Siapa sangka moment KKN mampu mempertemukan kembali dua hati yang sudah lama terasa asing. Merangkai kembali kisah manis Meidina dan Jingga yang sudah sama-sama di semester akhir masa-masa kuliahnya.
Terakhir kali, komunikasi keduanya begitu buruk dan memutuskan untuk menjadi dua sosok asing meski berada di satu kampus yang sama. Padahal dulu, pernah ada dua hati yang saling mendukung, ada dua hati yang saling menyayangi dan ada dua sosok yang sama-sama berjuang.
Bahkan semesta seperti memiliki cara sendiri untuk membuat keduanya mendayung kembali demi menemui ujung cerita.
Akankah Mei dan Jingga berusaha merajut kembali kisah yang belum memiliki akhir cerita itu, atau justru berakhir dengan melupakan satu sama lain?
****
"Gue Aksara Jingga Gayatra, anak teknik..."
"Meidina Sastro Asmoro anak FKM, kenal atau tau Ga?"
"Sorry, gue ngga kenal."
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada hati yang merindu
Jangan salahkan keadaan yang memaksa Mei harus selalu berada dalam jangkauan Jingga, ketua--sekertaris, merupakan satu paket lengkap ketika bendahara hanya memback up di belakang.
Kemana Jingga pergi, kemana Jingga duduk...seperti ada peraturan tak tertulis, untuk Mei mengikutinya, termasuk saat perjalanan mereka ke balai desa sekarang, membuat Mei jadi merasa salah tingkah dan gugup.
"Guys gue bareng si----" belum selesai Mei bertanya pada beberapa dari mereka yang menoleh dan meributkan boncengan.
"Bareng gue aja." Jingga sudah duduk di jok motor memasukan kunci dan menstaterkan motornya itu.
"Ini motornya kan cuma ada 6, soalnya Jovi ngga bawa, Mahad juga bawanya mobil."
"Yang satu dempet tiga. Lan...motor lo kan n-max, lo bareng Jovi sama Mahad." ujar Maru sempat membuat Mahad menoleh horor, "ogah lah, gue numpang di elu aja."
"Lah terus, masa Jovi dempet tiga bareng Arlan sama Lula...ngaco andahh..."
Duh, bukan apa-apa, ngang kang di motor dengan jok besar bikin ia merasa direnggut keperjakaannya, ambeien yang ngga pernah usai. Namun mau tak mau Mahad akhirnya setuju mengingat jalanan ke balai desa sulit dilewati mobil, ia malas jika kejadiannya harus seperti semalam.
"Buru naik. Udah pada ditungguin...pak Sulaeman juga ada disana."
Mei menatap sebentar boncengan Jingga dengan sorot mata nyalang, dulu...ia pernah naik, sering malah... dan itu adalah tahta terindah yang pernah ada baginya saat itu, mungkin hingga kini.
"Naik.." Jingga menoleh singkat membuat Mei bergegas naik.
Seharusnya ia menolak...
Seharusnya ia meminta pindah, namun melihat semua boncengan telah terisi, mau tak mau Mei menerimanya.
Satu persatu motor mereka sudah melengos pergi, terkecuali motor Jingga dimana Mei sudah naik ke boncengan sejak tadi, namun Jingga membiarkan teman-temannya pergi duluan, "Ga." Mei menegurnya, barangkali ia melamun, namun nyatanya Jingga langsung menyahut pertanda jika ia tidak sedang melamun.
"Pegangan." Tangan Jingga terulur ke belakang demi menarik tangan Mei untuk berpegangan padanya setelah sebelumnya Mei merapatkan cengkraman di belakang jok.
"Jalan ke balai desa berbatu, dan bergelombang, nanjak pula." Jelasnya. Tangan Mei merambat memegang pinggang almamater Jingga ragu, "oke. Tapi ini sorry banget ya...bukan maksud apa-apa kok, takut cewek lo marah, Ga." Ucap Mei diangguki Jingga, "ngga apa-apa."
Ada hati mencelos rindu disana, saat Jingga mulai melajukan motornya.
Di balai desa, kedatangan mereka disambut oleh pak Imam selaku kades Cikalong bersama jajarannya, ibu-ibu PKK, dan pemuda karang taruna disana, tak lupa pihak kampus yang mewakili turut hadir disana meski tak bisa berlama-lama.
"Wilujeng sumping, akang, teteh..."
Spanduk berprint dibentangkan di depan balai desa.
...Wilujeng sumping di Desa Cikalong Wetan...
...Mahasiswa KKN angkatan ke 78 UNJANA...
Lapangan balai desa yang disulap menjadi tempat acara penyambutan telah dipasangi tenda macam orang hajatan, dengan kursi-kursi berderet yang kini sudah diisi oleh mereka.
"Berasa jadi orang penting banget gue hari ini. Disambut-sambut, seketika merasa bermanfaat untuk sesama..." ujar Arlan.
