Ingin berbuat baik, Fiola Ningrum menggantikan sahabatnya membersihkan apartemen. Malah menjadi malam kelam dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kesuciannya direnggut oleh Prabu Mahendra, pemilik apartemen. Masalah semakin rumit ketika ia dijemput paksa orang tua untuk dijodohkan, nyatanya Fiola sedang hamil.
“Uang yang akan kamu terima adalah bentuk tanggung jawab, jangan berharap yang lain.” == Prabu Mahendra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Pertemuan (2)
“Mereka sudah datang?” tanya Prabu saat Gama berjalan mensejajarkan langkahnya.
“Sudah pak, belum lama. Pak Candra juga sudah hadir,” jelas Gama lalu menunjuk arah ruang pertemuan yang sudah diatur olehnya.
Bertempat di private room sebuah resto. Sengaja mengambil waktu menjelang sore. Tentu saja suasana tempat itu tidak terlalu ramai. Gama membuka pintu untuk Prabu yang langsung duduk di kursi kosong tepat di sebelah Chandra -- pengacaranya.
“Selamat sore pak Prabu,” sapa Candra.
“Sore, maaf saya terlambat.”
“Tidak masalah, kami paham anda orang sibuk,” sahut Candra.
Gama berdiri tidak jauh dari pintu. Ola dan Maya duduk bersisian dan berhadapan dengan Prabu dan Chandra, sayangnya posisi Ola dan Prabu tepat berhadapan. Prabu menatap Ola yang mendengus kesal lalu menunduk.
Dahi Prabu mengenyit mendapati sikap yang direspon untuknya. Baru kali ini ada perempuan yang berani mendengus kearahnya. Biasanya perempuan sengaja mencuri pandang atau mencari perhatian, ini ia tatap malah menunduk tidak suka.
Diakui oleh Prabu perempuan itu menarik, meski penampilannya sederhana. Melihat dagunya yang lancip jelas bukan hasil operasi juga bibirnya, membuat Prabu menarik nafas mengingat ia sudah menod4i perempuan itu.
‘Brengs3k,’ batin Prabu ditujukan untuk dirinya.
“Baik kita mulai saja,” ucap Chandra lalu memperkenalkan diri bahwa dia pengacara dari Prabu. “Karena yang kita akan bicarakan ini bersifat rahasia dan sensitif jadi tidak perlu banyak orang di sini. Dari pihak kalian tidak ada pengacara yang mendampingi?”
Maya menyenggol lengan Ola.
“Kenapa harus pakai pengacara, memang mau bicarakan apa?” tanya Ola sengit.
“La,” tegur Maya. “Sabar,” bisiknya.
Gama meletakkan tablet di tengah meja dan memutar rekaman cctv lalu mengarahkan ke hadapan Ola. Maya ikut melihat adegan yang diputar. Saat adegan Prabu menarik paksa Ola ke kamar dan mengangkat tubuhnya, langsung dihentikan.
Brak.
Tablet tersebut diambil dan dilempar oleh ke hadapan Prabu.
“Ola,” tegur Maya lagi.
“Kita semua tahu kelanjutan kejadiannya bagaimana, lalu untuk apa saya di sini sampai harus ada pengacara. Kalian mau menuntut? Saya di sini korban,” tutur Ola.
Prabu menatap dengan raut waja datar. Menurutnya wajar kalau ia diperlakukan begitu.
“Sebentar mbak … Fiola Ningrum,” ujar Chandra lalu melepas kaca matanya. “Keberadaan kita di sini untuk membahas masalah itu. Mencari jalan keluar agar tidak ada masalah di kemudian hari dan penyelesaian yang sama-sama menguntungkan untuk kedua belah pihak.”
“Menguntungkan bagaimana, di sini saya yang dirugikan. Dia ….” Ola menarik nafas sambil menunjuk wajah Prabu.
Chandra membuka map dan mengeluarkan selembar dokumen dan disodorkan kembali ke hadapan Ola.
“Ini baru draft bisa dibaca dulu. Yang saya kosongkan bisa kita isi sesuai kesepakatan.”
Ola dan Maya membaca konsep surat yang dikatakan Chandra masih draft dan belum fix. Mendadak hati Ola panas karena dokumen itu adalah surat perjanjian tidak akan menuntut dan menyatakan kejadian antara Prabu dan dirinya di malam itu atas dasar suka sama suka.
“Mbak Fiola mungkin merasa menjadi korban, tapi perlu digaris bawahi kalau anda tidak ada izin berada di kediaman milik Prabu. Kita diskusikan jalan keluarnya.”
“Jalan keluar apa, temen saya udah nggak per4wan,” cetus Maya sama kesalnya dengan Ola.
“Gama,” panggil Prabu.
