NovelToon NovelToon
From Dusk Till Dawn

From Dusk Till Dawn

Status: sedang berlangsung
Popularitas:273
Nilai: 5
Nama Author: Cherry_15

Seorang perempuan cantik dan manis bernama Airi Miru, memiliki ide gila demi menyelamatkan hidupnya sendiri, ditengah tajamnya pisau dunia yang terus menghunusnya. Ide gila itu, bisa membawanya pada jalur kehancuran, namun juga bisa membawakan cahaya penerang impian. Kisah hidupnya yang gelap, berubah ketika ia menemui pria bernama Kuyan Yakuma. Pria yang membawanya pada hidup yang jauh lebih diluar dugaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherry_15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

08. I Beg You

“Yan..” suara lembut perempuan terdengar walau samar.

“Kuyan…” lagi, ia memanggil dengan lembut, namun sulit untuk terdengar.

“…akuyan..” suaranya terdengar timbul tenggelam, tak begitu jelas.

“Ra..yan.. Ya..ma!” sentak perempuan itu, mulai kesal karena yang dipanggil tak juga mendengarnya.

Degh! Kedua bola hitam jernih milik pria yang sedari tadi dipanggil, seketika terlihat membesar setelah tirai kulit halus terangkat secara paksa.

Bola itu berkelana dengan tempo cepat, mencari siapa yang memanggilnya tadi. Organ pemompa darah dalam tubuhnya pun bekerja 96 kali lebih cepat dari biasanya. Paru-parunya merasa seolah sulit menemukan pasokan oksigen.

Hingga retina menangkap sosok perempuan yang telah terekam dalam otaknya. Pria itu terduduk secara tiba-tiba, dan kian terbelalak ke arah perempuan tersebut.

“Airi..? Siapa yang kau panggil tadi?” tanyanya dengan suara serak khas baru bangun tidur, mencoba memastikan kembali apa yang baru saja ia dengar. Berharap dia salah dengar.

“Kuyan.” jawab yang ditanya dengan polos namun penuh keyakinan.

“Bukan! Setelah itu!”

“Rakuyan Yakuma?” lagi, Airi mengulangi nama yang tadi dia panggil dengan polosnya.

“Mengapa kau memanggilku dengan nama itu?” Kuyan mulai khawatir bahwa perasingannya terbongkar.

“Kamu mirip denganya, mungkin?” jawab Airi dengan yakin, namun sedikit ragu.

“Hah!?” Kuyan sedikit terkejut mendengar jawaban itu. Bisa gawat jika gadis ini menyadarinya.

“Sini deh!”

Airi menarik tangan Kuyan ke tempat tidur, membiarkan ia berdiri berdampingan dengan salah satu poster pada dinding didekatnya, sedikit merapihkan rambutnya agar choco chips dibawah mata indah itu terlihat, lalu mengarahkan cermin rias yang cukup besar kearahnya.

“Lihat! Rambut tebal, tahi lalat dibawah mata, bola mata hitam jernih, hidung mancung, kulit putih, dan…” Airi menghentikan ucapannya, sedikit menyelidiki. Kuyan semakin gugup dan tegang menanti kelanjutannya.

“Senyum!” perintah Airi dengan tegas.

“Apa?” Kuyan tersentak mendengar perintah itu.

“Ayo, senyum! Kau akan jauh lebih mirip lagi dengannya jika tersenyum!”

“Tapi aku.. aku tidak.. tidak bisa tersenyum.” ucap Kuyan sedikit pilu.

“Kenapa?” tanya Airi polos.

“Karena aku bukan dia!” bohong Kuyan, terpaksa menyentak agar tidak terus dipaksa.

“Semua orang pasti bisa senyum. Ayo dong! Aku belum pernah lihat Kuyan senyum nih!” Airi kian memaksa sembari merengek manja.

“Aku sudah lupa caranya.” ketus Kuyan sedikit sendu.

“Bagaimana mungkin, bisa melupakannya? Tinggal senyum saja, naikan bibir seperti ini. Chees..!” Airi menaikan paksa kedua ujung bibir Kuyan, sembari memberi aba-aba seolah akan difoto.