"Persis manten su nat engga, Lan disambut-sambut?" tanya Vio, ditertawai yang lain.
"Zeruu tu the heru...elu manusia apa efek sedekah, njirrr?" bisik Jovian mengundang cekikikan mereka, yang mulai merambat duduk. Tak sadarkah Jingga, jika sejak tadi ia menarik pergelangan Mei untuk senantiasa berada di dekatnya.
Tidak banyak yang sadar akan hal itu termasuk Mei sendiri. Namun Maru yang beberapa kali memergoki genggaman itu juga nyatanya tak begitu peduli.
Pak Kades membuka acara dengan sambutan dan do'a-do'a serta harapannya akan kegiatan kkn ini, untuk kemudian disambut baik oleh pak kadus dan pak Sulaeman.
"Cantik-cantik, ganteng-ganteng ya bapak ibu...si akang teteh mahasiswanya? Sudah kenal?" tanya nya.
Ada yang menyeru belum, ada juga yang berkata sudah, baru tadi pagi.
"Teh Yua, aa Alby!"
"A Jingga..."
"Belum?" pak Kades bertanya kembali.
"Sok mangga atuh mau diperkenalkan satu-satu apa gimana, kan katanya tak kenal maka tak sayang...." tambahnya.
Satu persatu dari mereka memperkenalkan diri mulai dari Jingga, yang kemudian diselorohi oleh pak Kades. Dan saat tiba giliran Mei, ia cukup dibuat gugup, takut jika salah satu dari warga Cikalong ada yang sadar jika dirinya adalah selebgram yang 4 tahun lalu tersandung masalah pembullyan dan body shaming. Namun sepertinya ketakutan itu tak beralasan karena kini mereka justru menatap memuji.
"Saya Meidina Sastro Asmoro, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Ilmu Gizi...UNJANA."
Saya kurang gizi tetehhh! Seru seorang audiens dibalas tawa mereka.
Wah, cocok dijadiin istri kedua? Ehhh maksudnya minantu? Seloroh pak Kades menatap istrinya yang juga terkekeh akan candaan itu, justru ia meminta maaf pada Mei dengan mengatupkan kedua tangannya.
Dan ucapan itu membuktikan sisi humoris nan pribadi ramah dari sosok kades Cikalong ini. Rapat dan pembukaan kegiatan kkn siang ini tak tegang dan sekaku yang dibayangkan, karena nyatanya suasana sudah mencair sejak tadi.
"Jadi tolong dibantu akang-teteh kkn-nya ya bapak-bapak, ibu-ibu, akang teteh karang taruna....kita disini saling-saling aja lah...akang teteh mahasiswa juga datang kesini buat melakukan perubahan, demi kemajuan..." ujarnya melirik sejenak ke arah pak Sulaeman dan para mahasiswa, "bukan begitu?" mereka manggut-manggut.
"Untuk program kerja yang akan dilaksanakan selama 45 hari di Widya Mukti---Cikalong ini, mangga saya persilahkan waktu dan tempatnya untuk akang Jingga..."
Lantas mic bergulir ke arah Jingga yang kemudian berdiri.
"Oke. Terimakasih atas sambutan hangatnya dari pak kades, pak kadus, pak sekdes, bapak, ibu, terutama pak Agus dan bu Sri yang sudah mau kami repotkan.." ia melirik sebentar pada sepasang suami istri yang turut hadir disana dan menjempoli Jingga dari kejauhan.
"Langsung saja, program kerja yang kami bawa kesini...dan insyaAllah akan kami kerjakan semaksimal mungkin dalam waktu 45 hari itu, yang pertama melakukan pendampingan umkm desa, ya...dimana...sejak awal survei, kami menjumpai beberapa home industri yang belum dikembangkan dengan maksimal, bakat-bakat bisnis yang belum bisa tersalurkan----"
Mereka tertegun memperhatikan dan menyimak ucapan demi ucapan Jingga. Sikap provider man memang cocok tersemat untuknya, karena ia...tanpa sedikit pun merasa gugup dan panik menjabarkan beberapa program kerja kelompok 21 disini. Menularkan kepercayaan dirinya sehingga siapapun yang menyaksikannya akan langsung memberikan kepercayaan dan harapan padanya, dimanapun ia berdiri dan bicara, seolah semua atensi akan langsung tertuju padanya.
Mei berusaha setengah mati untuk tak terlihat terpukau pada Jingga, mencoba sibuk sendiri mencatat apa-apa saja yang kiranya penting.
"Oke untuk pendampingan umkm desa, ada rekan saya Nararya Zaltan dan Purwangga Mahadri sebagai penanggung jawabnya." Lantas kedua orang yang ditunjuk Jingga berdiri, gema tepukan tangan kembali membuat riuh.
"Untuk proker selanjutnya ada pembuatan kampung baca....mengutip dari data statistik desa, dimana jumlah anak usia-----" dan kembali semua dilahap habis oleh si mantan ketos pada masanya ini.
