MUTIA

MUTIA

1

"Mut!" panggil Suci melompat dari jendela.

"Nande? Lo ngapain masuk lewat situ?!" omelku.

"Ada Wisnu di koridor. Gue ga boleh lewat situ," jawabnya.

Wisnu dan Suci memang sering bertengkar, aku tidak tahu alasannya apa. Tapi mereka memang sering begitu.

"Mut, liat PR Bahasa Inggris lo, dong! Gue belum bikin." Baru ingat sesuatu.

"Hah?! Gue juga belum bikin!"

"Kenapa ga lo bikin, Mutia?! Ngapain aja lo seharian?! PR udah dari minggu kemaren!" omel Suci padaku.

"Eh! Lo juga belum bikin! Gue belum bikin ya karena gue sibuk nonton anime! Kalo lo ngapain?" balasku.

Dia malah menggaruk tengkuknya yang aku yakin bahwa itu tidak gatal.

Tiba-tiba Alex datang dan menaruh bukunya di atas mejaku.

"Uwu! Kiw kiw!" Suci langsung mengejekku.

"Apaan sih!" omelku.

"Untung punya ayang pinter." Suci lebih dulu menyalin jawaban Alex.

Padahal aku tidak berpacaran dengan Alex, kami hanya suka main game bersama dan tidak sedekat itu. Mungkin dia sedang berada di hari yang baik sekarang.

"Lo pernah mikir ga sih, Ci?" tanyaku.

"Lo kira gue apaan? Anoa?! Gini-gini otak gue, otak manusia!" balasnya dengan emosi.

"Maksud gue, lo pernah mikir ga kalo Alex suka sama gue?" bisikku.

"Udah dari dulu sih, gue sama Bulan bilang dia suka sama lo, cuma lo aja yang buta. Makanya ngeliat orang itu pake mata kepala sama mata hati, jangan pake mata kaki!" oceh Suci.

Dia memang begitu. Tapi, masa sih Alex suka sama gue?

***

Malam ini, Alex mengirim pesan untuk main game bersama seperti biasanya. Aku memenuhi pintanya.

Kami hanya bermain berdua, sebab Suci dan Bulan tidak suka main game. Bulan main game, tapi gamenya berbeda denganku.

"Lo ga niat nyari cowok buat gendong tier?" tanya Alex membuatku sedikit merasa aneh.

"Ga ah, gue bisa sendiri. Ga butuh gendongan," jawabku.

"Oh, lo mau gue gendong?" godanya.

"Ha ha! Lo aja dapet coklat mulu!" ejekku.

"Emang lo ga mau nyari cewe user support biar bisa combo skill sama lo?" tanyaku.

"Cewek gue user support, tapi jarang login."

~Deg!

Ow, ternyata Alex sudah punya pacar. Setelah mendengar hal itu, aku menjadi lebih banyak diam. Meski dia terus memancing obrolan. Rasanya aku bosan main game malam ini.

"Tumben lo ga ngoceh." Kalimat Alex yang kini terdengar frustrasi menghadapi diamku.

"Mode serius," jawabku sambil terkekeh.

Dia juga ikut terkekeh mengejekku.

Setelah permainan selesai, aku keluar dari game terlebih dahulu tanpa memberi pamit.

"Lo kenapa?" tulis Alex pada pesan WA-nya untukku.

"Mau tidur, besok pagi mau jalan-jalan sama Suci-Bulan," balasku.

"Oke. Have a nice dream," balasnya dan langsung kumatikan data ponsel.

Ternyata Alex sudah punya pacar. Apa aku harus membatasi diri untuk tidak terlalu dekat dengannya? Tapi aku tidak punya teman main selain dia.

Ah. Ada sedikit rasa kecewa. Ternyata baiknya selama ini sudah aku salah artikan. Dia memang baik, bukan berarti suka denganku.

Kembali kubuka ponsel dan mencari tahu siapa pacar Alex. Kubongkar sosial media Alex. Aku juga menyelam ke dalam ribuan postingan Alex di Facebooknya.

Akhirnya aku menemukan satu postingan berulang setiap tahun.

[Masih dengan orang yang sama]

Ternyata Alex sudah berpacaran selama 4 tahun dengan wanita itu. Wanita cantik putih, tinggi, langsing, dan terlihat sangat pintar.

Kutatap pantulan diri di cermin lemari. Tanpa beranjak dari kasur, aku bisa melihat tubuhku secara utuh.