“Jadi, pihak kami bisa memberikan santunan untuk Mbak Fiola, bisa jadi setelah malam itu terluka atau trauma,” jelas Gama. “Atau mbak Fiola ada penawaran untuk menyelesaikan masalah ini?”
“Sebutkan saja nominalnya.” Kali ini Prabu yang bicara.
“Nominal?” Ola mengulang ucapan Prabu.
“Hm. Sebutkan jumlah uang yang kamu minta. Selama masuk akal, saya bisa berikan.”
Ola berdecak dan menatap sinis Prabu dan Chandra bergantian. Merasa terhina dengan penawaran yang diberikan. Harga dirinya akan dibayar dengan sejumlah uang. Sama saja ia menjual diri, apa bedanya dengan pel4cur.
Emosi rasanya sudah ke ubun-ubun. Ingin sekali menyerang pria itu, hanya saja masih berusaha sabar. Tidak masalah kalau ia dilaporkan dan dipecat dari pekerjaan, tapi ini bukan hanya tentang dirinya. Ada Maya juga yang akan terlibat.
“Saya korban seharusnya anda tanggung jawab, bukan seperti ini. Saya tidak menjual diri, kalian sudah menginjak-injak harga diri saya.”
“Mbak Fiola, bukan begitu. Justru ini bentuk tanggung jawab dari Pak Prabu,” seru Chandra. “Coba dibaca lagi dengan baik, pikirkan dengan kepala dingin.”
“Otak kalian yang harus didinginkan,” sentak Ola.
“La,” panggil Maya sambil mengusap bahu sahabatnya. Ia bingung dengan situasi yang mereka hadapi. Ingin frontal membela Ola, pasti kalah. Yang mereka hadapi bukan orang sembarangan.
“Kalau bukan uang, tanggung jawab apa yang kamu inginkan?” Prabu kembali bicara. Ia pikir Ola hanya mengulur waktu karena ingin mendapat kompensasi lebih besar. “Uang yang akan kamu terima adalah bentuk tanggung jawab, jangan berharap yang lain.”
“Kamu ….” Ola sudah berdiri sambil menunjuk Prabu.
“La, sabar. Tenangkan diri kamu,” bisik Maya ikut berdiri dan memaksa Ola untuk duduk lagi.
“Saya bisa laporkan kamu, bersiaplah untuk dipenjara.”
“Mbak Fiola,” ucap Chandra. Sedangkan Prabu malah menunduk sambil memijat dahinya.
“Mau lapor? Kamu tahu dari rekaman cctv dan posisi kamu masuk tanpa izin termasuk pelanggaran. Tidak ada bukti kalau saya melakukan sesuatu,” tutur Prabu. “Pak Chandra, kalau mereka tidak bisa diajak kompromi dan bisa menimbulkan masalah. Bawa masalah ini ke jalur hukum. Kita pasti menang.” Prabu tersenyum sinis lalu beranjak dari sana.
“Tunggu, pengecut! Kalian orang kaya hanya berani dengan yang lemah. Saya korban kenapa malah saya yang dilaporkan,” teriak Ola.
Gama bingung ingin menyelesaikan masalah atau mengikuti Prabu. “Pak Chandra, tetap kondusif,” ucapnya lalu mengejar Prabu.
“Mbak Fiola, tenang dulu. Duduklah dan kita bicara baik-baik. Tolong tenangkan teman anda.”
“La, dia benar. Kita harus tenang, lo jangan emosi begini,” tutur Maya. “Gue udah bilang ini bisa jadi bumerang,” bisik Maya.
“Ayo duduk, kita bicarakan baik-baik.”
“Semua baik sebelum pertemuan ini. Sampaikan pada pria tadi, saya tidak butuh uangnya. Biar Tuhan yang balas apa yang sudah diperbuat. Aku sumpahi dia tidak akan mendapatkan jodoh apalagi keturunan, kecuali aku maafkan.”
Ola meninggalkan tempat pertemuan masih dengan amarahnya. Bagaimana tidak, masa depannya jelas hancur. Entah apa ada pria yang mau menerima kondisinya dengan status gadis, tapi tidak per4wan. Sedangkan pelaku malah menawarkan uang ganti rugi karena sudah merusak hidupnya.
“Ola, tunggu!” Maya mengejar langkah sahabatnya.
“Gue mau sendiri, please."
Maya mengalah dan hanya menemani sampai Ola mendapatkan taksi meninggalkan restoran.
“Bukan Cuma hidup lo yang hancur La, tapi nasib kita juga hancur. Pak Prabu pasti melaporkan masalah ini ke manajemen dan kita bakal dipecat.”
crazy up thor semangat"
anak kandung disiksa gak karuan ehh anak tiri aja disayang² gilakk
kalo maya pindah nanti sepi
. kasian a' gama kn gak ada gandenganya wk wk wk