NovelToon NovelToon
1000 Hari Bersamamu

1000 Hari Bersamamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / Romantis / Cintamanis / Cinta Seiring Waktu / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Romansa
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Mardonii

Doni Pradipta, seorang koki berbakat yang kehilangan segalanya dalam kebakaran lima tahun lalu, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah karena sebuah undian aneh: menjadi personal chef (Koki Pribadi) bagi Naira Adani, aktris terkenal yang tengah terpuruk setelah perceraian dan skandal besar.

Pertemuan keduanya yang semula hanya soal pekerjaan perlahan berubah menjadi perjalanan penyembuhan dua hati yang sama-sama retak mencoba untuk bertahan. Di dapur itu, Naira menemukan kembali rasa aman, sementara Doni menemukan alasan baru untuk percaya pada cinta kembali.

Ikuti kisah mereka yang penuh emosi, tawa, dan luka yang perlahan sembuh.
Jangan lupa dukung karya ini dengan Like, Comment, dan Vote agar cerita mereka bisa terus berlanjut. 🤍✨

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardonii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 2. KEPUTUSAN BERAT

..."Antara bertahan di masa lalu, atau berjalan menuju takdir yang belum dikenal."...

...---•---...

Doni teringat berita-berita yang dulu hanya ia baca sekilas. Foto-foto Naira Adani yang kurus dan pucat, matanya kosong di balik kacamata hitam. Headline tentang Rendra Wiratama yang memberikan pernyataan keras di televisi, tentang Naira yang tidak pernah membela diri. Media mengerubungi setiap langkahnya seperti kawanan yang mencium darah.

Lalu Naira menghilang. Tidak ada lagi foto, tidak ada klarifikasi, tidak ada konferensi pers. Hanya keheningan yang membuat spekulasi semakin liar.

Mungkin itu alasannya.

Naira membutuhkan seseorang yang bisa dipercaya. Seseorang yang menjaga jarak, yang tidak akan menjual ceritanya ke media, yang hanya akan melakukan tugasnya: memasak.

Tapi bisakah aku benar-benar melakukan itu? Memasak tanpa melibatkan perasaan?

Sejak Sari meninggal, memasak adalah satu-satunya cara Doni menyalurkan rasa cintanya. Ia memilih sayuran terbaik di pasar, yang masih segar dan warnanya cerah. Ia tidak pernah terburu-buru saat mengaduk saus, menunggu sampai kekentalan pas dan rasa meresap sempurna. Ia menaburkan garam dengan hati-hati, mengecap rasanya berkali-kali sampai seimbang. Setiap gerakan tangannya adalah doa yang tidak terucap, harapan sederhana: semoga makanan ini bisa membuat seseorang tersenyum, walau hanya sebentar.

Jika aku harus memasak untuk Naira selama seribu hari, bisakah aku mematikan rasa peduliku?

Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya, seperti adukan yang tidak pernah berhenti.

Ia bangkit dari duduknya, lalu berjalan menuju dinding dekat kasir. Foto Sari masih tergantung di sana. Perempuan berambut panjang itu tersenyum lebar, matanya bulat dan hangat. Tangannya memegang pisau koki, topi koki miring lucu di kepalanya. Itu foto saat hari kelulusan mereka dari sekolah kuliner, hari terakhir segalanya terasa sempurna.

Jari-jarinya menyentuh bingkai foto, menyapu debu tipis yang menempel di permukaannya. Tenggorokannya tercekat. Dadanya sesak seperti ada yang meremas dari dalam.

"Maafkan aku, Sari," bisiknya pelan, suaranya serak. Matanya memanas, tapi ia mengedipkan mata cepat-cepat. "Aku harus pergi."

Foto itu tentu tidak menjawab. Sari tetap tersenyum seperti biasa. Tapi entah kenapa, Doni merasa ada kehangatan samar di dadanya. Ia teringat kata-kata Sari dulu, saat mereka berdua masih berdiri di dapur restoran yang baru dibuka:

"Memasak bukan cuma soal membuat kenyang, Don. Tapi soal menyembuhkan hati. Kalau ada orang butuh makananmu, itu artinya mereka butuh kehangatan yang kamu punya."

Doni menarik napas panjang. Udara malam masih terasa dingin di paru-parunya.

