Sivania Amelia merupakan putri dari keluarga konglomerat. Tanpa kasih sayang orang tua dan perhatian dari semua orang membuatnya menjadi sosok arogan.
Hingga suatu hari dirinya menemukan sebuah buku novel di lorong sekolahnya. Buku dimana dirinya menjadi tokoh antagonis. Seorang putri palsu yang berusaha keras untuk membunuh putri asli. Tapi berakhir dengan kematian tragis.
Anehnya, semua nama tokoh di buku itu merupakan anggota keluarganya. Satu persatu kejadian dalam buku benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata. Sebuah buku dengan akhir cerita kematiannya yang penuh derita.
Tapi satu hal berbeda, hati Sivania telah membeku, meninggalkan keluarganya untuk diberikan pada putri asli.
Ini bukan miliknya, maka dirinya akan membuang segalanya. Tapi kenyataan lain terbongkar membuat keluarganya memohon agar Amelia kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Protective Or Obsesif
"Amelia, ini juga untuk kebahagiaan kak Siska. Tubuh kak Siska sudah disentuh oleh Kak Roni. Apa jangan-jangan Amelia tidak ingin kak Siska bahagia?" Tanya Tiara menutup mulutnya sendiri. Bagaikan salah berucap padahal telah menggiring opini.
"Aku tidak---" Kalimat Amelia disela.
"Walaupun kak Siska ternyata bukan kakak kandungmu. Kamu seharusnya berusaha yang terbaik untuk kebahagiaannya." Ucap Tiara tertunduk dengan air mata mengalir.
"Tiara...kamu tenang ya? Memang cuma kamu yang memikirkan kebahagiaanku. Kwalitas adik asli dan adik palsu memang berbeda." Sindir Siska menatap tajam ke arah Amelia.
"Benar! Tidak disangka hanya karena dirinya bukan anak kandung, malah ingin memisahkan kita." Roni menunduk bagaikan pria baik hati tidak bersalah.
"Roni, kamu tenang ya? Jangan mengulangi lagi sebelum pernikahan dan ibu mohon walaupun Amelia sembrono jangan menuntutnya ke pengadilan." Pinta Gina cemas.
"A...aku..." Roni menunduk sesaat. Matanya melirik ke arah adik kandung Siska. Ternyata Tiara yang diceritakan Siska begitu baik, cantik dan bijaksana. Membuat dirinya tertegun kagum sesaat.
"Aku apa?" Tanya Amelia tersenyum.
"Aku tidak akan menuntutmu. Mengingat jasamu yang membantu hubungan kami dulu. Tapi, jika kamu berniat memisahkan kami---" Kalimat Roni terhenti kala mendengarkan tawa dari mulut Amelia.
Gadis yang kemudian bertepuk tangan."Kak Roni, kak Roni... dasar makaroni. Laporkan saja aku ke polisi. Aku tidak takut sama sekali, paling menginap di penjara selama sehari. Setelah semuanya aku viralkan, tentang bagaimana aku yang mencegah perbuatan tidak senonoh, tapi dituntut masuk penjara, maka harga saham ayahmu akan turun. Kamu akan rugi dan harus klarifikasi di depan media masa."
Jemari tangan Roni mengepal, dulu dirinya menganggap Amelia calon adik ipar yang baik. Tapi sekarang? Begitu tajam, menghalangi kepentingannya.
"Dan kamu..." Amelia menoleh ke arah kakaknya."Bagaimana kakakku yang pintar dan licik dapat menjadi buta karena cinta? Jika berhubungan ranjang dengannya sekali, itu artinya kamu terikat seumur hidup dengannya. Tidak peduli dia mengangkat selir sebanyak mungkin, kamu hanya dapat mengabdi. Saat sudah tua dapat dibuang bagaikan sampah."
Amelia menghabiskan sisa air di gelasnya sekali tegukan."Kakak! Di mataku kamu adalah seorang ratu yang arogan. Bukan wanita yang akan menyerahkan segalanya untuk menggantungkan masa depannya pada seorang pria yang egois. Meminta pembuktian cinta, tapi cintanya sendiri tidak terbukti. Dunia memang sudah gila..." Gadis yang tersenyum menyeringai.
Tidak ada yang dapat menjawab setiap kata-katanya. Karena apa yang diucapkan Amelia memang benar adanya.
Mata Hendrawan melirik ke arah Siska."Kamu serius dengan Roni?" Tanyanya.
Siska mengangguk cepat, tapi sejatinya menyimpan keraguan dalam hatinya. Entah kenapa kata-kata Amelia mengganggu pikirannya.
"Terimakasih sayang, aku mencintaimu. Aku janji akan membahagiakanmu. Tidak akan ada yang lain di hatiku, hanya ada Siska." Kalimat pelan penuh senyuman, membuat Siska menelan ludah kemudian mengangguk.
"Ayah... biarkan mereka bersama. Sekarang sudah malam, bagaimana kalau kita minum coklat hangat." Tiara berucap dengan nada ceria.
Membuat Hendrawan membuang pikiran negatifnya. Konsentrasinya saat ini hanya kebagian putrinya yang harus hidup menderita di luar sana. Dirinya akan memberikan semua kebahagiaan untuk Tiara, guna menebus masa-masa yang hilang.
"Ayo...biar ibu buatkan." Gina menghela napas sembari tersenyum.
Memang dua orang yang memiliki aura berbeda. Tiara memiliki aura cerah yang bagaikan dapat membimbing semua orang untuk tersenyum.
