Hampir Semua orang di desa Black Sword membenci Risa Ariz. Anak yatim piatu itu dijauhi, dianggap terkutuk, dan dipercaya menyimpan makhluk kegelapan di dalam dirinya.
Muak diperlakukan layaknya sampah, Ariz memutuskan untuk berbuat onar. Ia tidak melukai, tapi ia pastikan setiap orang di desa merasakan kehadiran dan penderitaannya: dengan menyoret tembok, mengganggu ketenangan, dan menghantui setiap sudut desa. Baginya, jika ia tidak bisa dicintai, ia harus ditakuti.
Sampai akhirnya, rahasia di dalam dirinya mulai meronta. Kekuatan yang ditakuti itu benar-benar nyata, dan kehadirannya menarik perhatian sosok-sosok yang lebih gelap dari desa itu sendiri.
Ariz kini harus memilih: terus menjadi pengganggu yang menyedihkan, atau menguasai kutukan itu sebelum ia menjadi monster yang diyakini semua orang.
"MINOTO NOVEL"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MINOTO-NOVEL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15: MASAKAN PAMAN REO, SANGAT LEZAT..!!
Di malam hari, Ariz sedang duduk santai di meja makan dapur. Reo datang membawa dua mangkuk mi instan spesial.
"Makan malam sudah siap," ucap Reo, meletakkan semangkuk mi di hadapan Ariz.
"Wah...!" Ariz terkejut melihat mangkuk berisi mi dengan berbagai macam topping. "Ternyata kau jago juga ya bikin mi instan?"
"Heh, tentu saja!" Reo menyeringai bangga. "Semua orang juga pasti bisa masak mi instan, tapi buatanku beda sendiri. Ada tambahan kornet, telur, cabai, tomat, dan daun bawang!"
"Wah, kelihatannya menggoda sekali! Boleh ku cicipi sekarang?" tanya Ariz, tak sabar.
"Tentu saja! Silakan cicipi," jawab Reo.
"Baiklah kalau begitu... selamat makan!" Ariz pun langsung mencoba mi instan "modifikasi" buatan Reo.
Satu suapan saja sudah membuat Ariz seperti terbang ke langit. Perpaduan cabai dan tomat pada kuah yang ia seruput terasa begitu segar. Ia baru tahu, mi instan yang harganya murah bisa disulap menjadi makanan spesial.
"Eummm... lezat sekali!" ucap Ariz, matanya berbinar.
"Syukurlah kalau kau suka," kata Reo, tersenyum.
"Aku baru tahu, mi instan bisa dimodifikasi jadi seenak ini!" ujar Ariz dengan mulut masih penuh.
"Tentu saja bisa!" Reo menyuap mienya sendiri. "Makanan semurah apa pun, kalau kita masak sebaik-baik mungkin, akan terasa sangat nikmat. Begitu juga dengan mi instan. Ketika tidak ditambahkan topping seperti telur, cabai, atau yang lainnya, rasanya akan terasa kurang. Tetapi jika kita tambahkan bahan-bahan itu, rasanya akan jadi sangat nikmat." Reo mengangguk, seperti sedang memberi wejangan.
"Hmm! Perkataan Paman memang benar!" sahut Ariz, kembali fokus pada makanannya.
Reo yang melihatnya hanya bisa tersenyum, lalu ikut menikmati makan malamnya.
Adegan Kedua: Malam Hari
Jam menunjukkan pukul 20.40. "Tadaaa!" seru Ariz, menggelar dua karpet kecil di lantai. "Kita bisa tidur di sini."
Reo menatap karpet-karpet itu dengan bingung. "Kenapa kau harus tidur di sini? Tidur di kamar saja lebih nyaman."
"Karena ada sesuatu yang ingin aku katakan kepadamu," jawab Ariz.
"Oh ya? Kau ingin berkata apa?" tanya Reo.
Ariz tiba-tiba merebahkan diri di karpet, menjadikan kedua tangannya sebagai bantal. "Minggu lalu, Paman belum menceritakan semuanya tentang kedua orang tuaku!" Ia menatap Reo dengan tatapan penasaran. "Paman, ceritakanlah bagaimana kedua orang tuaku itu?"
Reo tersenyum dan ikut berbaring di karpet satunya. Ia juga menaruh kedua tangannya di bawah kepala. "Hah... Kau benar-benar ingin tahu?"
"Iya!" jawab Ariz singkat.
"Hah... bagaimana, ya? Ayah dan ibumu itu orang yang sangat baik," Reo mulai bercerita. "Mereka juga sangat aktif mendonasikan uang untuk anak-anak yatim piatu."
"Benarkah?" Wajah Ariz berbinar bahagia.
"Tentu saja! Dan aku masih ingat, ayahmu itu sebenarnya punya kekuatan yang sangat hebat!"
