Vira, terkejut ketika kartu undangan pernikahan kekasihnya Alby (rekan kerja) tersebar di kantor. Setelah 4 tahun hubungan, Alby akan menikahi wanita lain—membuatnya tertekan, apalagi dengan tuntutan kerja ketat dari William, Art Director yang dijuluki "Duda Killer".
Vira membawa surat pengunduran diri ke ruangan William, tapi bosnya malah merobeknya dan tiba-tiba melamar, "Kita menikah."
Bos-nya yang mendesaknya untuk menerima lamarannya dan Alby yang meminta hubungan mereka kembali setelah di khianati istrinya. Membuat Vira terjebak dalam dua obsesi pria yang menginginkannya.
Lalu apakah Vira mau menerima lamaran William pada akhirnya? Ataukah ia akan kembali dengan Alby?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Drezzlle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jungkir Balik Kehidupan William
“Bapak sebaiknya pulang,” kata Vira, suaranya halus namun tegas.
William menggelengkan kepala, menolak untuk pergi. “Aku akan tetap disini sebentar lagi,” katanya, lalu menyimpan ponselnya di saku jas setelah mengakhiri panggilan video dengan putrinya.
“Ini sudah malam. Putri Bapak di rumah sedang menunggu,” protes Vira.
William menarik kursi dan duduk kembali seperti semula, tangannya bersilang di dada sebagai bentuk penolakan.
“Tunggu dua jam lagi, aku tidak mau Alby tiba-tiba datang lagi.”
Vira menepuk dadanya pelan, mengatur irama detak jantung yang berantakan saat William menatapnya. “Apa yang disukai dari saya, sih, Pak?” melirik sinis ke arah William. “Saya ini teledor, kurang cepat tanggap dan tidak…” kalimatnya menggantung.
Dengan gerakan tenang, William mendekatkan kursinya, kedua tangannya bersandar di atas guardrail brankar. Ia memotong pembicaraan, “Ya karena semua yang kamu sebutkan itu, saya suka,” jawab William.
Setelah mendengar jawaban William, Vira memutar bola matanya, dahinya berkerut karena tidak percaya. ‘Apa-apaan sih orang ini, nggak waras kayaknya? Apa ini trik gombalan seorang duda untuk memikat wanita muda,’ pikirnya.
Drrt.. drrrt…
Ponsel Vira di meja bergetar.
William bangun dari kursinya, melihat layar ponsel yang menyala. Memastikan nomor telepon yang ia tekan terhubung dengan ponsel Vira.
“Save nomor teleponku, jika butuh hal lain kabari. Saat kamu merindukanku juga boleh kamu kirim pesan, aku dengan cepat akan membalasnya,” ucap William.
Vira tersenyum hambar, “saya tidak mungkin merindukan, Bapak.”
Dengan nada penuh keyakinan, William menggelengkan kepalanya. “Itu tidak mungkin. Kamu tahu kan, saya bisa menciptakan karya yang mustahil menjadi mungkin. Selamat malam Vira, dan selamat beristirahat,” ucap William. Perlahan melangkah keluar dari pintu ruangan.
Vira menatap punggung William yang menjauh, mendesah kesal, ‘Hah…’
.
.
Suasana damai di rumah dua lantai bercat putih yang dihuni oleh William dan keluarganya, tiba-tiba pecah oleh suara teriakan menggelegar yang terdengar hingga ke pintu pagar.
Tin! Tin!
William membunyikan klakson mobil dengan tidak sabar, memaksa seorang pria paruh baya, penjaga rumahnya, berlari tergesa-gesa dengan napas tersengal-sengal untuk membuka pintu pagar.
Kreet… ( suara pintu besi berderit )
“Bapak, Nyonya Miranda datang. Beliau menunggu di teras,” ucap penjaga rumah.
William mendengus kesal, suaranya tegas. “Besok lagi, kalau Ibuk datang jangan dibukakan pintu pagar. Biar dia teriak-teriak di luar daripada di dalam mengganggu anak-anak. Mengerti, Pak!” titahnya, lalu menutup jendela kaca mobil dan perlahan melajukan mobil masuk ke halaman,
Di depan pintu rumah, wanita berambut ikal sepinggang mengenakan dress merah selutut, terus menggedor-gedor pintu dengan penuh emosi.
“Chika, ini mamah Chika… Keluar, sayang,” teriaknya. “Chika… mamah kangen,” tambahnya lagi, menunggu balasan dari dalam.
Dengan langkah cepat, William keluar dari mobil dan menghampiri pintu yang tertutup rapat. Tanpa ampun, ia menarik tangan wanita itu dengan kasar, membuatnya tersungkur ke lantai. “Apa yang kamu lakukan, keluar dari sini. Jangan ganggu anak-anakku!” hardik William.
“Dia juga putriku William, aku berhak bertemu dengannya,” protes Miranda.
William memberikan seringai dingin, “Kita sudah selesaikan ini di pengadilan, aku telah memberikan tunjangan yang seperti yang kamu inginkan. Apa uang itu habis untukmu bersenang-senang dengan pria lain?!” Gertaknya sambil menendang kaki Miranda.