"Pendek, gendut, dekil!" umpatku padanya. "Mana mungkin Alex suka sama lo! Ngaca! Rambut lo aja bau apek! Pipi lo udah kayak Bakpao! Lo kira Alex baik karena apa? Karena suka sama lo? Dia emang baik dari sononya! Lo liat tuh ceweknya Alex! Cantik! Ga kayak lo! Kulit lo aja coklat! Kayak monyet!"

Aku terdiam menatap diriku yang tak nyata itu. Semakin lama aku berdiam diri, rupanya sakit dadaku berangsur-angsur melebur menjadi air mata.

"Gue jelek," bisikku sambil membiarkan air mata mengalir.

Tiba-tiba ponselku berdering nyaring. Panggilan dari Suci.

"Halo! Mut! Lo ke sini sekarang! Cepetan gue shareloc!" pekiknya.

"Mau ngapain? Gue lagi galau," tanyaku.

"Mending lo buruan ke sini. Bulan mau bunuh diri!"

HAh?!

Secepatnya aku mengendarai motor ke lokasi yang Suci bagikan melalui Whatsapp.

***

Sesampainya aku di sana, Suci sedang menangis, sementara Bulan malah tertawa.

"Woi kalo ini prank, asli ga lucu!" omelku sembari mendekati mereka.

"Gue tau hidup lo berat, Bul! Tapi jangan pendek akal!" oceh Suci sembari menangis.

"Lucu aja sih, gue mau jadi kucing. Gue capek jadi manusia," balas Bulan.

"Ini kenapa sih?" tanyaku tak mengerti.

"Iya. Lo kenapa, Bul? Nyokap tiri lo lagi?" tanya Suci.

Bulan tak memberikan jawaban apapun. Kami berdiam diri. Aku berinisiatif untuk memeluk Bulan. Sebab aku ingin menangis setelah tahu bahwa Alex sudah memiliki pacar yang tak mungkin bisa aku saingi.

Tiba-tiba Bulan menangis dalam pelukanku. Ia menangis sejadi-jadinya. Meski kami tanya kenapa, dia tak memberikan jawaban.

"Kalo lo ada maslaah, cerita aja ke kita, Bul. Jangan dipendam sendiri. Gue juga punya masalah. Tadi nyokap gue minta duit ke gue, gue kasih, tapi adek gue malah mintain duit itu ke nyokap gue, dengan tololnya nyokap gue kasih ke dia. Gue sakit hati banget. Gue kerja mati-matian sambil sekolah, tapi nyokap gue malah ga mikirin itu. Apa yang adek gue mau, selalu dikasih!" oceh Suci membuatku terdiam.

"Rumah lo ada makanan ga, Mut? Gue laper," tanya Bulan sambil sesenggukan.

"Ada, ibu gue masak banyak sih tadi. Habis belajar bikin Opor, ga nanggung-nangggung, bikin 2 kilo. Padahal di rumah cuma gue sama ibu. Kalo lo mau bawa pulang juga boleh, ntar taroh di kulkas, kalo lo mau makan lagi, dipanasin aja," balasku.

"Gue udah makan di rumah, tapi mau juga. Boleh ga, Mut?" tanya Suci.

"Boleh! Bawa pulang juga boleh. Kasih nyokap lo. Pasti nyokap lo ga makan malam lagi gegara adek lo serakah!" balasku membuatnya terkekeh.

"Memang anak monyet satu itu! Kemaren juga nyokap gue sampe ga makan, gegara nasi sisa satu porsi, malah dihabisin dari dia. Padahal dia udah makan! Itu kan jatahnya nyokap gue!" oceh Suci.

"Gue juga ga kebagian makanan, gegara nyokap tiri gue kasih jatah gue buat anaknya. Makanya gue mau nyusul mama aja, setidaknya kalo udah mati, ga butuh makanan lagi." Akhirnya Bulan membuka kisah tentangnya.

"Kalo cuma makanan, lo berdua ke rumah gue aja kalo laper. Jangan dibikin pusing," balasku.

"Masalahnya itu bukan lapernya, Mut. Tapi sakit hati!" tegas Suci.

"Bener! Sakit hati! Dikiranya gue ini ga butuh makanan apa? Dikiranya gue ini makanannya rumput di halaman rumah, makanya ga dikasih makan!" Bulan mulai mengoceh.

Mendengar ocehan mereka berdua yang mengumpat kehidupan semakin terasa sulit sebab perkara makanan, aku malah terdiam menatap saja. Aku tidak pernah sakit hati soal makanan di rumah. Tapi, kalau aku cerita sakit hati karena pria yang aku sukai sudah memiliki pacar, pastinya aku terlihat lemah. Jadi aku tidak menceritakan soal Alex pada mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!