NovelToon NovelToon
Ambil Saja Suamiku, Kak

Ambil Saja Suamiku, Kak

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Crazy Rich/Konglomerat / Penyesalan Suami / Dokter
Popularitas:10k
Nilai: 5
Nama Author: Puji170

Riana pikir kakaknya Liliana tidak akan pernah menyukai suaminya, Septian. Namun, kecurigaan demi kecurigaan membawanya pada fakta bahwa sang kakak mencintai Septian.

Tak ingin berebut cinta karena Septian sendiri sudah lama memendam Rasa pada Liliana dengan cara menikahinya. Riana akhirnya merelakan 5 tahun pernikahan dan pergi menjadi relawan di sorong.

"Kenapa aku harus berebut cinta yang tak mungkin menjadi milikku? Bagaimanapun aku bukan burung dalam sangkar, aku berhak bahagia." —Riana

Bagaimana kisah selanjutnya, akankah Riana menemukan cinta sejati diatas luka pernikahan yang ingin ia kubur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Riana tidak tahu harus berbuat apa lagi. Kakak yang selama ini ia anggap sebagai keluarga sekaligus sahabat, justru tega menusuknya dari belakang. Senyum getir mengiringi setiap langkahnya menuju rumah yang lima tahun terakhir menjadi saksi bisu perjuangannya. Ia berusaha menjadi istri yang sempurna, meski pengorbanannya jarang sekali dihargai.

“Riana, kamu terlalu bodoh, percaya dengan kakakmu begitu saja tanpa ada rasa curiga, meskipun curiga ada tapi kamu selalu menutupinya. Bodoh sekali kamu, Riana,” gumamnya, mengutuk diri sendiri.

Sumpah demi apapun rasa sakit yang baru Riana dapatkan melebihi sakitnya saat ia tahu Septian menyukai kakaknya, jadi wajar jika dirinya begitu terpukul. Riana ingin segera menenangkan dirinya dan mengambil sikap jika nanti bertemu dengan sang kakak. Begitu tangannya menyentuh gagang pintu dan mendorongnya, sebuah bantal melayang tepat ke arahnya. Suara bernada tinggi membuatnya terkejut sekaligus sadar siapa pelakunya.

“Riana! Dari mana saja kamu, hah?”

Riana lelah dan tidak mood ingin berdebat dengan Septian, jujur saja saat ini ia merasa seperti badut dalam rumah tangganya sendiri, jika Septian dan Liliana saling mengungkapkan rasa mereka maka dirinyalah orang yang tak seharusnya ada dalam rumah ini dan benar ia hanya akan sebagai pelengkap saja. Ia menunduk, meraih bantal sofa yang hampir mengenainya, lalu melangkah tenang menuju Septian yang duduk di sofa dengan wajah merah padam.

“Aku ada urusan,” jawabnya datar. “Apa hanya aku yang tidak boleh pergi sampai malam?”

Septian mendengus kasar. “Kamu itu harus sadar diri! Kamu istri, ibu rumah tangga. Tugasmu di rumah, ngurus semuanya. Bukan kelayapan gak jelas begitu!”

Riana menatapnya tajam, dadanya sesak. “Kenapa kata-katamu terdengar seperti kamu menganggap aku cuma pembantu di rumah ini?”

Ucapan itu membuat Septian terdiam. Ia tersentak. Baru kali ini Riana berani menanggapi dengan nada tersinggung dan tidak ada lagi panggilan kesayangan, 'Mas'. Biasanya, wanita itu akan mendekatinya, memohon maaf, lalu meredakan amarahnya. Tapi malam ini begitu berbeda, Riana justru balik melawan.

“Riana, sampai kapan kamu mau bertingkah seperti anak kecil begini? Oke, aku salah, jadi aku minta maaf,” ucap Septian akhirnya, berusaha meredam emosi istrinya. Bagaimanapun juga, ia tahu masih membutuhkan Riana.