Naira Adani, aktris terkenal yang punya segalanya, tapi mungkin kehilangan sesuatu yang paling penting: kehangatan sejati.

Mungkin ia membutuhkan lebih dari sekadar koki. Mungkin ia membutuhkan seseorang yang bisa memasak dengan hati, bukan hanya dengan resep.

...---•---...

Pagi berikutnya, setelah menatap langit-langit kamarnya sepanjang malam tanpa bisa tidur nyenyak, Doni duduk di warung kopi langganannya. Matanya terasa berat, kelopaknya seperti ditarik ke bawah. Bangku kayu di bawahnya terasa dingin walau matahari sudah mulai naik. Ia memesan kopi hitam tanpa gula, seperti biasa. Asap panas mengepul dari cangkir keramik yang sudah pecah di pinggirnya, sementara laptop tuanya terbuka di meja.

Di sekelilingnya, warung mulai ramai. Suara sendok beradu dengan gelas, mesin espresso mendesis keras, dua perempuan di meja sebelah tertawa sambil membicarakan drama televisi semalam. Tapi semua bunyi itu terdengar jauh, seperti berada di balik dinding kaca tebal.

Kursor berkedip di kolom email. Berkedip, berkedip, berkedip. Seperti jantung yang berdebar menunggu keputusan.

Jari-jarinya mulai mengetik pelan. Bunyi ketukan keyboard terdengar keras di telinganya sendiri, lebih keras dari obrolan pengunjung lain.

Kepada Yth. PT Kulina Rasa Sejahtera,

Setelah mempertimbangkan dengan matang, saya menyatakan bersedia menerima posisi koki pribadi untuk Naira Adani selama 1000 hari. Saya siap menandatangani kontrak dan mulai bekerja sesuai jadwal yang ditentukan.

Hormat saya,

Doni Pradipta

Tangannya berhenti. Kursor berkedip di atas tombol kirim. Jari Doni melayang di atas touchpad, gemetar ringan. Detak jantungnya terdengar keras, berdentum di telinganya sendiri, mengalahkan semua bunyi di warung kopi.

Satu klik. Hidupku akan berubah.

Ia menutup mata sebentar. Wajah Sari muncul di kepalanya, senyumnya yang lebar, matanya yang berbinar, tangannya yang mengacungkan jempol. Lalu wajah itu perlahan memudar, digantikan bayangan tagihan yang menumpuk di laci kasir, surat peringatan bank dengan cap merah, dan Andi yang menunggu gaji dengan wajah cemas.

Napasnya keluar panjang. Udara di paru-parunya terasa berat, seperti mengeluarkan sesuatu yang tersangkut lama di dada.

Ia menekan kirim.

Bunyi whoosh pelan dari speaker laptop terasa seperti pintu yang tertutup di belakangnya, terkunci rapat, tidak bisa dibuka lagi. Doni menutup laptopnya dengan klik yang berat, lalu meneguk kopinya sampai habis. Rasanya pahit menyengat lidah, tapi hangat mengalir turun ke tenggorokan, membakar pelan sampai ke perut.

...---•---...

Di luar jendela, Bandung mulai ramai. Angkot berwarna biru lewat dengan musik dangdut yang menggelegar, speaker di atapnya bergetar keras. Pedagang kaki lima membuka lapak, aroma gorengan dan kopi mulai menguar di trotoar. Orang-orang berlalu-lalang menjalani hidup biasa, tidak tahu bahwa di sudut warung kopi kecil ini, seseorang baru saja mengikatkan takdirnya sendiri.

Ponselnya berdering. Nomor Jakarta. Tania.

"Pak Doni, kami sudah terima emailnya. Terima kasih atas keputusannya!" Suara Tania terdengar riang, terlalu ceria untuk pagi yang terasa berat ini. "Tim kami akan datang besok untuk penjelasan lengkap. Kontrak dimulai lusa. Bapak sudah siap?"

"Siap." Nada suaranya terdengar lebih tegas daripada perasaannya yang sebenarnya. Dadanya masih sesak, tangannya masih gemetar halus.

"Sempurna! Oh ya, satu hal lagi, Pak. Klien meminta agar pertemuan pertama dilakukan langsung di rumah beliau. Jadi besok Bapak akan kami antar ke kediamannya di Dago Pakar, Bandung. Manajer beliau yang akan menyambut."

Dago Pakar. Kawasan elit di atas bukit.

