NovelToon NovelToon
Bola Kuning

Bola Kuning

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:93
Nilai: 5
Nama Author: Paffpel

Kisah tentang para remaja yang membawa luka masing-masing.
Mereka bergerak dan berubah seperti bola kuning, bisa menjadi hijau, menuju kebaikan, atau merah, menuju arah yang lebih gelap.
Mungkin inilah perjalanan mencari jati diri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Paffpel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Di tengah kehangatan itu, tiba-tiba ponsel Rian berdering. Dia ngeliat ponselnya. Alisnya langsung mengkerut dan bibirnya menegang. “Gua… angkat telepon dulu ya,” Rian berdiri dan ngelangkah keluar pintu.

Rian berdiri sambil menatap langit yang udah mau gelap. “Halo, kenapa?”

“ibu pulang, kamu dimana?” kata ibu Rian dengan nada datar.

Rian diam sebentar. “Di rumah temen.”

“Oh, yaudah, pulang sekarang,” ibu Rian langsung menutup teleponnya.

Rian menggenggam ponselnya. Dia menundukkan kepalanya dan bahunya turun. Dia berdiri diam sebentar.

Rian perlahan-lahan bergerak dan melangkah. Tapi bukan masuk ke dalam rumah Mutia. Dia langsung pergi ke rumahnya.

Kadang langkah Rian terhenti dan ngeliat rumah Mutia. Tapi dia langsung berlari, tanpa menengok lagi.

Perasaan Arpa tiba-tiba nggak enak. Dia bangun dari duduknya dan ngelangkah cepat keluar rumah Mutia.

Juan, Mutia dan Talita ngelirik Arpa. Arpa membuka pintu dan ngeliat nggak ada siapa-siapa. Arpa melangkah ke depan sedikit dan menatap sekelilingnya dengan fokus, matanya mencari-cari Rian. Tapi nggak ada siapapun di sekitarnya.

Saat Rian berlari-lari, langit pelan-pelan jadi gelap. Dia kadang berhenti karena ngos-ngosan. Tapi setelah berhenti sebentar, dia langsung lari lagi.

Rian pun sampai di depan rumahnya. Dia diam sebentar karena kehabisan napas. Dia ngeliat pintu yang masih terbuka. Dia pun ngelangkah masuk ke rumahnya.

Rian berdiri di depan pintu rumahnya. Ibu Rian ngeliat Rian. Ibu Rian jalan pelan ke arah Rian. “ngapain aja kamu? Udah tau mau malem, bukannya pulang. Ibu juga udah kirim pesan ke kamu, ibu mau pulang. Kamu malah pergi nggak tau kemana.” ibu Rian menyilangkan tangannya.

Rahang Rian mengeras dan bahunya tegang. “Berisik lu.”

Alis dalam ibu Rian mengkerut. Matanya menatap Rian tanpa berkedip dan memukul pintu. “hah! Bilang apa kamu sama orang tuamu sendiri?! Bener-bener kamu ya!”

Napas ibu Rian berat dan tangannya mengepal. “Belajar dari mana kamu?! Bisa-bisanya ngelawan orang tua! Beberapa bulan yang lalu kamu nggak begini ya!” kata ibu Rian dengan nada yang tegas.

Rian natap tajam ibunya. “Lu ke sini beberapa bulan sekali! bisa mikir ga?!” kata Rian dengan nada tinggi. Dia menghentak tanah.

Kepala Ibu Rian tersentak kecil. Matanya melebar sedikit dan terdiam sebentar. “ibu sibuk, Rian, ini semua demi kamu,” kata ibu Rian dengan nada lebih rendah.

Rian menutup rapat mulutnya. Dia menatap ibunya sebentar lalu memalingkan mukanya. Dia melangkah pergi dari rumahnya tanpa berkata apa-apa lagi.

Tangan ibu Rian ingin menggapai bahu Rian. Mulutnya terbuka seolah ingin berbicara, tapi tidak ada kata yang keluar. Dia pun menurunkan tangannya.

Pandangan ibu Rian ke bawah dan bahunya turun. Dia meremas jari-jarinya.

Rian berjalan, dia melangkah dengan cepat. Dia menarik napas panjang. Tatapannya kosong, tapi rahangnya mengeras.

Lama-lama jalannya semakin lambat dan berat. Tatapannya menjadi sepenuhnya kosong.

Sedangkan Arpa. Dia lari-lari mencari Rian. Dia pun kepikiran untuk pergi ke Rian.