Riana mendengus pelan, tatapannya penuh luka sekaligus sinis. “Kamu minta maaf?” tanyanya dengan nada tak percaya. “Atas kesalahan apa?”

Septian terdiam sesaat, lalu menekankan suaranya. “Riana, jangan memancing masalah lagi. Kita sudahi pertengkaran ini.”

“Apa?” Riana menggeleng pelan, suaranya bergetar menahan sakit. “Kamu pikir dengan bilang ‘maaf’ semua selesai begitu saja? Bahkan kamu sendiri tidak tahu kenapa harus minta maaf.”

“Riana—”

“Selama ini aku diam bukan karena aku tidak merasa disakiti, tapi karena aku berharap kamu sadar sendiri,” potong Riana tajam. “Tapi nyatanya, yang kamu tahu hanya menyalahkan dan merendahkan aku.”

Septian mengatupkan rahangnya, mencoba menahan diri, tapi genggaman tangannya mengepal di atas lutut. Ia benci saat Riana bersuara tegas seperti ini, penuh perlawanan, karena itu membuatnya kehilangan kendali.

“Cukup, Riana. Aku capek dengan drama ini.”

“Capek?” Riana menahan tawa getir. “Kamu yang membuat aku berdarah-darah bertahan di rumah ini, lalu kamu yang bilang capek?”

“Riana!” bentak Septian, nadanya penuh amarah. Ia hendak menambah kata-kata, namun dering ponselnya memotong suasana tegang itu. Layar menampilkan nama yang membuat dada Riana langsung menegang—Liliana.

Sepintas, Septian melirik wajah istrinya yang mengeras, kecut penuh luka. Dengan enteng ia berkata, “Ini kakakmu, aku jawab dulu.”

Riana tak menanggapi, tidak memberi izin maupun larangan. Namun, tanpa menunggu reaksi darinya, Septian langsung menekan tombol hijau. Seketika nada suaranya berubah. Lembut, hangat, bahkan terdengar penuh perhatian, kontras sekali dengan cara ia memperlakukan Riana selama lima tahun pernikahan mereka.

Dada Riana terasa sesak. Ia menatap suaminya yang kini berbicara sambil tersenyum kecil, seolah lupa keberadaannya di ruangan itu. Riana sempat berpikir dirinya tidak akan terluka lagi setelah berusaha melepaskan Septian. Namun nyatanya, hatinya tidak sekuat itu. Perasaan yang ia pupuk selama ini terlalu dalam, dan meski ia mencoba membunuhnya, cinta itu tidak serta-merta bisa mati.

“Riana, aku pergi jemput kakakmu dulu,” ucap Septian santai, seakan tak ada yang terjadi. “Ingat, kamu ganti baju, lalu segera ke rumah sakit. Tolong rawat Ibu, ya. Aku dan kakakmu semalam sudah menjaganya, sekarang giliran kamu. Oke?”

Riana ingin sekali menjawab dengan tegas, menolak perintah itu. Namun Septian keburu pergi, meninggalkannya tanpa kesempatan bicara. Ia hanya bisa menggelengkan kepala, menahan getir yang menusuk dada.

“Riana, kamu sudah berjanji pada dirimu sendiri… berhenti untuk sakit hati!” ucapnya lirih, mencoba menguatkan diri.

Ia melangkah masuk ke kamar. Pandangannya jatuh pada kalender yang tergantung di dinding. Setelah menarik kursi dan duduk, ia mengambil spidol merah dari laci meja rias. Tangannya sempat bergetar, namun akhirnya ia menekan ujung spidol itu pada tanggal tertentu.

Satu lingkaran merah terbentuk.

Tiga minggu lagi, hari keberangkatannya ke Sorong.

Riana memandangi lingkaran itu lama sekali, seakan sedang mengukir tekad di dalam dadanya. “Tiga minggu… cukup waktu untuk menutup semua ini,” gumamnya pelan penuh tekad.