"Jingga keren banget sumpah, kalo udah bawa-bawa statistik tuh kaya liat Ganjar Pranowo lagi debat pilpres...." Vio mepet-mepet ke arah telinga Mei hanya demi mengungkapkan pujiannya, Mei melirik getir dan menahan tawanya.
"Dan untuk itu, ada Raras Nalula sebagai penanggung jawabnya." Lula membungkuk, hanya saja bedanya ketika ia berdiri ada suit-suitan genit dari kaum bujangan karang taruna yang seketika mengundang riuh dan teguran bernada kelakar pak kades.
"Oke, kita lanjutkan....ada pembentukan paguyuban wana tani, pembuatan greenhouse dan pelatihan sistem kebun hidroponik dan akuaponik serta pengadaan alat-alat pertanian yang akan memudahkan para petani disini. Program ini diharapkan mampu meningkatkan dan mengembangkan produksi pertanian disini, seperti halnya di Jepang...." Jingga kembali menyeret lamunan dan daya pikir para audiens membumbung lebih jauh, seolah memberikan secercah harapan baru tentang masa depan maju.
"Dan untuk itu, rekan saya Sultan Tri Alby yang akan menjadi penanggung jawabnya."
"Lanjut...untuk masalah penunjang kegiatan masyarakat dan meminimalkan adanya tindak kejahatan di area rumpun bambu, kami akan membuat jalur listrik yang sumber energi listriknya dari irigasi dan pengairan yang ada di desa ini, melihat begitu berpotensinya hal itu....dan untuk itu, ada rekan saya Raindra Jovian sebagai penanggung jawabnya."
"Sebagai penutup program kerja kami dan bukti cinta kami pada anak-anak warga desa Cikalong, akan ada sesi konsultasi gizi di setiap pekannya oleh rekan saya..." Jingga melirik sejenak Mei, "Meidina Sastro Asmoro."
Lantas gemuruh bukan hanya ditunjukan ibu-ibu pkk yang sejak tadi heboh, namun juga ditunjukan oleh para kaum bapak dan pemuda disana.
"Itu teh khusus untuk anak-anak balita aja atau seumuran saya juga bisa, kang?" tanya seorang bapak, yang kemudian disoraki dan memicu riuh tinggi tawa serta teguran kembali dari pak Kades.
Acara penyambutan dan rapat proker sudah selesai. Pak Sulaeman langsung menjabat tangan Jingga, "semoga sukses kalian disini, saya harap dan do'akan program kalian lancar sampai di akhir acara kkn."
"Aamiin, pak."
"Titip nama kampus. Nanti sewaktu-waktu saya kembali untuk melihat perkembangan proker kalian..."
Mereka manggut-manggut, "siap pak."
"Maaf saya ngga bisa lama-lama, masih harus liat kelompok kkn yang lain..."pamitnya.
Acara formal sudah berlalu sejak tadi, namun suasana masih ramai dengan hidangan yang sengaja disajikan untuk para mahasiswa dan tamu undangan oleh pihak balai desa.
Bahkan, beberapa dari mereka sudah berpencar mencari kesibukan sendiri. Di kerumunan sana, Ada Nalula bersama Vio dan Senja sedang bicara dengan pimpinan pengurus BKB/Paud yang ada di desa itu termasuk beberapa guru taman kanak-kanak.
Sementara dua kumpulan mahasiswa ada yang bersama pak kadus dan pemuda taruna karya serta...
Mei mengernyit mengurai senyuman setengah cekikikan renyah melihat Jingga, Maru dan Alby yang dikelilingi ibu-ibu gerakan tani. Bukan hanya itu, Jingga yang duduk di kursi besi hajatan itu kini tengah bermain dengan seorang anak dimana si ibu sibuk mengobrol dengan Alby dan ibu lain.
Sampai...
"Teh Meidina..."
"Eh, ibu kades...." angguk Mei segera mengangguk saat ia diminta untuk bergabung dengan ibu-ibu pkk.
"Mau dibikin jadwal konselingnya langsung atau gimana, teh?" tanya seorang lain, terlihat jelas mereka ibu pkk dengan seragam bercapkan bkkbn.
.
.
Vio masih tertawa, ketika ia mengangkat kresek merah dan hitam hasil menjarahnya di tempat acara.
Ia tidak mencuri, siapa suruh ditawarin...selagi ada makanan gratis ia akan membawanya ke posko.
"Ngga usah pada protes malu-maluin, ya...gue kaya gini, yang enak kalian-kalian juga." Cecar Vio saat menyadari tatapan teman-temannya.
"Bukan protes Vio, padahal tadinya gue mau bilang...kresek lo kurang gede." Jawab Zaltan.
Mereka tertawa sambil berjalan menuju parkiran.
.
.
.
eeeeh tapi ngapain jingga n mei didlm????
jadi jangan ada yg di tutup²in lagi ya cantik