Sedangkan Amelia bagaikan memiliki aura suram. Sesuatu yang arogan, keras, dan tidak dapat diganggu gugat.
"Suasana jadi jauh lebih hangat setelah kamu hadir." Ucap Siska memegang jemari tangan Tiara.
"Kak Siska, dengar! Cinta sejati sulit untuk didapatkan. Apalagi kak Roni yang begitu sempurna, memiliki karier yang cemerlang serta status keluarga sederajat. Kak Siska harus berusaha mempertahankannya dengan baik. Berusaha untuk cinta sejati kak Roni. Agar kalian dapat bersama." Sebuah saran menyejukkan hati. Benar-benar terdengar menyejukkan hati. Tapi dapat mendorong seseorang pada jurang kehancuran.
Pintu kamar Amelia sedikit terbuka. Dirinya duduk di atas tempat tidur kamar barunya. Dapat samar-samar mendengarkan tawa dari orang-orang di luar sana.
Wanita yang menyipitkan matanya, melirik ke arah pintu."Benar-benar tidak bisa diselamatkan." Gumamnya, menghela napas sembari membaca kembali apa yang akan terjadi besok dalam buku novel yang ditemukan olehnya.
Satu persatu halaman dibalik. Dirinya bagaikan menghafal setiap detail perlahan. Membalik setiap halaman. Entah kenapa dirinya membaca satu halaman berulang-ulang. Bukan kejadian besok, tapi beberapa waktu yang akan datang.
Kala Tristan telah menjadi kekasih Tiara. Dirinya menculik dan menyewa orang untuk melecehkan Tiara. Amelia mengetahui perbuatannya salah, sesuatu yang begitu emosional.
Tapi siapa yang tidak akan gila, jika pria yang menjadi tunangannya sejak kecil malah jatuh cinta pada wanita lain. Terlebih wanita yang telah merebut keluarganya.
Namun, untuk membalas dendam Tristan mengirim belasan pria guna melecehkannya bergilir. Apa itu pantas untuk pria yang berselingkuh? Seharusnya Tristan meminta maaf bukan? Seharusnya setelah diselamatkan Tristan Tiara juga menyesal dan minta maaf padanya.
Villain tetaplah villain. Dirinya merasa itu pantas, balas dendam yang pantas. Sedangkan Tristan dan Tiara merasa cinta mereka adalah cinta suci.
Amelia menghapus air matanya."Kenapa aku emosional seperti ini? Aku masih punya fans bukan? Lebih baik mencari penghiburan daripada stress memikirkan si pick me. Tristan juga tidak ganteng-ganteng amat." Gumamnya, padahal tengah patah hati.
Tangannya bergerak cepat menghubungi seseorang."Hallo, aku Amelia..." Ucapnya kala panggilannya diangkat.
Sebenarnya Savier jauh lebih tampan daripada Tristan. Hanya saja dirinya sudah bertunangan dari kecil dengan Tristan. Tentu harus setia mencintai satu pria.
"Amelia? Aku senang kamu menghubungiku." Ucap seseorang di seberang sana dengan nada ceria.
"Aku menghubungimu hanya karena butuh teman mengobrol. Jangan GR!" Peringatan keras dari Amelia.
"Iya...aku mengerti. Amelia pasti memiliki masalah dengan cacing kermi bukan?" Tanya Savier.
"Cacing kermi?" Tanya Amelia tidak mengerti.
"Benar! Cacing kermi, dia begitu elastis. Sulit untuk dibunuh karena berada di tempat kotor. Sudah pasti Tristan adalah cacing kermi bukan? Mana ada makhluk yang punya otak akan menolak Amelia yang paling cantik di dunia." Kalimat demi kalimat pujian dari seseorang di seberang sana.
Tawa terdengar dari mulut Amelia pada akhirnya. Hanya tawa kecil."Hari ini aku super lelah."
"Tidurlah lebih awal. Aku juga akan tidur lebih awal agar bisa memimpikan bintangku." Kalimat yang terdengar begitu menyejukkan dari seorang pria miskin."Dengar...aku akan selalu berpihak pada Amelia. Jadi jangan pernah ragu untuk menghubungiku."
"Dasar! Aku tetap tidak akan menerima cintamu." Amelia mematikan panggilannya sepihak. Entah kenapa dirinya merasa lebih lega, kala menghubungi orang miskin yang begitu lugu dan polos ini.
***
Tidak menyadari satu hal. Pemuda bernama Savier tengah berada di area latihan tembak dalam ruangan. Memakai pakaian pelatihan lengkap.
Wajah Savier tersenyum menyeringai. Seorang pria berdiri di sana dengan apel berada di atas kepalanya sebagai sasaran latih tembak. Tubuhnya gemetar ketakutan.
Dor!
Apel yang ada diatas kepalanya seketika pecah. Membuat sang pria paruh baya lemas terduduk di lantai.
"Seperti janjiku, kesepakatan dengan ayahku, deal. Tapi ingatkan putramu untuk tidak mendorong orang sembarangan. Jika terjadi lagi, berikutnya kepala putramu yang akan pecah." Bagaikan iblis pemuda itu meraih salah satu pecahan apel. Mengamatinya dengan seksama.
Ini sungguh menyebalkan. Bagaimana bisa Amelia menyukai pria seperti Tristan.
masa cuman gitu
bagaimana ini,nanggung bet🤣🤣🤣
sayang melewati kesempatan ini
cabut euy,kita pulang
mau liat keributan ini
upps...ga ya aku kan kakak perempuan yg Budiman 🤣