"Baik."

"Sampai jumpa besok, Pak Doni. Selamat bergabung di program Koki Pribadi untuk Selebriti!"

Telepon terputus. Doni menatap ponselnya lama, layarnya perlahan meredup menjadi hitam, memantulkan wajahnya yang lelah. Lingkaran hitam di bawah matanya makin jelas.

Besok. Lusa. Seribu hari akan dimulai.

...---•---...

Ia melangkah keluar dari warung kopi. Udara pagi masih sejuk, bau kopi bercampur aroma gorengan dari pedagang sebelah yang baru mengangkat tutup wajan besarnya. Minyak mendesis keras, asap tipis mengepul ke udara. Doni berjalan menuju restorannya yang tidak jauh dari situ, melewati toko-toko yang baru membuka pintu, menyapu trotoar, menyiram tanaman di pot-pot plastik yang berjejer di depan etalase.

Dapur Sari sudah buka. Andi sibuk menyiapkan bahan untuk makan siang, pisaunya menetak talenan dengan ritme teratur, bunyi yang sudah akrab selama bertahun-tahun. Bau bawang putih tumis mulai menguar dari kompor, harum dan pedas, memenuhi seluruh ruangan.

"Pak!" seru Andi begitu melihatnya. Pisau di tangannya berhenti di udara. "Jadi bagaimana? Sudah dapat kabar?"

"Aku terima. Mulai lusa."

"Lusa?!" Pisau di tangan Andi nyaris jatuh, ujungnya menancap ke talenan. Matanya membulat. "Cepat sekali! Terus restoran bagaimana? Siapa yang..."

"Kamu yang pegang kendali sementara aku pergi."

Andi menatapnya dengan mata masih membulat, tidak percaya. "Serius, Pak? Tapi... aku bisa?"

"Kamu bisa." Doni menepuk bahu anak muda itu, tangannya terasa berat seperti sedang melepas sesuatu yang berharga. Kehangatan dari bahu Andi merembet ke telapak tangannya. "Aku sudah ngobrol sama bank, mereka setuju tunda penagihan. Gajimu dan yang lain tetap jalan. Malah bisa lebih lancar."

Mata Andi berkaca-kaca. Lalu senyumnya merekah lebar, bibirnya bergetar sedikit menahan emosi. "Gila, Pak. Ini kesempatan besar. Buat kita semua."

"Tiga tahun cepat, kok." Doni mengusap tengkuknya sendiri, otot-ototnya tegang. "Setelah itu, kita renovasi restoran ini. Kita buat lebih bagus."

Tapi dalam hati, Doni bertanya-tanya: Apakah aku benar-benar akan kembali sebagai Doni yang sama? Atau seribu hari itu akan mengubahku menjadi orang lain?

Ia menatap lagi foto Sari di dinding. Senyumnya yang tidak pernah pudar, matanya yang masih berbinar walau hanya di balik kaca foto. Cahaya pagi masuk lewat jendela, menyinari bingkai foto itu, membuat permukaannya berkilau.

"Doakan aku, Sari," bisiknya pelan, nyaris tidak terdengar di tengah riuh dapur yang mulai sibuk. Suaranya serak, tenggorokannya kering. "Semoga aku tidak kehilangan diriku sendiri di sana."

Foto itu tetap tersenyum.

Dan Doni berusaha meyakinkan diri bahwa senyum itu adalah restu yang ia butuhkan.

Besok, aku akan melangkah ke dunia baru. Dunia Naira Adani. Dunia yang tidak aku kenal, tapi entah kenapa, aku merasa memang ditakdirkan untuk masuk ke sana.

Undian. Takdir. Atau mungkin... sebuah ujian yang menyamar sebagai hadiah.

Doni tidak tahu. Yang ia tahu, seribu hari itu akan dimulai, dan hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

...---•---...

Di talenan, potongan bawang bombai menunggu untuk ditumis. Doni mengambil spatula, menyalakan kompor. Api biru menyala dengan bunyi klik-klik-klik, lalu desisan gas mengisi keheningan. Ia menuang minyak, menunggu sampai permukaannya berkilau dan panas, gelembung-gelembung kecil mulai terbentuk di pinggiran wajan.