“Cake.” sahut Kuyan dengan datar.

“Apa?” Airi masih tak mengerti apa maksud dari perkataan Kuyan tadi.

“Jika kau bilang ‘chees’, berarti aku harus bilang ‘cake’. Karena jika disatukan, mereka akan menjadi cheesecake.” jawab Kuyan sedikit bercanda, masih dengan intonasinya yang datar.

Airi sempat terdiam sesaat, mencoba mencerna apa yang sedang Kuyan katakan. Lalu tertawa terbahak-bahak bagaikan orang gila setelah memahaminya.

“Kuyan lagi bercanda? Sungguh? Kuyan bisa bercanda? Ya ampun, lucu banget! Aku ga nyangka loh, orang cuek seperti Kuyan bisa bercanda seperti itu. ‘Cheesecake’? Aduh.. perutku sampai sakit!”

Kuyan hanya terpaku melihat Airi yang tertawa lepas. Ingin kesal karena ia meledeknya, namun urung karena gadis dihadapannya tampak jauh lebih cantik saat sedang tertawa.

Meskipun ia tak mengerti mengapa Airi bisa sebahagia itu hanya karena candaannya yang tak begitu lucu, namun ada juga rasa hangat dan bahagia yang berbeda ketika melihat tawa tulusnya.

Tanpa sadar, Kuyan tersenyum jahil. “Kau tahu? Sebenarnya aku pandai masak, cheesecake adalah kue yang paling ku kuasai.” sombongnya tiba-tiba.

“Sungguh? Lebih enak mana dengan masakan koki di kedai seberang toko gadai?” tanya Airi, sedikit meragukan.

“Kau menantang!? Aku siap duel memasak dengan koki itu, dan jika aku kalah aku akan mengungkap segala rahasiaku!” tantang Kuyan dengan penuh keberanian.

Airi sempat tersentak mendengar tantangan tersebut. “Sungguh?” tanyanya dengan wajah penuh harap.

Kuyan mengangguk yakin sebelum menjawab. “Tapi ada dua hal yang harus dilakukan untuk lomba itu.”

Airi menatapnya penasaran. “Apa itu?”

“Yang pertama, kita harus bisa keluar dulu dari sini,” jawab Kuyan memberikan persyaratan.

“Oh, pasti itu! Bagaimana bisa mulai lomba, jika masih terjebak di sini?” sahut Airi polos.

“Yang kedua, yang menjadi jurinya harus kucing.” Kuyan melanjutkan jawabannya, menyembunyikan senyum jahil.

“Eh?” Airi memastikan kembali.

“Apa?” tanya Kuyan, menantikan reaksinya yang mungkin akan lebih lucu lagi.

“Kucing?” tanya Airi polos.

“Iya, kucing.” jawab Kuyan dengan yakin.

“Tapi.. kucing kan, tidak bisa menjadi juri?” Airi mulai ragu.

“Memang tidak bisa!” Kuyan akhirnya melepas tawa juga.

“Kuyan sedang menjebak ku ya!?” tanya Airi mulai menyadari segala permainan Kuyan.

“Lambat sekali kau menyadarinya, aduh..! Ekspresimu itu loh..! Polos banget!” jawab Kuyan, masih sambil tertawa lepas.

“Ih, Kuyan menyebalkan!” kesal Airi karena ditertawakan habis-habisan oleh Kuyan.

Namun Kuyan tidak mempedulikannya, ia justru kian tertawa seperti orang gila. Entah kapan terakhir kali ia bisa tertawa lepas seperti ini, atau mungkin ini adalah kali pertamanya?

Ia dulu memang periang, namun belum pernah seriang ini. Rasanya, Kuyan ingin menghentikan waktu agar bisa menikmati kebahagiaan seterusnya.

Di sisi lain, Airi yang tadinya kesal terhadap tingkah menyebalkan Kuyan, hatinya luluh juga melihat ia tertawa sepuas itu.

Menurut yang Airi pahami, Kuyan memiliki trauma yang merenggut tawanya. Jadi ia biarkan saja dia tertawa seperti itu, selagi suasana hatinya sedang bahagia.

