Impian setiap wanita adalah menikah dengan pria yang mencintai dan dicintainya. Namun takdir berkata lain untuk Azura, gadis cantik yang terpaksa menikah dengan pria pengidap gangguan jiwa demi kepentingan keluarga tirinya.
Meski sang ayah masih hidup, hidup Azura sepenuhnya digenggam oleh ibu tiri yang licik dan kejam. Akankah Azura mampu bertahan dalam pernikahan yang tak diinginkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 8 - Seperti anak kecil
Dengan perasaan sedikit tidak nyaman, Azura pun berjalan menuju meja makan dan berharap Rangga akan mengikutinya.
Namun sampai Azura sudah duduk pun Rangga masih duduk dengan posisi yang sama dan terus menatapnya.
"Rangga, kemarilah... Kita makan bersama," ajak Azura namun Rangga tidak menggubris sehingga membuat Azura merasa semakin tidak nyaman.
Kini, Azura duduk di ujung meja makan panjang yang mewah. Meja itu dihiasi taplak bermotif emas dan lilin-lilin putih yang menyala, serta hidangan lezat hasil tangan para juru masak keluarga Adrian.
Tapi sayangnya, makanan seenak apapun yang ada di hadapannya terasa hambar dan tidak berselera di mata Azura.
Ia nampak berpikir, lalu melirik ke arah Rangga yang masih terlihat linglung dan berada cukup jauh dari meja makan.
Rangga masih dalam posisi yang sama seperti sebelumnya, duduk kaku, membatu, dengan mata yang terus menatap Azura tanpa kedip.
Sungguh membuat bulu kuduk merinding.
"Rangga… ayo kemarilah," ajak Azura lagi sambil menepuk kursi kosong di sebelahnya. "Kita makan bersama, ya..."
Namun tetap saja. Tidak ada reaksi.
Azura pun menunggu beberapa detik… namun laki-laki itu bahkan tidak bergeming. Wajahnya tetap sama dengan tatapannya yang kosong.
Azura merasa tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi ia juga merasa lapar. Lalu ia mulai mengambil makanan dan menaruhnya di piring.
Krek. Krek.
Suara sendok dan garpu pun terdengar samar di ruangan besar yang kini sunyi itu.
Tiba-tiba...
“AAAAAAARRGGHHH!!”
Teriakan keras menggema dari arah Rangga berada. Mendadak ia berdiri dan mulai memukul-mukul kepalanya sendiri.
“PERGI!!! JANGAN LIHAT AKU!! JANGAN LIHAT!!”
"Argh!." Azura pun menjerit pelan dan menjatuhkan sendoknya ke piring. Lalu beberapa pelayan yang berjaga langsung bergegas menghampiri Rangga dan mencoba menenangkannya.
"Tuan Muda, mohon tenang... Tenang, kami bukan orang jahat…"
Namun Rangga malah mengamuk lebih hebat dan mendorong salah satu pelayan hingga terjatuh.
Dengan langkah cepat dan tubuh yang menggigil, Rangga berlari menuju halaman belakang, melewati pintu kaca besar dan membiarkannya terbuka dengan terbanting.
Braaakk!!
Angin malam langsung menerpa masuk dan mengusik taplak meja yang sebelumnya rapi hingga sedikit berantakan.
Azura yang masih duduk terpaku kini merasa panik dan air matanya pun berlinang.
Lalu, seorang pelayan perempuan paruh baya yang sejak awal tampak perhatian, perlahan menghampiri Azura dan membungkuk sopan.
"Nona Azura… mohon jangan terlalu takut…" ucapnya pelan. "Tuan Rangga memang sering seperti itu. Beliau… sering mengalami kondisi seperti ini."
Azura mengangkat kepalanya dan memandang wanita itu dengan tatapan yang penuh tanya dan luka.
"Lalu... kenapa aku yang harus menghadapinya?," bisik Azura lirih, lebih seperti berbicara pada dirinya sendiri.
Pelayan itu pun tersenyum samar lalu menjawab, "Karena sekarang Nona adalah istri sah beliau. Kami semua di rumah ini… sudah terbiasa, dan hanya bisa membantu sebisanya. Tapi satu-satunya yang bisa menjangkau hati Tuan Rangga… mungkin hanya Nona."
Azura pun menunduk, lalu menggenggam tangannya yang dingin di atas pangkuannya.
"Tapi… aku bahkan belum mengenalnya," gumamnya pilu.
"Berilah waktu, Nona. Karena seburuk-buruknya luka, jika diberi sentuhan ketulusan… ia bisa berubah jadi kekuatan," balas wanita itu sambil meletakkan tangannya dengan lembut di pundak Azura.
_
_
Kini, Azura menatap kosong ke arah pintu kaca yang kini berayun dan tertutup perlahan oleh angin.
Di kejauhan, bayangan Rangga bisa terlihat samar, ia duduk di bawah pohon besar di halaman belakang sambil menunduk dan menggenggam lututnya seperti anak kecil yang ketakutan.
BERSAMBUNG...
tambah lagi doooooooong