NovelToon NovelToon
Return After 100.000 Years In The Abyss

Return After 100.000 Years In The Abyss

Status: sedang berlangsung
Genre:Perperangan / Kelahiran kembali menjadi kuat / Action / Spiritual / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: SuciptaYasha

Lin Zhiyuan, adalah pemuda lemah yang tertindas. Ia menyelam ke kedalaman Abyss, jurang raksasa yang tercipta dari tabrakan dunia manusia dan Dewa, hanya untuk mendapatkan kekuatan yang melampaui takdir. Setelah berjuang selama 100.000 tahun lamanya di dalam Abyss, ia akhirnya keluar. Namun, ternyata hanya 10 tahun terlalui di dunia manusia. Dan saat ia kembali, ia menemukan keluarganya telah dihancurkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20 Kehidupan baru di Kota Linzhang

Zhiyuan hanya menatap mereka sekilas. Senyum tipis yang hampir tak terlihat menyentuh bibirnya.

Ketika seseorang yang hampir kehilangan seluruh kemanusiaannya mencoba meresapi kehangatan yang masih tersisa.

Ia menatap bangunan yang mulai berdiri, asap dapur yang naik ke langit, dan anak-anak yang masih bisa tertawa meskipun hidup mereka jauh dari kata "damai".

Dalam diam, ia membiarkan hatinya bergetar sedikit. Bukan kebanggaan. Bukan kegembiraan. Bukan tujuan menjadi pahlawan. Hanya rasa lega kecil.

'Kota ini… akhirnya bisa bernapas lagi...' batinnya.

Seorang lelaki tua, punggungnya sedikit bungkuk namun matanya berbinar hidup, menghampirinya dengan penuh hormat. Dia adalah Guzhong, orang yang pertama kali Zhiyuan temui ketika menapakan kaki di Linzhang.

“Pagi yang cerah, Tuan Muda Lin. Sarapan hampir siap. Daging rusa segar, dan kami baru saja menumbuk beras liar dari lembah," ucapnya.

Zhiyuan hanya mengangguk ringan. “Bagus. Pastikan anak-anak makan lebih dulu.”

Lelaki tua itu tertegun sejenak—lalu tersenyum. “Tentu. Seperti perintah Anda.”

Zhiyuan memandang anak-anak yang berlari sambil mengejar bola jerami, lalu beralih menatap tangan kanannya.

Tangan yang beberapa hari lalu menembus dada seorang patriark. Tangan yang pernah dipenuhi darah, kini dilingkupi embun pagi.

Zhiyuan tidak berniat menjadi pahlawan, namun ketika dia kembali pulang ke Linzhang bersamaan dengan kabar hancurnya Keluarga Wang membuat banyak orang kagum padanya.

Orang-orang yang masih bertahan di balik reruntuhan kota, maupun orang-orang yang hidup sebagai gelandangan di kota lain setelah mengungsi, mereka semua memilih untuk kembali ke Linzhang.

Seolah tahu jika kota itu akan kembali hidup bersamaan dengan kembalinya anggota keluarga Lin yang tersisa.

Sedangkan Zhiyuan? Awalnya dia hanya ingin memperbaiki rumah keluarganya untuk menghormati kematian mereka, namun harus direpotkan oleh orang-orang yang menganggapnya pahlawan.

'Hah... Ini merepotkan. Jika begini maka tujuanku untuk membalas keluarga yang tersisa akan terhambat,' batin Zhiyuan dalam hatinya.

Namun, melihat suasana pagi ini membuatnya berpikir jika semuanya tidak terlalu buruk.

Tap... Tap... Tap...

Suara langkah kaki terdengar mendekat. Jinzu datang dengan membawa sebuah keranjang besar yang terbuat dari anyaman bambu. Buah-buahan berwarna merah, ungu, dan oranye tampak menggoda di dalamnya—masih segar, sebagian bahkan masih basah oleh embun hutan.

“Pagi, Tuan Muda,” sapanya ceria.

Zhiyuan menghela napas, menatapnya datar. “Apakah semua orang harus menyapaku seperti itu?”

Jinzu terkekeh kecil. “Hehe, mungkin itu kebiasaan baru di sini. Lagipula, semua orang hanya ingin bicara dengan Anda. Entah karena rasa hormat, atau karena mereka ingin memastikan bahwa anda benar-benar nyata.”

Zhiyuan menggeleng pelan. “Lupakan itu. Ngomong-ngomong, darimana saja kau?”

“Dari hutan,” jawab Jinzu sambil menepuk keranjangnya. “Aku lihat semua orang di dapur lemas, jadi kupikir buah segar bisa membantu. Mereka butuh gizi, bukan hanya semangat.”

Zhiyuan melirik buah-buah itu, lalu mengangguk. “Jangan pergi sendirian lagi.”

Nada suaranya terdengar datar, tapi Jinzu tahu—itu bentuk perhatian yang jarang keluar dari mulut pria itu.

“Baik, Tuan Muda,” balas Jinzu lembut.