Airi tersenyum manis, lalu mengusap lembut rambut Kuyan. Membuat yang sedadng diusap, menghentikan tawanya. Kuyan menatap heran kearah Airi, ada juga sedikit kehangatan dan kenyamanan dalam hatinya.

“Tak apa. Teruskan saja meledek ku! Asalkan Rakuyan bisa tersenyum dan tertawa sebahagia ini lagi, aku akan sangat bahagia.” ucap Airi dengan lembut dan penuh kehangatan.

“Sudah kubilang, aku bukan dia. Mengapa kau memanggilku begitu?” ketus Kuyan, mencoba mengelak.

“Entah ya. Bagiku, kalian begitu mirip. Bahkan dari suara pun, aku bisa melihat dirinya dari dalam dirimu.” jawab Airi ragu, namun bercampur keyakinan.

“Mungkin kau hanya terlalu menyukainya. Jadi siapapun yang kau lihat, akan terasa familiar dengannya.”

“Tapi kalian begitu mirip, Kuyan! Bahkan hampir mendekati persis! Suara dan intonasinya juga sama, apalagi saat tertawa tadi. Khas Rakuyan banget!”

“Maaf, salah sambung.”

“Ini bukan percakapan di telepon!” sentak Airi, mulai mengamuk.

Kuyan tertawa kecil melihat aksi ngamuk Airi yang kian menggemaskan. “Jika memang aku adalah dirinya, kau mau apa?”

“Lihat! Bahkan ketawa kecilnya juga persis!” alih-alih menjawab, Airi justru mencari bukti lain untuk membenarkan dugaannya.

“Kau punya bukti lain?”

“Semalam kau mengatakan sesuatu tentang perasingan, dan saat membahas Rakuyan pun kau seperti orang yang paling memahami perasaan juga alasannya menyendiri. Aku bisa merasakan, bahwa kau seperti benar-benar menjiwai perannya. Beberapa interior rumahmu juga, mirip tempat yang terakhir terlihat di live Rakuyan ketika ia memberi keputusan untuk hiatus.”

“Airi, dengar! Kisah hidup dan wajah orang itu bisa serupa, bahkan ada yang bilang bahwa kita memiliki tujuh kembaran di dunia ini.” Kuyan masih mencari pembelaan diri.

“Nyanyi!” perintah Airi.

“Aku tidak bisa bernyanyi!” elak Kuyan.

“Ketika kehampaan mendera.. awan mendung mengancam membanjiri bumi\~” Airi menyanyikan salah satu lagu favoritnya, dari band Silent Cold Fire.

“Biarkan indera pendengaran yang bekerja… mendengar suara burung yang membawamu terbang, meredam tangis langit\~” Kuyan melanjutkan lirik lagu berikutnya.

“Benar, kan!? Suaramu persis dengannya!” sentak Airi, mencari bukti.

“Kau menjebak ku!?” Kuyan baru menyadarinya.

“Iya!” jawab Airi dengan jujur dan polos.

“Airi, ku mohon.. hentikan saja percakapan ini.”

“Kenapa? Kau takut? Berarti benar, kau sedang membohongi ku!”

“Airi!”

“Dengar ya, Rakuyan! Aku sama sekali tidak keberatan jika ada hal yang belum bisa kau sampaikan padaku, tapi itu bukan berarti kau harus berbohong untuk menyembunyikan kebenaran dari hal itu!”

“Fine! Anggaplah benar, aku Rakuyan Yakuma yang sedang mengasingkan diri. Lalu kau kira, apa aku akan mengakuinya begitu saja!? Itu hanyalah tindakan yang bodoh!”

“Kau meragukanku!? Sudah kubilang, aku akan tetap mendukungmu jika memang kau adalah Rakuyan! Kau tidak bersalah dalam kasus ini, Kuma! Jika kau memang perlu waktu menyendiri, aku bisa membantu merahasiakan identitasmu hingga perasaanmu lebih tenang! Dan bila sudah tiba saatnya, akuilah dengan jujur. Berhenti lari dari masalah.”

