NovelToon NovelToon
Perjodohan Tidak Sesuai Naskah

Perjodohan Tidak Sesuai Naskah

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:806
Nilai: 5
Nama Author: Romanova

Yue menerima perjodohan itu dengan satu kata singkat. "Ya."

Bukan karena cinta, jauh dari itu. Dia hanya berpikir hidupnya akan seperti kisah di film atau novel yang sering dia tonton, klasik, klise, dan penuh drama. Seorang pria kaya raya yang dingin dan tak acuh, yang diam-diam mencintai wanita lain, dan hanya menikah karena tekanan keluarga. Lalu Yue akan menjalani hidup sebagai istri formal, tidak dicintai, tapi tetap hidup mewah. Simple.

Satu-satunya alasan Yue setuju hanyalah karena satu kata sakral, UANG. Dia realistis, bukan romantis. Tapi yang terjadi, sungguh berbeda.

Pria itu, Raymon Sanchez tidak sesuai skrip. Sejak hari pertama mereka bertemu, bukan tatapan datar yang dia terima, melainkan pandangan tajam seolah dia adalah teka-teki yang ingin dia pecahkan. Bukan sikap acuh, tapi perhatian yang menusuk hingga ke tulang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Romanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

7. Sarapan terasa Merinding

Pagi itu, suara interkom di apartemen Yue berbunyi.

Gadis itu baru saja selesai mengeringkan rambutnya, memakai hoodie oversized dan celana training, niatnya hanya ingin sarapan bubur ayam sambil menenangkan pikirannya.

Tapi saat dia menjawab panggilan.

"Tuan Raymon sudah menunggu di lobi."

Detak jantungnya langsung melambat, bukan karena tenang, tapi karena syok.

"Tidak mungkin, dia serius?"

Yue berlari ke balkon, mengintip ke bawah dan benar saja astaga!

Sebuah mobil hitam mengilap terparkir sempurna. Dan dari pintu mobil itu, pria dengan setelan abu gelap berdiri, satu tangan di saku, yang lain memegang ponsel.

Mata abu-abunya melirik ke atas, langsung menatap Yue.

"Sialan, dia tahu aku mengintip."

Yue buru-buru mundur dan menutup pintu balkon, menarik napas panik.

"Katanya, cuma di kantor."

"Katanya, tidak usah takut."

"Tapi ini... ini level psikopat manis yang paling gila!"

Dia membuka pintu sedikit, berbisik ke resepsionis di interkom.

"Bilang aku sedang tidak ada! Aku keluar kota! Aku-"

"Aku sudah mendengarmu, sayang." suara Raymon menyusul dari interkom, datar tapi mengandung tekanan lembut.

"Kalau kau tidak turun dalam lima menit, aku akan naik." ucapnya.

Yue langsung menoleh ke kanan, ke kiri.

"Kamera? Mikrofon? DIA DENGAR AKU!?"

Tanpa pilihan lain, dia melempar hoodie nya, mengganti celana, menyemprot parfum sambil lari, dan mengambil tas dengan langkah kacau.

Di dalam lift, dia menatap pantulannya sendiri. Rambut masih sedikit acak-acakan, wajah belum full makeup, dan hoodie nya diganti dengan kemeja seadanya.

"Ini bukan first love, ini interogasi mafia." gerutunya.

Begitu pintu lobi terbuka, Raymon berdiri menunggu. Matanya menatap Yue seperti seseorang yang akhirnya menemukan sesuatu yang dia miliki, bukan sedang mengejar, tapi menjemput miliknya.

"Pagi, sayang." ucapnya datar.

Yue berusaha tersenyum. "Kau gila, ya?"

Raaymon mengangguk pelan, nyaris tersenyum.

"Aku tahu."

Lalu dia membukakan pintu mobil untuknya.

"Masuk. Aku tak suka menunggu terlalu lama."

Dan seperti itu, Yue tahu. Tidak peduli seberapa keras dia mencoba lari, pria ini akan tetap menemukan jalannya.

Yue duduk kaku di kursi penumpang, sabuk pengaman sudah terpasang, jantungnya seolah berdetak lebih keras daripada suara mesin mobil.

Tangannya mengepal di atas pangkuan, berusaha terlihat tenang padahal pikirannya sudah penuh skenario kabur.

Matanya melirik ke samping, ke arah Raymon yang sedang menyetir dengan tenang, satu tangan di setir, tangan satunya lagi menyentuh layar kecil di dashboard.

Akhirnya, dengan suara yang dipaksakan santai, Yue bertanya.

"Kita mau ke mana?"

Raymon tak langsung menjawab. Dia hanya menoleh sebentar, lalu kembali fokus ke jalan.