Mendengar itu, Ariz terkejut. "Kekuatan? Apakah ayahku dulu punya kekuatan yang luar biasa?!" tanyanya, penasaran.
"Tentu saja! Ayahmu dulu juga adalah orang yang sangat hebat dalam menciptakan berbagai elemen yang luar biasa! Maka dari itu, semua orang menjuluki ayahmu sebagai 'Ksatria Pencipta Elemen'. Walaupun, ayahmu bukan ksatria sungguhan." Reo menghela napas. "Dulu, ayahmu lebih memilih hidup bahagia bersama ibumu, daripada menjadi pahlawan."
"Oh, begitu ya? Ayah lebih memilih hidup seperti manusia biasa daripada menjadi orang yang kuat?"
"Ya, seperti itulah. Tapi tetap saja, meskipun ayahmu itu bukan seorang ksatria, ia adalah orang yang sangat berpengaruh di desa ini. Dan kau, Ariz. Seharusnya kau harus sama seperti kedua orang tuamu itu."
"Hah... Sepertinya perkataanmu ada benarnya juga," ucap Ariz, menatap langit-langit rumah.
"Teruslah menjadi anak yang kuat, Ariz. Walaupun banyak orang membencimu, maka diamkanlah. Itulah yang dinamakan lelaki bermental baja."
"Hmm... Paman benar. Tapi jika mereka terus membenciku, ada saatnya aku harus membalas mereka," sahut Ariz santai.
"Eh, sepertinya itu terlalu berlebihan, Ariz," kata Reo.
"Sesekali, mereka harus merasakan betapa sedihnya ketika dikucilkan," balas Ariz.
Reo menghela napas panjang. "Hah... perkataanmu sebenarnya ada benarnya juga." Ia ikut menatap langit-langit, tenggelam dalam pikirannya sendiri.
..............................
Jam menunjukkan pukul 22.00, seluruh ruangan dalam keadaan gelap. Rumah Ariz nampak sunyi, hanya terdengar suara detak jam dinding. Ariz sudah pulas di tempat tidurnya. Sementara Reo, masih berjaga, menatap langit-langit, tenggelam dalam pikirannya.
"Bagaimana, ya, untuk ke depannya nanti?" gumam Reo dalam hati, tatapannya kosong.
Tiba-tiba, sebuah ingatan muncul di benaknya, "Saat besar nanti, Ariz akan menjadi anak laki-laki yang hebat, dan peduli dengan orang-orang sekitarnya. Dia adalah satu-satunya anak yang kami sayangi. Jadi, tolong… saat aku tiada di tangan Azura, rawatlah ia dengan baik." ingatan tadi, membuat
Reo menghela napas panjang, "Haaah..."
"Apa aku akan terus membohonginya?" batinnya. Matanya mulai terasa berat, perlahan-lahan ia terlelap.
Baru saja matanya terpejam, Reo mendadak terbangun. Ia segera mengecek Ariz, namun karpet di sebelahnya sudah kosong. Terkejut, Reo langsung bangkit.
"Ke mana anak itu pergi?" bisiknya.
Ia bergegas menuju saklar dan menyalakan lampu. Pandangannya sempat melirik jam dinding, menunjukkan pukul 12 pagi.
"Jam 12 pagi? Rasanya aku baru saja mengedipkan mata," gumamnya heran. "Ariz, apa dia di kamar mandi?" Reo melangkah menuju kamar mandi.
Pintu kamar mandi terbuka sedikit, artinya Ariz tidak ada di sana.
"Dia tidak ada... Apa mungkin di kamarnya?" Reo bergegas menuju kamar Ariz. Lagi-lagi, kamar itu kosong. Bingung, ia memutuskan untuk mencari ke luar rumah.
Saat keluar, jalanan yang awalnya ramai kini sepi, begitu sunyi sampai hanya terdengar suara burung hantu. "Di luar sepi sekali," gumamnya sambil memindai sekeliling. "Anak itu tidak ada di sini... Apa mungkin dia ke taman?" Ia segera berjalan ke arah taman.
Setibanya di taman, Ariz tetap tidak ditemukan. Reo mulai panik. "Sebenarnya ke mana dia pergi?"
Saat Reo hendak berbalik, tiba-tiba seorang pria berlari ketakutan ke arahnya. "Tolong! Hantu! Hantu!" teriak pria itu, lalu bersembunyi di belakang Reo.
Reo terkejut. "Hah? Ada apa denganmu?!"
"Di... di rumahku, ada hantu anak kecil!" ucap pria itu terbata-bata.
"Hantu? Kau mengigau?" Reo mencoba berpikir positif.
"Aku tidak mengigau! Saat aku selesai buang air kecil di kamar mandi, tiba-tiba...
BERSAMBUNG....
bukan mencari kekuatan/bakat yang baru. sesuatu bakal bagus, kalau kita rajin👍