“Airi.. kau?” Kuyan mulai tersentuh mendengar janji dari Airi.

“Apa yang membuatmu masih meragukanku?”

“Aku.. trauma dengan perempuan.” jawab Kuyan jujur, air mata mulai melintasi pipinya.

Airi menghela napas berat. “Jalang manapun yang membuatmu trauma, aku sama sekali berbeda dengannya. Bagaimana aku bisa membuktikannya agar kau percaya, Yakuma? Tolong, beri tahu aku!”

“Tetaplah disisiku,” jawab Kuyan dengan suara yang bergetar dan cukup kecil.

“Apa?” tanya Airi yang tak mampu mendengarnya.

“Tetaplah disisiku!” sentaknya dengan suara yang lebih keras.

“Apapun yang terjadi, kumohon.. jangan pernah membenciku.” lanjutnya penuh rasa takut.

Airi memiringkan kepalanya heran. “Sejak awal, kau menolakku dengan keras. Mengusir ku dari depan tokomu, dan selalu bersikap dingin padaku. Mengapa sekarang kau ingin aku di sisimu?”

“Maafkan aku untuk sikap kasar yang waktu itu! Aku akan.. bersikap lembut padamu. Jadi, kumohon.. tetaplah disisiku, dan jangan pernah membenciku.” Kuyan benar-benar terlihat rapuh dan tanpa harapan.

“Apa sekarang kamu mengizinkan ku menggadaikan diri pada tokomu?” Airi masih ingin memastikan hal yang belum ia mengerti.

Kuyan menggeleng pelan, lalu mendekap erat Airi.

“Tidak, Airi. Kau tak perlu menggadaikan apapun. Aku akan memberimu segalanya. Tempat tinggal, makanan, pakaian, apapun yang menjadi kebutuhan hidupmu, akan kupenuhi. Aku hanya minta dua hal darimu. Tetap disisiku, dan jangan pernah membenciku.”

“Tapi.. kenapa? Kenapa kau jadi..” Airi masih tak mengerti apapun, namun suaranya terhenti.

“Karena itu caramu membuktikan, bahwa kau berbeda dengan jalang itu! Aku akan percaya dan terbuka padamu, Airi. Tapi aku perlu waktu untuk menghilangkan trauma itu dulu. Jadi kumohon..”

“Baiklah, baiklah. Aku paham sekarang. Aku akan terus menemanimu, dan tidak akan membencimu apapun yang terjadi. Jadi, kau bebas bicara apa adanya padaku.” sela Airi, sudah mulai hafal dengan permohonan Kuyan yang terus diulang.

“Terimakasih, Airi. Ku harap kau bisa dipercaya.” ucap Kuyan sambil menangis dan terus mendekap Airi.

Mereka terduduk di tempat tidur, Airi membalas dekapan itu dengan penuh kehangatan, sembari mengusap lembut rambut Kuyan. Suasana pun menjadi nyaman dan tenteram, hingga…

Suara dering dari perut kosong, menghentikan secara paksa adegan manis mereka. Keduanya sempat saling menatap satu sama lain, lalu tak lama setelah itu mereka tertawa bersamaan.

“Ah, iya ya? Kunci kamarnya masih rusak!” ucap Kuyan, menyadari hal yang sempat terlupakan.

“Lalu? Bagaimana caranya kita keluar untuk cari makan?” tanya Airi dengan polosnya.

“Kau tenang saja, aku punya banyak stok camilan untuk mengganjal perut. Selagi aku memikirkan cara membenarkan kuncinya, kau makan saja dulu beberapa camilan di lemariku. Ada cokelat juga! Perempuan biasanya suka cokelat, kan?” usul Kuyan, mulai bisa bersikap riang dihadapan Airi.

Mereka pun akhirnya menghabiskan pagi dengan memakan camilan, berbincang santai, sambil memikirkan cara membenarkan kunci kamar agar bisa keluar dari sana.

Suasana kembali hangat, ditemani mentari yang menembus jendela kamar. Sesekali mendengarkan lagu dan bernyanyi bersama.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!