Gwen, seorang pembunuh bayaran kelas kakap, meregang nyawa di tangan sahabatnya sendiri. Takdir membawanya bertransmigrasi ke tubuh Melody, seorang istri yang dipandang rendah dan lemah oleh keluarga suaminya. Parahnya, Melody bukan meninggal biasa, melainkan korban pembunuhan di tangan salah satu anggota keluarga.
Bersemayam dalam tubuh barunya, Gwen bersumpah akan membalas semua derita Melody dan membuat suaminya tunduk padanya. Saat ia mulai menelusuri kebenaran di kediaman utama keluarga suaminya, satu per satu rahasia mengejutkan terbongkar. Dendam juga menyeret sahabat lamanya yang telah mengkhianati dirinya.
Ketika semua pembalasan tuntas, Gwen menemukan kebenaran yang mengguncang tentang suaminya. Marah, namun pada akhirnya ia harus mengakui, cinta telah mengalahkannya. Merasa suaminya tak mencintainya, Gwen memilih ingin menyerah, akankah dia benar-benar melepaskan segalanya? Apakah ia akan berakhir bahagia?
Penasaran?! Yuk baca👆👆
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queen_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kalung Berbatu Ruby
...Selamat Membaca...
.......
.......
Di sebuah ruangan gelap dengan cahaya remang-remang, dua orang duduk saling berhadapan. Sang wanita menatap tajam pada pria di depannya.
"Lihat? Lagi dan lagi rencanamu menyingkirkannya gagal! Wanita itu masih hidup!" kesal Wanita itu. "Kau bilang dia akan mati hari ini! Nyatanya orang suruhanmu lah yang mati! Tidak berguna!"
Pria itu menghela nafas kasar, mengusap wajahnya frustasi, "Maafkan aku. Aku tak mengira jika Damian akan menolongnya. Aku kira pria itu hanya akan diam saja saat istrinya disakiti."
"Ck! Percuma kau menyalahkan Damian kalau nyatanya dari dulu kau sama sekali tak bisa mengalahkannya. Bahkan membunuh istri bodohnya saja kau tidak bisa!"
Braak
"Kenapa kau terus menyalahkan ku? Seharusnya kau juga ikut berpikir dalam masalah ini! Bukan hanya ingin mendapatkan hartanya saja!" bentak laki-laki itu.
Kedua saling bersih tatap dengan tajam. Baik si pria maupun wanita tak ada yang mau mengalah.
"Kau membentakku?! Ingat! Jika bukan karena aku, kau tak akan bisa berada di posisimu yang sekarang! Jika bukan karena aku, kau pasti masih tetap berada di posisi rendahanmu itu!" balas Wanita itu tajam. "Sejak awal kau memang tidak akan bisa mengalahkan Damian!"
"Dan jika bukan karena aku, kau tidak akan bisa menjadi menantu di keluargaku!"
Si wanita terdiam. Tatapan tajamnya mulai melunak. Tidak, aku masih membutuhkan posisi sebagai menantu di keluarga itu. Aku juga masih membutuhkan dia sebagai batu loncatanku.
"Sudahlah, aku akan memikirkan caranya lagi nanti. Kau bisa pergi."
Nada datar bercampur tatapan dingin membuat wanita itu mendadak takut. "Ma-maafkan aku. Aku ...terbawa emosi. A-aku hanya tidak terima jika wanita itu masih hidup."
"Heem, pergilah."
Wanita itu mengangguk. Dengan terpaksa ia keluar dari sana, meninggalkan pria iut. Dalam hati ia merutuki dirinya yang terlalu ceroboh karena marah-marah pada pria itu, "Sial, tidak seharusnya aku marah-marah tadi," gumamnya.
.......
.......
Suara tawa terdengar begitu keras di kamar Damian dan Melody, di sana Ketiga manusia itu bercanda tawa tanpa menyadari seseorang yang tengah menatap mereka dari ambang pintu.
"Mami cantik," puji Kevin.
Melody tersenyum, "Ck.. darimana kamu belajar merayu seperti itu?"
"Dari Om bas,"
Seketika Melody mengerutkan keningnya, "Siapa dia?"
Kevin menepuk jidatnya, "Ah aku lupa. Om bas itu sahabat papi. Dia baik, dan sepertinya dia menyukai mami."
"Oh iya kah?"
Kevan ikut mengangguk, "Dia sering mendekati dan mencari perhatian pada mami." Kevan menimpali. "Biasanya dia sering ikut papi ke rumah dengan alasan pekerjaan, tapi kamu sering melihatnya selalu curi-curi pandang pada mami."
"Apakah dia tampan?" tanya Melody.
Kedua anak kembar itu mengangguk bersamaan. Belum sempat mengucapkan sepatah dia kata, sebuah deheman mengalihkan perhatian mereka.
"Papi?" Kevin langsung beranjak dari tempat tidur dan menghampiri Damian yang langsung tersenyum. "Papi dari mana? Kenapa baru pulang?"
"Ada urusan boy," jawab Damian mengecup pipi Kevin gemas. "Kembalilah ke kamar kalian, papi ingin membicarakan sesuatu pada mami."
Kevan turun dari kasur dan berkacak pinggang, "Benar hanya ingin bicara? Bukan ingin membuat mami menangis kan?!"