Setelah berlari-lari cukup lama, dia akhirnya sampai di rumah Rian. Dia masih ngos-ngosan tapi tetap mengetuk pintu.

Pintu terbuka pelan-pelan. Ibunya Rian membuka pintu. Alisnya turun sedikit. “Siapa?” bibirnya menekan tipis.

Arpa diam sebentar sambil natap ibunya Rian. “Ibunya Rian? Iya kali,” kata Arpa di dalam hatinya.

“Permisi tante, saya temennya Rian dan lagi cari Rian, tadi dia tiba-tiba ngilang, saya cuman khawatir aja, dia ada nggak di rumah?” kata Arpa sambil senyum tipis.

Ibunya Rian menggelengkan kepalanya. “Nggak. Dia baru aja pergi.”

“Ohh gitu ya, yaudah saya lanjut cari dulu ya tante, permisi,” Arpa tersenyum dan melambaikan pelan tangannya dan langsung jalan lagi.

Tangan ibu Rian langsung terulur dan memegang bahu Arpa. Dia melangkah maju sedikit. Dia menatap Arpa dengan fokus, tapi lembut. “Kamu temennya Rian kan? Akhir-akhir ini dia kayak gimana?”

Arpa berhenti melangkah dan menatap ibu Rian dengan lembut. “Dia baik kok, tapi dia pernah bilang, kalau dia jarang ketemu sama ibu dan ayahnya, mungkin sebaiknya tante lebih memperhatikan dia.”

Mata ibu Rian melebar sedikit dan langsung memalingkan mukanya. “Gitu… ya, nanti saya coba kalau bisa.”

“Tante pasti bisa kok, tenang aja,” Arpa tersenyum lebar, matanya sedikit menyipit.

Arpa langsung lanjut jalan dan berlari. Di bawah bulan yang indah, angin dingin berhembus menembusnya. Dia terus nyari-nyari Rian.

Akhirnya Arpa pun bertemu dengan Rian. Dia memanggil Rian. “Yan!”

Rian tersentak dan langsung nengok. Mata yang sebelumnya kosong, menjadi lebih hidup. “Rap? Ngapain lu di sini?”

“Ye si kocak, kebalik nggak sih? Lu yang ngapain di sini,” kata Arpa sambil nyengir.

Rian menghembuskan pelan napasnya sambil senyum. Mereka berdua lanjut jalan walaupun nggak tau mau kemana. Rian ngelirik Arpa. “Terus si Jun gimana?”

“Tenang, gua udah ngasih tau dia, paling nanti dia pulang,” kata Arpa sambil nyengir.

Mereka pun jalan sambil ngobrol dan ketawa bareng. Kadang mereka berdua saling nyenggol masing-masing.

Setelah jalan-jalan nggak jelas. Mereka sampai di jembatan. Mereka nyender di pagar jembatan sambil natap bulan yang bersinar terang.

“Yan, lu lagi ada masalah ya sama ibu lu?” Arpa menatap fokus Rian.

Rian menatap Arpa sebentar terus lanjut natap bulan, dia ngangguk. “Iya, lu tau sendiri Rap, gua jarang ketemu sama orang tua gua, tapi kayaknya gua juga udah berlebihan sih tadi,” Rian menundukkan kepalanya.

“Yan, nggak apa-apa kok marah. Lu nggak salah, tapi bukan berarti ibu lu yang salah, Yan, tadi gua ngeliat ibu lu, mungkin sebenarnya dia ngerasa bersalah, Yan,” Arpa menepuk-nepuk punggung Rian.

Rian natap Arpa. Alisnya terangkat dan langsung turun. “Serius Rap?”

“Yan, dia itu ibu lu, nggak ada ibu yang jahat sama anaknya, yan, cuman caranya aja yang sedikit salah,” Arpa tersenyum hangat.

Mata Rian berkaca-kaca dan bibirnya bergetar halus. “Berarti… gua bisa ngerasain kehangatan dari ibu gua, Rap?”

Arpa mengangguk pelan. Air mata Rian mengalir pelan di pipinya. Dia mengusapnya dan tersenyum. “Makasih ya, Rap.”

Arpa merangkul Rian sambil nyengir. “Santai, Yan, kita kan sahabat.”

Mereka berdua lanjut ngobrol dan ketawa bareng, di jembatan itu, di bawah sinar bulan dan suara air dari sungai yang menenangkan.

1
HitNRUN
Nguras emosi
tecna kawai :3
Masih nunggu update chapter selanjutnya dengan harap-harap cemas. Update secepatnya ya thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!