Di belakangnya berdiri seorang gadis muda yang manis, rambutnya dikepang dua, mengenakan rok span dan kemeja putih ketat. Celine, sepupu Arslan.

“Akhirnya kamu datang, Han. Dan ini pasti Nayaka. Ternyata adiknya Aylara lebih cantik dari kakaknya,” kata mamanya dengan suara tajam tapi penuh penilaian.

Nayaka tersenyum kaku. “Iya, Tante. Maaf datangnya agak telat.”

“Panggil Mama. Kita akan jadi keluarga. Jangan terlalu formal.” imbuh wanita itu sambil menghampiri.

Celine ikut melirik Nayaka dari atas ke bawah, senyumannya sopan tapi tidak sepenuhnya tulus.

“Yuk masuk, Kak Nayaka. Gaunnya udah disiapin. Ini fitting terakhir sebelum hari H. Tante Selma pengin lihat langsung kamu pakai semuanya.” ujarnya Celine.

Nayaka mengangguk dan mengikuti Celine ke ruang ganti, meninggalkan Arslan yang duduk menyilangkan kaki di kursi ruang tengah butik dengan wajah datar, memainkan cincin perak di jari manisnya tapi sorot matanya terus terpusat pada satu sosok yaitu Tari Nayaka Ghazali.

Di ruang ganti, saat mencoba gaun renda putih susu dengan detail kristal, Nayaka menatap dirinya di cermin.

Ada sejumput ragu di matanya. Tapi juga ada sorot berani yang tak pernah padam. Ia menghela napas, lalu tersenyum kecil.

Saat tirai dibuka semua mata tertuju padanya termasuk Arslan. Matanya tak berkedip, tapi wajahnya tetap sulit dibaca.

“Gimana?” tanya Nayaka pelan sambil berputar pelan.

“Bagus,” jawab Arslan singkat nyaris tak terdengar.

“Cuma bagus?” pancing Nayaka lagi sambil menoleh.

“Cukup ganti yang lain lagi. Kita coba semua yang sudah disiapkan.” imbuh Arslan masih dengan nada tanpa emosi.

Bu Selma ikut mengangguk puas. “Kalau kamu percaya diri, semua orang akan percaya ini keputusan yang tepat, Nayaka termasuk publik.”

Nayaka menoleh cepat. “Publik? Maksudnya ini bakal disiarin?”

“Kita keluarga Mahardika. Semua hal punya sorotan. Termasuk lamaran dan pernikahan kamu.” sahut Celine dari balik meja, mengangkat ponsel, memperlihatkan draft undangan elektronik dan rundown acara yang luar biasa detail.

Nayaka menelan ludah matanya kembali mencari Arslan.

Tapi pria itu berdiri, mengambil jaketnya, dan berkata pelan tanpa menoleh, “Aku ada operasi. Kamu lanjut di sini. Mobilku di depan, kamu bawa aja pulang. Kunci di tas Celine.”

Nayaka hanya sempat berkata, “Dokter tunggu...” tapi pintu butik sudah tertutup kembali.

Celine mendekat, menepuk bahunya sambil menyodorkan kunci mobil.

“Selamat datang di dunia Mahardika. Nggak semua cinta dimulai dengan pelukan, tapi kamu beruntung. Karena dia nggak pernah izinin siapapun sedekat ini.”

Nayaka menatap pintu dengan napas tak teratur. Tiba-tiba sentuhan genitnya di atas motor tadi terasa sangat bodoh dan nggak penting.

Ia bukan cuma sedang menjalin hubungan dengan laki-laki impoten. Tapi juga pria yang belajar menyimpan perasaan sedalam-dalamnya karena takut satu kenyataan kecil menghancurkan segalanya. Termasuk harga dirinya sendiri.

PARKIRAN BUTIK – DI DEPAN MOTOR MERAH

Arslan berdiri beberapa detik sebelum akhirnya membuka helm dan menatap langit yang mulai menggelap.

Angin sore menyentuh wajahnya pelan. Tapi pikirannya jauh lebih kacau dari kelihatannya.

“Kalau aku jujur sekarang, kamu pasti kabur,” gumamnya pelan, nyaris tak bersuara.

Tangannya menggenggam erat kunci motor. Matanya tak fokus. Di dadanya ada rasa sesak yang sudah ditahan terlalu lama.

“Nayaka, sejujurnya kamu adalah cinta pertamaku. Dan juga terakhir. Dua tahun lalu aku ngeliat kamu pertama kali di seminar kesehatan kamu naik ke panggung buat nanya soal prosedur donor darah dan setelah itu aku nggak pernah bisa lupain kamu,” lirihnya dengan napas berat.

Ia lalu duduk perlahan di atas motornya, helm belum dipakai. Pandangannya jatuh ke aspal yang penuh bayangan pohon dan pantulan lampu butik.