"Tempat sarapan." jawabnya singkat.

Yue berkedip. "Tempat sarapan?" ulangnya.

"Kau belum makan." ujarnya datar, seolah dia tahu segalanya. "Dan kau butuh energi sebelum menjalani hari pertamamu dengan benar." lanjutnya.

Lalu dia menambahkan. "Aku juga lebih tenang kalau kau makan cukup."

Yue hampir tersedak udara.

Tenang? Pria ini yang perlu ditenangkan malah!

"Banyak restoran, aku bisa pesan sendiri. Bahkan aku bisa-"

"Aku ingin kau sarapan denganku." putusnya.

Kalimat itu membuat Yue terdiam. Bukan karena manis, tapi karena tekanan halus yang terkandung di dalamnya.

Ini bukan permintaan, ini paksaan!

Seolah pria itu ingin menulis ulang semua aturan interaksi mereka.

"Dan jika aku tidak mau?" tanya Yue dengan nada menggoda, setengah bercanda, setengah menggertak dan setengah panik tentunya.

Raymon akhirnya menoleh, tatapan matanya mengunci wajahnya seperti radar.

"Maka aku akan duduk di depan apartemenmu, setiap pagi sampai kau berubah pikiran."

Yue mendengus pelan, mengalihkan pandangan ke jendela.

"Gila." gumamnya.

Tapi pipinya sudah memerah sendiri entah karena malu atau marah atau campuran keduanya. Dan mobil terus melaju, membawa Yue ke arah yang belum pernah dia rencanakan.

Menuju hari yang semakin tidak masuk akal.

Raymon membawa Yue ke sebuah restoran di atap gedung pencakar langit, tempat yang bahkan tidak bisa ditemukan dengan mudah di Google Maps.

Tidak ada papan nama, tidak ada antrean. Hanya satu pelayan berdiri di depan pintu kaca, membungkuk saat Raymon dan Yue datang.

"Selamat pagi, Tuan Raymon." ujar pelayan itu hormat sambil membuka pintu otomatis yang menggeser ke samping dengan suara lembut.

Yue melangkah masuk dengan ragu, pandangannya langsung disambut oleh pemandangan kota dari ketinggian yang luar biasa.

Dinding kaca membentang dari lantai hingga langit-langit, dan matahari pagi yang keemasan menyorot masuk, membiaskan cahaya ke lantai marmer putih dan meja-meja kaca elegan.

Hanya ada tiga meja dan semuanya kosong, kecuali satu yang sudah disiapkan.

Dengan taplak linen abu-abu, dua set peralatan makan berlapis perak, dan secangkir teh yang mengepul seperti sudah tahu mereka akan datang.

Yue melirik Raymon dengan tatapan sulit dipercaya.

"Kau memesannya, hanya untuk kita?" tanyanya.

Raymon menarikkan kursi untuknya. "Tempat ini tidak menerima tamu umum." ucapnya.

"Jadi, ini restoran pribadi?"

Raymon duduk di seberangnya. "Bisa dibilang begitu, aku tidak suka keramaian." jelasnya.

Yue menatap piring kosong di depannya. Ini benar-benar seperti plot novel, tapi entah kenapa dia ingin kabur ke dimensi lain.

Apa yang terjadi dengan makan di warteg dulu biar humble?

"Jadi kita akan makan berdua saja, di tempat eksklusif ini, hanya karena aku belum sarapan?"

Raymon menatapnya, tenang. "Ya, dan karena aku ingin mengenalmu lebih baik." ucapnya.

Yue mendecak pelan, menyandarkan punggung.

"Ini bukan perjodohan, ini pengadilan versi mahal."

Raymon tersenyum samar. "Lalu, biarkan aku menjadi hakimnya. Dan kau terdakwa yang harus membuatku jatuh cinta." jelasnya.

Yue hampir menjatuhkan sendoknya.

Sial, pria ini bukan karakter drama. Dia lebih buruk, lebih licin, lebih gila dan lebih berbahaya.

Dan untuk pertama kalinya, dia tidak tahu skrip apa yang bisa menyelamatkannya dari pria mengerikan ini.

Yue melirik para pelayan yang menghidangkan makanan, matanya tak sengaja melirik seseorang yang dia kenal Helena teman satu kelasnya di Senior High School yang begitu tak menyukainya, entah karena apa.

Mungkin iri atau karena Helena selalu merasa Yue terlalu sempurna, cantik, pintar, dan lahir dari keluarga terpandang.

Tapi saat itu, Yue bahkan tak pernah merasa dekat dengannya, mereka hanya sesekali berbincang dalam lingkaran yang sama, dan tidak pernah benar-benar akrab.