Mereka berdua terdiam sesaat, hanya terdengar suara ayam jantan yang berkokok dan dentingan logam dari para pekerja di kejauhan.

Tiba-tiba, seorang pria paruh baya datang tergesa dari arah selatan kota. Pakaiannya lusuh, namun matanya menyala penuh tekad.

“Tuan Muda Lin!” serunya.

Zhiyuan menoleh. “Ada apa, Han Peng?”

Han Peng, mantan kepala tukang pembangunan yang cukup handal di masanya berhenti di hadapan mereka, ia mengatur napas sejenak sebelum berbicara.

“Tentang sistem irigasi, Tuan. Sungai Ling… yang menjadi sumber kehidupan kita selama ini, sudah kering. Tidak ada air sama sekali mengalir ke kanal.”

Jinzu menatapnya kaget. “Sungai Ling? Tidak mungkin. Seminggu lalu masih mengalir meski sedikit.”

Zhiyuan terdiam sejenak, matanya menyipit.

“Sepertinya Anda harus bekerja, Tuan Muda,” ujar Jinzu dengan nada menggoda. Ia menunduk sedikit sambil mengangkat keranjangnya. “Kalau begitu saya pamit dulu, buah ini harus segera dibagi.”

Zhiyuan menatapnya sebentar, lalu mengangguk. “Baiklah. Hati-hati di jalan.”

Begitu Jinzu pergi, Zhiyuan menatap Han Peng sekali lagi. “Tunjukkan padaku lokasi kanal.”

"Baik, Tuan!"

Mereka kemudian berjalan melewati area pembangunan—pondasi rumah, reruntuhan yang masih dibersihkan, dan sawah-sawah yang mulai di bajak kembali.

Di sepanjang jalan, Han Peng menjelaskan dengan rinci.

“Dulu, kalau anda masih ingat, aliran Sungai Ling mengalir dari pegunungan selatan. Airnya bercampur energi spiritual yang membuat tanah di Linzhang subur. Tapi sejak perang tujuh tahun lalu, alirannya mulai melemah. Dan sekarang benar-benar kering.”

Zhiyuan berjongkok di tepi kanal. Tanahnya lembap tapi tidak ada tanda air mengalir. Ia menyentuhnya, menyalurkan sedikit Qi untuk memeriksa.

“Tidak ada gangguan spiritual disini…” gumamnya. “Tanah masih hidup, sepertinya ada hambatan di hulu sungai."

Han Peng menatapnya penuh harap. “Apa mungkin ada makhluk spiritual di sana? Atau runtuhan batu?”

“Mungkin,” jawab Zhiyuan tenang, lalu berdiri. “Kalau begitu, aku akan pergi memeriksanya sendiri.”

Han Peng terkejut. “Sendirian, Tuan Muda?”

“Lebih cepat begitu.” Zhiyuan menepuk bahu lelaki itu. “Kau urus pembangunan. Pastikan tidak ada yang kekurangan air minum. Gunakan sumur cadangan di barat sampai aku kembali.”

Han Peng menunduk dalam-dalam. “Baik, Tuan Muda Lin. Semoga langit melindungi Anda.”

Zhiyuan menatap ke arah selatan—ke pegunungan berkabut yang jauh di balik cakrawala. Cahaya pagi menembus celah awan, memantulkan kilau samar di matanya.

‘Sungai yang berhenti mengalir tanpa sebab…’ batinnya. ‘Atau mungkin bukan tanpa sebab.’

Ia melangkah, meninggalkan Linzhang yang baru terlahir kembali untuk menyusuri tepian sungai kering itu.

Zhiyuan menyusuri sungai itu tidak dengan cara biasa, melainkan menggunakan kemampuannya untuk terbang dan mengamati dari atas.

Tak berselang lama, pegunungan selatan mulai terlihat jelas.

“Pegunungan Selatan…” gumamnya pelan. “Seharusnya hulu Sungai Ling berada di balik sana.”

Setelah beberapa menit mengamati dari atas, ia akhirnya sampai di ujung lembah.

Dan di sanalah ia melihatnya—sebuah batu raksasa menutupi seluruh aliran sungai. Air yang seharusnya mengalir deras kini hanya menetes melalui celah kecil, menciptakan genangan di sisi bawah.

Zhiyuan turun dari langit dan berdiri tepat di depan batu raksasa itu.

“Jadi, ini penyebabnya…”

Ia mengepalkan tangan. Udara di sekitarnya bergetar—angin terhisap masuk seperti pusaran halus. Dari tubuhnya muncul tekanan spiritual yang kuat namun tenang.

WUUUNG…

Dalam sekejap, Zhiyuan menghantam batu itu dengan satu pukulan.

Ledakan cahaya kemerahan menyala dan bergemuruh hingga mengguncang lembah. Batu raksasa itu retak, lalu hancur berkeping-keping.

BRAAAKKKKK!!!