Wanita yang terduduk di lantai itu adalah Miranda, mantan istri William yang telah bercerai tiga tahun lalu. Miranda meninggalkan William dan kedua anaknya demi mengejar cinta dengan pria muda berusia 25 tahun, yang 10 tahun lebih muda darinya. Setelah menerima tunjangan hidup sebesar 1 milyar, hak asuh kedua putri mereka jatuh pada William, sesuai kesepakatan bersama. Miranda ingin memulai hidup baru dengan kekasihnya, meninggalkan segalanya di belakang. Sebagai seorang model yang kembali ke dunia seni setelah melahirkan anak kedua, Miranda terjerat cinta dengan seorang fotografer, hingga melupakan perannya sebagai seorang ibu.
William masih terngiang-ngiang dengan kata-kata Miranda — “Kamu dan kedua anak kita hanya menghambat karierku, impianku!” — saat ia menyaksikan wanita itu melangkah keluar dari rumah.
Dan sekarang…
Pria muda yang membuat Miranda terbuai ternyata hanya memanfaatkan dirinya, menguras semua aset miliknya, meninggalkannya, dan menikahi wanita lain. Dengan penuh penyesalan, Miranda menyentuh kedua kaki William, menundukkan kepalanya, dan membiarkan air mata membanjiri sepatu William. “Maafkan aku, sayang. Aku salah, aku berjanji akan berubah. Aku ingin kita kembali. Anak-anak membutuhkan ku,” ucapnya dengan bibir gemetar, memohon kesempatan kedua.
Dengan kasar, William menendang tangan mantan istrinya yang menyentuh kakinya. “Sudah 3 tahun kamu pergi, dan kami baik-baik saja. Anak-anakku hidup damai, tanpa melihat ibunya yang membawa pria selingkuhannya ke rumah,” ucap William tegas, tangannya bersilang di dada. “Kamu tidak berpikir betapa traumanya Chika, saat dia melihat hal kotor yang kamu lakukan di rumah dan dia ada di sana melihat itu semua!” pekiknya.
Miranda tertunduk lemas, bahunya melorot dan air mata mengalir deras. Tangisannya semakin terisak, penuh penyesalan atas kesalahan masa lalu. “Berikan aku kesempatan, sayang. Aku hanya manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan,” memohon dengan suara gemetar, tangannya ingin menyentuh kaki mantan suaminya.
Tapi William dengan cepat menyingkir dan mundur, tegas berkata, “Tidak ada lagi kesempatan, tidak ada lagi ruang untukmu di hatiku. Aku sudah mencintai wanita lain.”
“Pergi dari sini, atau aku panggil polisi. Apa kamu pikir aku tidak tahu, jika sekarang kamu menjadi buronan karena menggelapkan uang teman-temanmu!” tambahnya.
Kedua bahu Miranda bergetar, perlahan bangun dengan tubuh limbung. Tangannya merambat di dinding, menopang tubuhnya berdiri.
“William, semudah itu kah kamu melupakan ku. Kita sudah menikah selama tiga belas tahun, menjalani ini semua bersama.” Miranda menatap Pria yang berdiri di depannya dengan wajah memelas.
William mengatur nafasnya yang tersengal-sengal, ucapan Miranda semakin membuatnya naik pitam.
“Sekarang kamu sadar, berapa banyak waktu yang kita habiskan bersama. Mengukir masa depan bersama …. kemana saja pikiranmu saat itu, ketika memutuskan berselingkuh.”
Miranda meremas dress-nya kuat-kuat. Tertunduk lemah tak berdaya. Tidak ada lagi yang tersisa dari dirinya. Karirnya hancur dan berantakan, hartanya lenyap dan terlibat investasi bodong yang membuatnya menjadi buronan. Tidak ada tempat untuknya pulang. Semua keluarganya, telah memutuskan hubungan setelah ia dan William bercerai.
Dengan gerakan cepat, Miranda mengeluarkan sebuah pisau kecil dari dalam tasnya. Pikirannya sudah buntu, ia hanya ingin kembali pada William atau benar-benar lenyap dari dunia ini.
Mata William melebar, melihat mantan istrinya bersiap mengakhiri hidupnya. “Apa yang kamu lakukan?” serunya dengan nada panik.
Miranda terisak, “Lebih baik aku mati daripada tidak bisa kembali bersamamu.”
Sreet… Satu goresan di pergelangan tangan. Darah mengucur keluar, menetes ke lantai. Perlahan tubuh Miranda ambruk, tapi William dengan sigap menangkapnya sebelum terjatuh. Kepala Miranda bersandar tepat di dada William. “Kembalilah padaku, aku sangat mencintaimu…” ucap Miranda semakin lirih. “Ma-maafkan aku…”
Bersambung…
Akankah William kembali dengan masa lalunya, atau mulai menata masa depan?
tapi di cintai sama bos gaskeun lah 😍