Masa remajaku tidak seindah remaja lain. Di mana saat hormon cinta itu datang, tapi semua orang disekitarku tidak menyetujuinya. Bagaimana?
Aku hanya ingin merasakannya sekali saja! Apa itu tetap tidak boleh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riaaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
"Cuma gegara Alex belain Suci, lo mau bunuh diri?! Ke psikolog lo sana! Gangguan jiwa!" omel Wisnu padaku.
Dengan cepat aku mendorongnya menjauh dan menggenggam erat tali rafia. Bersiap untuk mencekiknya dengan tali itu.
"Woiii! Mut! Anjir! Sadar Woi!" teriaknya menahanku.
"SIAPA YANG BILANG GUE MAU BUNUH DIRI?! GUE MAU BUNUH LO!" teriakku kesal.
"Tapi tadi lo nangis! Gue kira lo mau bunuh diri. Gue cuma nahan lo aja," ucapnya dengan bersusah payah menahan tanganku.
Aku lepaskan dia sebelum mati. "GUE MAU IKET PAGERNYA! UDAH MAU ROBOH GINI!"
"Ya mana gue tau."
"JANGAN BOLOOOS!" teriakan itu membuatku terkejut. Sama halnya dengan Wisnu.
Tiba-tiba dia menarikku untuk berbaring di semak-semak.
"Mau ngapain?" tanyaku yang langsung dibekapnya. Memberi pertanda bahwa aku harus diam. Dia menunjuk ke arah pagar.
Aku menoleh meski mulutku masih dalam bekapannya. Guru BK berdiri di sana dan memeriksa sekitar pagar. Hampir saja kami ketahuan. Kami b rdiam sebentar hingga Guru BK benar-benar pergi dari tempat tersebut.
Wisnu melepaskan bekapannya dan bernapas lega. Ia berbaring di semak sebelahku. Bahkan dia tidak takut ular atau apapun ada di sana.
"Jadi lo udah tau kalo Suci ngedar?" tanyanya.
"Ngedar tuh apa sih? Gue ga ngerti lo ngomongin apaan! Gue ga sekolah kemaren-kemaren gegara masuk tumah sakit. Maksud lo ngedar tuh apaan? Gue ketinggalan berita apaan tentang Suci?!" omelku.
"Dua hari yang lalu, ada razia make up! Razianya mendadak. Pas kita semua lagi apel pagi di lapangan, terus semua OSIS periksa ke kelas-kelas bareng Guru BK. Salah satu OSIS nemu barang itu di tasnya Suci."
"Barang apa? Suci pake make up?! Masa iya?! Waktu itu gue pake krim muka doang, malah diejekin dari dia!" sahutku. "Aaaww!" Tiba-tiba Wisnu menarik sedikit rambutku.
"Barang itu! Lo masih ga ngerti?!" omelnya.
"Apa?"
"Ck." Ia berdecak kesal. "Sa*bu!"
Aku terdiam sejenak. "Mungkin bukan punya dia. Dia difitnah orang!"
"Dia sendiri udah ngaku ke kepala sekolah. Dia disuruh orang buat jualin, soalnya dia butuh duit."
"Loh, bukannya Suci kerja part-time di resto?" tanyaku.
"Dia bohong. Part-time dia itu ya ngedar! Gue udah tau dari lama, makanya gue selalu berantem sama dia. Gue nyuruh dia berhenti, tapi dia ga mau dengerin gue."
Aku terdiam sejenak.
"Lo mau bantuin gue?" tanya Wisnu menoleh ke arahku.
"Bantu apaan?"
"Gue mau laporin bandarnya ke polisi. Biar Suci ga kerja itu lagi!"
"Kan Suci udah ketahuan, emangnya dia masih jualan itu?" tanyaku.
"Masih! Semalem gue lewat di gang tempat biasa dia nganter, dia masih ada di situ. Gue kejar, tapi dia kabur."
"Suci jualan obat terlarang, tapi kenapa Alex belain Suci?" tanyaku.
"Ga tau. Suka kali sama Suci."
Aku terdiam mendengar jawaban tersebut. Dugaan yang tak aku sukai.
"Kenapa?" tanya Wisnu setelah aku berdiam diri beberapa saat. "Cemburu lo?"
"Kalo gue bantuin lo, pasti Alex ga suka. Pasti dia bakalan tambah belain Suci!" balasku.
"Ya terserah Alex sih. Lagian yang salah itu Suci. Ngapain dia belain? Itu kan berarti dia belain orang yang salah."
"Tapi gue bisa jadi berantem ga sih sama Suci kalo kayak gini? Apa mending gue bantuin dia nyari kerja part time lain aja? Biar dia punya opsi lain buat dapet duit," ucapku.
"Ya coba aja. Yang penting Suci ga ngedar lagi."