Tapi tatapan Helena saat itu, penuh dendam yang tidak masuk akal.

Kini, bertahun-tahun kemudian, wajah itu kembali muncul di hadapannya dengan seragam pelayan restoran mewah ini, membawakan roti dan mentega di atas piring porselen.

Yue menegang.

Helena juga melihatnya, dan untuk sepersekian detik, senyuman manis profesionalnya tergelincir. Matanya menajam, lalu segera kembali netral seolah tak terjadi apa-apa.

Tapi Yue tahu, Helena mengenalinya.

"Silakan, hidangan pembuka." ucap Helena pelan, meletakkan piring di meja Raymon bukan Yue.

Bahkan cara dia menolehkan wajah, seolah ingin menunjukkan Yue tidak cukup penting untuk dilayani olehnya.

Yue mengangkat alis, lalu tersenyum kecil.

"Oh... jadi kau pikir aku ke sini sebagai tamu biasa ya? Menarik."

Raymon melirik Yue lalu ke Helena. Tatapan tajam pria itu membuat pelayan lain otomatis mundur satu langkah, tapi Helena tetap berdiri, menunggu aba-aba seperti robot dengan senyum palsu.

Yue, masih tersenyum, menyisipkan serbet di pangkuannya.

"Apa kamu... Helena, ya?" tanyanya manis tapi menusuk.

Helena menegang. "Iya, Tuan Putri Yue, saya ingat." jawabnya.

Nada suaranya datar, tapi senyum itu tidak sampai ke mata.

Raymon menyela, dingin. "Ganti pelayan kami. Sekarang." ucapnya.

Helena membuka mulut, hendak protes, tapi tatapan Raymon membungkamnya.

Dia menunduk, membungkuk. "Maaf, Tuan."

Yue menatap pria itu. "Itu, agak kasar."

Raymon mengangkat bahu. "Aku tidak suka orang yang menyentuh makananku sambil menyimpan racun di hatinya." ungkapnya.

Yue mengerjap, dia tahu. Dari mana dia tahu?

Dan entah kenapa, meski harusnya merasa kasihan pada Helena, bagian kecil dalam dirinya malah merasa dilindungi.

Masalahnya, dia tidak yakin apakah Raymon melindunginya karena tulus, atau karena dia menganggap Yue adalah miliknya.

Yue merinding. Bukan karena cuaca, bukan pula karena udara dari pendingin ruangan yang menyentuh kulitnya.

Tapi karena pria di depannya ini, menatapnya seperti seseorang yang tahu segalanya. Seolah dia bisa membaca isi pikirannya, tahu masa lalunya, tahu setiap luka dan rahasia yang selama ini dia simpan rapi.

Ini tidak normal, ini menyeramkan.

"Aku hanya tak ingin ada racun dalam lingkaranku." kata Raymon santai, sambil memutar sendok kecil di cangkir tehnya. Suaranya rendah tapi penuh kuasa.

"Termasuk dari orang yang memandangmu seperti musuh, padahal kau bahkan tidak mengingat kenapa dia membencimu." lanjutnya.

Yue nyaris tersedak. "Tunggu, kau tahu hubungan kami?" tanyanya.

Raymon menatap langsung ke dalam matanya.

"Aku tahu lebih dari itu." jawabnya.

Yue menggenggam serbetnya erat-erat.

Ini gila, pria ini terlalu banyak tahu dan yang lebih menakutkan, kenapa dia peduli?

"Kenapa kau melakukan ini semua? Maksudku, menjemput, membawaku ke restoran pribadi, mengusir orang hanya karena mereka tidak menyukaiku?" tanyanya dengan suara pelan, nyaris gemetar.

Raymon mencondongkan tubuh ke depan, wajahnya hanya beberapa inci dari Yue.

"Aku tidak suka membiarkan hal-hal kecil mengganggu apa yang menjadi milikku."

Deg. Kata-kata itu menghantam Yue seperti palu godam.

"Aku bukan-"

"Belum." potong Raymon dengan tenang, matanya memicing. "Tapi cepat atau lambat, kau akan jadi milikku. Dunia hanya belum tahu saja." ujarnya.

Yue menatapnya lekat-lekat. Separuh dari dirinya ingin berdiri dan kabur sejauh mungkin, tapi entah kenapa kakinya tak bergerak.

Apa ini ketakutan, atau rasa tertarik yang salah arah?

Dia benar-benar tidak tahu. Yang jelas, ini bukan jenis cinta ala drama Korea yang dia bayangkan.

Ini jauh lebih berbahaya dan lebih nyata.

Tbc

1
Syaquilla Mbull
author aku suka
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!