“Enam bulan lalu, aku kena bola waktu main futsal sama rekan sejawat. Konyol, cuma karena bola nyasar. Tapi nyasarnya tepat. Dan sejak itu tubuhku beda. Aku impoten. Nggak bisa lagi jadi lelaki sempurna secara fisik. Tapi waktu seminggu lalu Mama bilang kamu yang akan jadi jodohku, bukan Aylara, aku sempat marah, bingung tapi jauh di dalam hati aku senang bukan main.”

Ia menggertakkan giginya. Suara langkah seseorang terdengar dari arah belakang, tapi ia tetap bicara, pada dirinya sendiri.

“Kamu jujur waktu itu. Katanya nggak masalah kalau pasanganmu ada kekurangan. Tapi kamu belum tahu kekuranganku yang paling nyata.”

Ia lalu berdiri, meraih helmnya, memakainya cepat, dan menyalakan motor. Tanpa menoleh lagi, ia melaju keluar dari parkiran, meninggalkan suara knalpot yang bergemuruh pendek.

RUMAH MAHARDIKA – MALAM HARI

Pintu kamar besar itu terbuka pelan. Arslan berdiri di ambang pintu, masih mengenakan kemeja dokter yang belum diganti sejak pagi.

Ia melihat ke dalam ruangan. Meja kerja penuh berkas, laptop menyala dan di salah satu sudut, ada bingkai foto seminar dua tahun lalu. Foto itu diam-diam ia simpan.

Dalam foto itu, Nayaka berdiri di depan podium, tersenyum lebar dan Arslan berdiri jauh di belakang. Tak seorang pun tahu siapa yang mengambil gambar itu. Tapi ia ingat jelas, itu dari ponselnya sendiri.

“Aku nggak butuh banyak kata,” ucapnya pelan sambil menatap foto itu, “tapi kalau kamu bisa lihat isi kepalaku, Nayaka kamu pasti tahu aku bukan laki-laki yang bisa main-main dengan perasaan.”

Ia menarik napas dalam, lalu melanjutkan, suaranya serak dan nyaris tenggelam oleh degup jantungnya sendiri.

“Aku mungkin bukan pria yang kamu harapkan hadir dalam hidupmu. Aku keras kepala. Kadang terlalu dingin. Tapi satu hal yang nggak pernah berubah aku jatuh cinta padamu dengan cara yang paling diam-diam, paling nggak masuk akal dan paling menyakitkan.”

Arslan tersenyum tipis, pahit. Tatapannya tak lepas dari foto itu.

“Aku bukan lelaki romantis, setiap langkah yang kamu ambil, bahkan ketika kamu marah, bahkan saat kamu membenciku aku masih di sini. Diam tapi selalu ngelihat kamu.”

Matanya berkabut. Ia menunduk, menggenggam bingkai itu lebih erat.

“Jadi kalau suatu hari kamu bertanya kenapa aku selalu muncul di tempat dan waktu yang kamu anggap kebetulan itu bukan takdir. Itu aku. Yang terlalu pengecut buat bilang ‘aku cinta kamu’ di depan wajahmu.”

1
Midah Zaenudien
semngat berkarya jgn bt cerita x stuk2 d tempat x
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: siap kakak... kedepannya akan muncul konflik
total 1 replies
Ummi Sulastri Berliana Tobing
lagi donk 🥰🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak sekitar jam 12 WITA sudah update
total 1 replies
Lukman Suyanto
lanjuttt
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah, besok makasih banyak masih setia baca
total 1 replies
Lukman Suyanto
lanjutt
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Sholikhah Sholikhah
wong mantune Bu Retno juga orang biasa gitu kok gak ngaca. tolong dong kirim kaca ke Bu Retno
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: irinya Segede gabang kak 🤭
total 1 replies
Sholikhah Sholikhah
yah nyindir nih, yg bisanya hanya baca dan like 😄😄😄😄
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣🙏🏻
total 1 replies
Eva Karmita
Naya tersengat belut listrik nya pak dokter 🤣🤣🤣💓💓
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha mati dong 🤣
total 1 replies
Daeng
sangat menghibur
Yani
pwngantin baru oiii pengantin baruu.. yikes sapa dluan yg dpt bonusan malam pertama.. 😁😁
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: semuanya dapat yang gede dan panjang 😂🤭
total 1 replies
Yani
pernikahan semua netizen ini Mah
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: mewakili yah 🤣
total 1 replies
Yani
waduh Merissa tercubit diriku ha ha haha
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha 😂🤭
total 1 replies
Maulida greg Ma
hahaha segitunya
Maulida greg Ma
nggak apa-apa istri sendiri
Maulida greg Ma
nikahnya barengan semoga hamil juga barengan
Farhana
ya Allah mereka benar-benar random
Farhana
benar godaan istri luar biasa
Farhana
semoga samawa
Naila
haha kaget tapi penasaran 🤭🤣
Naila
akhirnya sah juga
Inha Khaerunnisa
Haha
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!