Riana berusaha menarik napas panjang lalu memutuskan untuk berendam air hangat, sesuatu yang jarang ia lakukan selama ini. Baru setengah jam ia merasakan hangatnya air dan menenangkan diri dengan aroma terapi, ponselnya berdering. Nama di layar membuat hatinya berdesir—Rahayu.

Dulu, setiap kali mertuanya menelpon, meskipun sedang sibuk, Riana pasti langsung mengangkat. Selalu ada rasa takut bila satu sikapnya saja membuat sang mertua kecewa. Tapi kali ini, ia mencoba tak peduli.

“Dasar pengganggu!” gumamnya kesal, lalu meletakkan ponsel kembali. Namun dering yang terus-menerus tak memberinya kesempatan untuk tenang. Dengan malas, akhirnya ia menggeser tombol hijau. Belum sempat ia menyapa, suara dari seberang langsung meledak.

“Riana! Kapan kamu sampai? Dasar menantu gak tahu diri!”

“Sampai ke mana?” Riana mengerutkan kening, nada suaranya datar.

“Hah? Kamu sudah berani bermain-main, Riana? Tiga puluh menit aku kasih waktu buat sampai rumah sakit. Kalau tidak, lebih baik cerai saja dengan anakku!” bentak Rahayu.

Riana terdiam sejenak, sebentar lagi ia akan pergi dan tidak ingin berurusan dengan keluarga Prawira jadi tidak perlu menjilat keluarga itu lagi untuk mempertahankan rumah tangga yang sudah bobrok ini.

Di menit selanjutnya bibir Riana melengkung getir. “Kebetulan sekali,” ucapnya dingin, “anakmu sudah menceraikan aku secara agama. Kalau kamu butuh pembantu gratis, coba saja pergi ke panti jompo. Di sana banyak yang siap melayani orang tua seperti kamu.”

Hening sejenak di seberang. Lalu suara Rahayu meledak lebih keras, “Kurang ajar! Lihat saja, akan aku adukan pada Septian kelakuanmu ini, biar sekalian cerai di pengadilan!”

“Kebetulan sekali. Itu yang aku harapkan. Jadi Ibu Rahayu yang terhormat, bisa tolong dibantu?” jawab Riana, nada dinginnya membuat darah Rahayu berdesir.

Di seberang, Rahayu terdiam. Nafasnya terengah, tangannya menekan dada yang mulai sesak. Namun sebelum Riana sempat menutup panggilan, suara pintu terbuka kencang mengejutkannya hingga ponselnya terjatuh ke air.

"Riana! Berani sekali kamu!"