Melody yang melihatnya tertawa kecil. Ia menghampiri Kevan dan menggendongnya, "Tidak sayang. Jika papi membuat mami menangis mami akan melapor padamu, okey?"
Kevan mengangguk. Melody menurunkan putranya itu begitupun dengan Damian. Kedua anak kembar itu kompak berjalan meninggalkan kamar orang tua mereka.
Kini tinggallah Damian dan Melody yang berdiri dan menatap satu sama lain. Namun Melody langsung memutuskan kontak mata di antara mereka.
Melody memainkan kukunya tanpa peduli tatapan yang mengarahkan padanya, "Ada apa? Apa yang ingin kau bicarakan padaku? Kelihatannya sangat penting? Apa ini tentang honeymoon kedua kita?" tanya Melody disertai senyum menggoda.
"Kau terlalu banyak bicara!"
Melody memutar bola matanya dan berdecak kesal, "Terserah! Cepat katakan! Aku mengantuk, ingin segera tidur," balas Melody ketus.
Damian menghela napas, "Besok malam ikut aku ke pelelangan."
Mendengar kata pelelangan, sontak Melody menatap penuh binar pana Damian. "Pelelangan? Sungguh? Aku mau ikut!" seru Melody.
Damian diam. Menatap dalam manik mata sang istri. "Kau tidak menolak?"
"Kenapa harus menolak? Bukankah di sana banyak barang berharga?"
"Tapi biasanya kau selalu menolak dengan berbagai alasan,"
Melody meneguk ludahnya susah payah. Sial, aku lupa jika Melody tidak suka hal hal seperti itu. Melody menggeleng, "Tidak-tidak kali ini aku akan ikut...."
"Yakin?"
"Tentu saja, tapi ....Bukannya kau bilang kita akan ke kediaman utama?"Melody menatap Damian memicing, "Kau ingin menipuku?"
"Pertemuan di batalkan. Seluruh keluarga besar akan berkumpul beberapa hari lagi."
Melody mengangguk-anggukkan kepalanya. "Tapi aku ingin meminta satu hal padamu."
Damian menaikkan alisnya.
"Aku ingin kau membelikan kalung dengan batu ruby itu untukku," pinta Melody. Aku sudah lama mengincarnya. Kali ini aku harus mendapatkannya!
Sejak dulu ia berusahalah mengumpulkan uang demi bisa menghadiri pelelangan untuk mendapatkan kaling dengan batu ruby merah. Mengingat harganya yang sangat fantastis, Gwen yang bekerja sebagai pembunuh bayaran rela mengambil misi besar demi mendapatkan bayaran lebih. Namun sialnya ia malah dikhianati oleh sahabatnya sendiri.
Tatapan Damian berubah serius. Ia melangkah mendekati Melody membuat wanita itu mundur selangkah demi langkah.
"Kenapa kau malah mendekat? Tinggal jawab iya atau tidak!" ketus Melody. "Sialan! Berhenti mendekatiku!!" ucap Melody.
Damian terus melangkah hingga membuat Melody terjatuh ke atas kasur. "Dari mana kau tahu jika ada kalung dengan batu ruby di sana?"
Melody mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tentu saja ia tahu saat masih menjadi Gwen dulu, dimana saat ia tak sengaja menguping percakapannya bosnya dengan seseorang. Sekali lagi kau terjebak Gwen! Ayo berpikir! Jangan sampai dia bertanya lebih banyak lagi. "Aku mencari tahunya. Bertanya pada beberapa bodyguard mu! Iya! aku tahu dari mereka." Aku terlihat seperti pembohong amatir.
"Oh." Damian mengangguk tak peduli. "Kau boleh ikut, dengan syarat ..."
"Apa?"
"Jangan mempermalukan ku dan bersikaplah sebagaimana nyonya Damian."
Melody tersenyum, "Tentu. Kau tidak perlu khawatir." Syukurlah dia percaya. Melody menatap punggung Damian yang menghilangi balik pintu.
.......
.......
Di sinilah Damian berada sekarang, ruangan yang selalu ia gunakan untuk bekerja jika dia berada di rumah. Ruanga khusus yang terletak di sebelah kamar miliknya.
Damian memijat pangkal keningnya. "Tiba-tiba menjadi berani? Bisa berkelahi? tidak takut dengan Bella? Dan sekarang? Tiba-tiba dia meminta kalung batu ruby yang ada di pelelangan. Bahkan aku tidak pernah membahas mengenai kalung itu sedikitpun."
Damian beranjak dari kursinya, berjalan ke rak buku. Tangannya terulur mengambil sebuah buku tebal, lalu membuka salah satu halaman dan mengambil sebuah foto yang terlihat usang.
Tanpa sadar ia tersenyum. Ingatannya berputar ke beberapa tahun silam. "Andai saja aku tak pergi, mungkin kau akan mengenaliku. Dan aku tak akan bertemu denganmu dengan cara seperti itu."
"Seharusnya aku tak membiarkan mu berada dekat dengannya. Dan sekarang ....aku kehilanganmu."
Damian menghela nafas. Menutup kembali buku itu dan meletakkannya kembali ke tempatnya. "Dia terlihat mirip denganmu."
.......
.......