Lalu ia memasukkan bawang. Bunyi gemericik keras langsung memenuhi dapur, aroma harum menyebar cepat, memenuhi hidungnya, meresap ke setiap sudut ruangan. Andi berdiri di sebelahnya, ikut mengaduk wajan lain dengan gerakan terlatih. Mereka bekerja berdampingan seperti biasa, spatula beradu dengan wajan, kompor mendesis, seperti tidak ada yang akan berubah.

Tapi keduanya tahu, ini adalah hari-hari terakhir mereka bekerja bersama untuk waktu yang lama.

Doni mengaduk bawang bombai pelan, merata, menunggu sampai warnanya berubah keemasan dan aromanya makin harum. Gerakannya otomatis, tangannya bergerak sendiri tanpa perlu berpikir. Tapi pikirannya melayang jauh, ke rumah besar di Dago Pakar, ke wajah Naira Adani yang tidak pernah ia lihat langsung, ke seribu hari yang akan datang.

Seribu hari.

Seribu pagi memasak untuk orang asing.

Seribu malam jauh dari sini.

Asap tipis mengepul dari wajan, mengaburkan pandangannya sebentar. Lalu ia mengusap matanya dengan punggung tangan, merasakan kelembapan di sana, lalu kembali mengaduk.

Api terus menyala. Dan dunia terus berputar.

...---•---...

...Bersambung...

1
Ikhlas M
Loh Naira, jangan banyak makan-makan yang pedes ya nanti sakit perut. Kasian perutnya
Ikhlas M
Bisa jadi rujukan nih buat si Doni ketika dia ingin makanan sesuatu yang dingin
Ikhlas M
Pinter banget sih kamu Don. Aku jadi terkesan banget sama chef terbaik kayak kamu
Ikhlas M
Akhirnya dia mau makan juga. Terbaik banget sih kamu Don. Chef paling the best se jagat raya
Ikhlas M
betul banget. Memang makanan lokal juga gak kalah hebatnya di bandingan makanan luar
Iyikadin
Biasanya orang yang paling kita cintai adalah orang yang paling menyakiti juga😭
☠ ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘAthena
ada mslh apa sebenrnya sama naira, hingga dia jd terpuruk kyk gtu, smg masskanmu bs mmbuat naira kmbli hidup Doni
☠ ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘAthena
krn selera mknnya udh nggk ada doni, coba km buat mdkn yg baunya menggugah selera, jd nnt saat namira mencium bau mskn km dia jd ingin mkn
Rezqhi Amalia
nah betul. si pemilik rumah aja gak masalah tu
Rezqhi Amalia
ya gtu sih, satu laki laki saja berbuat kesalahan, pasti semua laki laki disamakan. begitu pula sebaliknya😭🤣
Rezqhi Amalia
seperti biasa Thor, pbukaan yg bagus🥹
Cahaya Tulip
Asal Ratna ga tau..klo pun tau tenang aja don, Naira pasti membelamu. yang penting nasi gorengnya jangan lupa pakai terasi 😁👍
@dadan_kusuma89
Ternyata kau sudah memikirkan sampai sedalam itu, Don. Aku salut denganmu, bukan hanya rasa di lidah yang kau utamakan, namun lebih dari itu, selain enak juga harus sehat.
@dadan_kusuma89
Filosofi dalam setiap resep racikan yang kau ciptakan selalu mengandung unsur penawar, Don. Meski tanpa kata ataupun ramuan herbal, namun jika rasa yang ditimbulkan memiliki kekuatan hakiki, maka semua itu bisa menjadi pendorong semangat hidup.
☕︎⃝❥Ƴ𝐀Ў𝔞 ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
mungkin krn klean mulai dekat, jd Naira ingin lebih kenal, paham & berempati sama kmu Don 🤭
Muffin
Betul mereka punya luka kehilangan yang sama. Hanya beda cara bersikap aja. Kalau naira lebih menutup diri
Muffin
Teratur sekali yaa hidup naira. Aku aja kadang makan pagi dirapel makan siang 🤣
LyaAnila
dia goreng nasi goreng lagi kah? kalau iya, pasti baunya harum. ahjadi pengen🤭
PrettyDuck
hwaaaa kalo ketauan pengacaranya jadi masalah gak nih? tapi syukur2 naira gak jadi mati kelaperan kann 😭
PrettyDuck
akhirnya makan kau nairaa! udah 8 bab si doni nungguin biar kamu makan 🫵
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!