1
Nur Hafidah
emang jodoh riana alif bukan septian sipecundang
𝓗𝓪𝔂𝓾𝓻𝓪𝓹𝓾𝓳𝓲: tambah kak, si plin plan, maruk, pengen dua2nya
total 1 replies
arniya
Septian semoga km nanti menyesal....
𝓗𝓪𝔂𝓾𝓻𝓪𝓹𝓾𝓳𝓲: masih plin plan gak jelas dia
total 1 replies
Ariany Sudjana
lupakan laki-laki mokondo itu Riana, kamu harus bangkit dan kejar kebahagiaanmu bersama dr Alif
𝓗𝓪𝔂𝓾𝓻𝓪𝓹𝓾𝓳𝓲: pokoknya Riana harus bahagia ya
total 1 replies
Ma Em
Septian dari awal emang tdk perhatian pada Riana ya sdh Riana lupakan Septian , Riana lebih baik cari kebahagiaanmu sendiri tdk usah diingat lagi mending bersama dr Alif pasti Riana akan bahagia dan akan diratukan sama dr Alif , biarkan Septian dgn Liliana pasti sama Liliana juga tdk akan beda emang sdh karakter teledor dan masa bodo pasti tdk akan bisa berubah
𝓗𝓪𝔂𝓾𝓻𝓪𝓹𝓾𝓳𝓲: berasa banget karakter septian ini ya kak
total 1 replies
Ariany Sudjana
sekarang aja baru menyesal, kemana saja selama ini bos? ya terima saja, kan selama ini memang lebih perhatian sama Liliana, sampai istri sendiri di sia-siakan
Ma Em
Septian kamu emang sdh kehilangan Riana karena dia sdh pergi keluar dari rumahmu dan tdk akan kembali lagi , biarkan Riana bahagia dgn orang lain Septian kamu berbahagialah dgn perempuan pilihanmu si Liliana yg selalu kamu bela dan kamu utamakan daripada Riana , lebih baik Riana dgn dr Alif saja semoga Riana berjodoh dgn dr Alif .
hafiz
lebih baik dgn Alif saja , dripada dengn suami tp lebih mementingkan KK ipar
Ma Em
Jangan angkat Riana sekarang kamu sdh keluar dari rumah Septian jgn pedulikan lagi apa yg terjadi mau Liliana atau Septian sdh tdk usah Riana hiraukan lagi biar saja Liliana bersama Septian , Riana jangan mundur lagi .
Ma Em
Liliana mati saja setelah mati lalu kamu bisa jadi hantu tinggal dirumah Septian , bagus Riana tinggalkan saja lelaki yg plin plan tdk punya pendirian , semoga Riana selalu bahagia setelah berpisah dgn Septian dan makin sukses .
𝓗𝓪𝔂𝓾𝓻𝓪𝓹𝓾𝓳𝓲: 🤣🤣🤣 iya jdi hantu buat septian ya kak
total 1 replies
Ariany Sudjana
terima saja Septian, kamu sudah ditinggal Riana. bukannya kamu sudah ucapkan talak ke Riana? ya sekarang bebas dong, tinggal menikah sama Liliana, jadi ga perlu ada drama lagi
arniya
geregetan Septian....
Ma Em
Semoga Septian dan Liliana hdp nya tdk pernah bahagia karena dia sdh merebut kebahagiaan Riana , dan sebaliknya Riana semoga hidupnya dipenuhi dgn cinta dan kebahagiaan .
Ariany Sudjana
ini lagi pelakor, bermulut manis, pura-pura ga tahu kalau Septian suka sama dia, padahal dalam hati suka cita, sudah tidak ada penghalang dalam hubungan dengan Septian
Ariany Sudjana
dasar Septian mokondo, ga paham yah atau amnesia yah, sudah jatuhkan talak, tapi masih minta Riana kembali jadi istri yang patuh? dasar bodoh, apa dia ga tahu, dia sudah dorong Riana sampai kepala bocor, dan harus masuk RS? untung dr Alif datang, kalau ga, mungkin Riana sudah menghadap Tuhan
Ariany Sudjana
akhiri semua drama yang kamu buat Liliana, kan ini yang kamu mau, jadi istrinya Septian dan menyingkirkan adikmu sendiri
𝓗𝓪𝔂𝓾𝓻𝓪𝓹𝓾𝓳𝓲: bangga dia bisa menang
total 1 replies
arniya
Riana semoga dapat yang lebih baik dari Septian
𝓗𝓪𝔂𝓾𝓻𝓪𝓹𝓾𝓳𝓲: katanya mau sama dr alif 🤭
total 1 replies
arniya
lempar batu sembunyi tangan,
arniya
Septian mata nya ketutup apa sih , sampai gk bisa liat yang tulus sm yang cuma pura pura dan ad udang di balik batu.
Bun cie
ayo riana mumpung ada ibu mertuamu kemukakan ttg perceraianmu..pasti di loloskan disupport ibu septi
Bun cie
keputusan yg tepat riana..berpisah ..tinggalkan org2 toksik sekalipu suami dan kakakmu..kamu g sendiri ..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!