Bersamaan dengan itu, air deras yang tertahan selama berbulan-bulan akhirnya meledak keluar dari celah pegunungan. Deru air bagaikan raungan naga yang dibebaskan dari penjara.

Ikan-ikan melompat di antara arus, dan sungai yang lama mati kini kembali hidup.

Zhiyuan melompat ke sisi lain sungai, mendarat ringan di atas batu besar. Ia mengamati aliran air yang mulai mengisi kembali lembah, memastikan tekanan dan arah arusnya stabil.

Namun tiba-tiba—matanya menangkap sesuatu di tengah gejolak air.

Sesuatu yang berwarna merah.

Sebuah kain sutra, menari di antara pusaran deras. Tapi ketika diperhatikan lebih seksama, kain itu menempel pada tubuh seseorang—seorang wanita yang hanyut tak berdaya.

Zhiyuan tidak berpikir panjang. Dalam sekejap, tubuhnya melesat bagaikan bayangan.

SWOOSH!

Ia menjejak batu dan melompat ke udara. Dalam satu gerakan presisi, tangannya menangkap tubuh itu dan melesat keluar dari arus tanpa menyentuh air sedikit pun—seperti seekor elang menangkap ikan dari permukaan sungai.

Ia mendarat di tepian dengan ringan. Gadis itu terbaring di pelukannya—basah kuyup, pucat, dan nyaris tanpa napas.

Zhiyuan menatapnya, lalu menyingkap rambut basah yang menutupi wajahnya.

Ia terpaku. Wajah itu… cantik luar biasa. Lembut, namun ada gurat penderitaan yang dalam di baliknya. Bibirnya membiru, lehernya dihiasi bekas luka bakar spiritual yang samar.

“Dia masih hidup,” gumam Zhiyuan, suaranya rendah namun mantap.

Ia meletakkan gadis itu perlahan di tanah, lalu menempelkan telapak tangannya ke perutnya.

"Suhu tubuhnya sangat dingin—Qi-nya kacau dan nyaris padam."

Zhiyuan menarik napas pelan, lalu mengalirkan energi spiritual. Sama seperti ketika ia mengantar "kepergian" Nyonya Keluarga Wang, Zhiyuan menggunakan kekuatannya yang berbanding terbalik dengan energi Abyss yang negatif.

Aura putih keemasan menjalar lembut ke tubuh gadis itu, menstabilkan meridiannya tanpa melukai jiwa.

Tubuh gadis itu menegang, lalu—

"KHAAAK!"

Ia terbatuk keras, memuntahkan seluruh air yang mengisi paru-parunya. Nafasnya tersengal-sengal, namun akhirnya mengalir kembali.

Zhiyuan menarik tangannya, menatapnya tenang. Beberapa luka di tubuh gadis itu kini tampak lebih jelas. Sayatan pedang dan panah di bahu dan punggung dan luka bakar di sisi kiri perut.

‘Luka seperti ini hanya bisa dihasilkan oleh kultivator ranah Pendekar Langit...' batinnya dingin.

Ia menatap gadis itu lebih lama, alisnya sedikit berkerut.

“Siapa sebenarnya gadis ini…” gumamnya lirih.

1
Winer Win
zhiyuan cool sekali..like deh ..😍😍😍😍
Winer Win
sabar..setelah ini giliran anda tuan muda Wang...
Winer Win
aku kalo baca novel genre ini..lama adaptasinya..Sam halnya nnton film2 cina..soalnya namnya hmpir mirip2..haha
mlh kalo baru awal2..kek semua tokoh tu mukanya smaaaaaaa..🤣🤣
Rizky Fathur
cepat bantai semua keturunan keluarga Wang buat juga mcnya bantai keluarga mo yang berani ikut campur dengan kejam
Rizky Fathur
cepat bantai Patriak Wang dengan kejam Thor bikin di melihat kehancuran keluarganya cepat hancurkan kultivasinya Patriak Wang bikin mcnya bikin sayembara untuk membunuh Semua keturunan Klan Wang dengan imbalan sumber daya besar bikin Patriak Wang ketakutan meminta ampunan kepada mcnya tapi mcnya tidak peduli malah tertawa kejam hahaha
y@y@
💥🌟⭐🌟💥
Raylanvas
Menarik
y@y@
👍🏿⭐🌟⭐👍🏿
Rizky Fathur
lanjut Thor cepat bantai Patriak Wang dengan kejam biarkan Dia melihat sendiri keluarga hancur dan di bantai bikin semua jiwa keluarga Patriak Wang di hancurkan Agar tidak bisa bereinkarnasi hahaha bantai Patriak Wang dengan kejam panjang tubuhnya sebagai peringatan
Rizky Fathur
cepat bantai mereka dengan kejam hancurkan jiwanya Agar tidak bisa bereinkarnasi Thor
Arafami
lanjut...
Arafami
seru lanjutkan...
Tara
sedih nya...seluruh keluarga binasa😱😭😓
y@y@
👍🏼🌟⭐🌟👍🏼
Arafami
lanjut...
Arafami
hmm interesting..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!