Baron sudah muak dan mual menjadi asisten ayah kandungnya sendiri yang seorang psikopat. Baron berhasil menjatuhkan ayahnya di sebuah tebing dan berhasil melarikan diri. Di tengah jalan Baron tertabrak mobil dan bangun di rumah baru yang bersih dan wangi. Baron mendapatkan nama keluarga baru. Dari Baron Lewis menjadi Baron Smith. Sepuluh tahun kemudian, Baron yang sudah menjadi mahasiswa hukum kembali dihadapkan dengan kasus pembunuhan berantai yg dulu sering dilakukan oleh ayah kandungnya. Membunuh gadis-gadis berzodiak Cancer. Benarkah pelaku pembunuhan berantai itu adalah ayah kandungnya Baron? Sementara itu Jenar Ayu tengah kalang kabut mencari pembunuh putrinya yang bernama Kalia dan putri Jenar Ayu yang satunya lagi yang bernama Kama, nekat bertindak sendiri mencari siapa pembunuh saudari kembarnya. Lalu apa yang terjadi kala Baron dipertemukan dengan si kembar cantik itu, Kama dan Kalia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lizbethsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Another Kama
"Baron, kenalin aku ke cewek cantik tadi ya kalau kamu udah berhasil mendekati dia" Ucap Nathan.
"Aku juga mau dikenalin" Sahut Radit.
Baron memilih berlari ke tangga darurat daripada mendengarkan ocehan tidak jelas dari teman-temannya. Laju lari Baron menuju ke lantai dua. Radit dan Nathan mengekornya.
Sesampainya di lantai dua, Baron masih melanjutkan laju larinya menuju ke kelas di mana dia diharuskan menjalankan perannya menjadi asisten dosen karena sang dosen sedang ada meeting dadakan.
Kama membuka pintu kelas dan langsung mendapatkan tatapan tidak suka dari hampir semua mahasiswa dan mahasiswi yang sudah memenuhi kelas.
Kasus pembunuhan Kalia masih ditutup rapat oleh pihak kepolisian jadi teman-temannya Kalia saat dirinya masih memakai identitasnya Kama, belum mengetahui Kama yang selama ini mereka kenal bukanlah Kama yang sebenarnya dan Kama yang selama ini mereka kenal sudah mati dengan identitas aslinya, yakni Kalia.
Kama tertegun dan berdiri kaku di depan pintu selama beberapa detik. Kalia, apa yang selama ini sudah kamu lakukan? Kenapa aku mendapatkan tatapan aneh dari teman-teman sekelas kamu? Batin Kama.
Kama menghela napas panjang lalu memilih duduk di bangku paling depan yang masih kosong dan mengabaikan tatapan tidak suka dari hampir semua orang yang ada di kelas sekaligus mengabaikan lambaian tangan dari seseorang yang duduk di bangku paling belakang.
Seseorang yang melambaikan tangan itu adalah teman dekatnya Kalia saat Kalia masih hidup dan masih memakai nama Kama. Seseorang itu bernama Cantika. Cantika putri konglomerat Indonesia yang kuliah di Paris.
Kenapa Kama duduk di bangku paling depan? Kama, kan, paling benci duduk di bangku paling depan? Lalu, kenapa Kama seperti tidak mengenal aku? Gumam Cantika sambil garuk-garuk kepala.
Kama kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri, bukankah aku terlambat lima belas menit, tapi kenapa kelas belum dimulai dan dosennya belum hadir? Tzk! Ternyata bukan cuma orang Indonesia yang suka ngaret, orang sini pun suka ngaret.
Baru beberapa detik Kama duduk, dia mendapatkan bisikan dari arah belakang, "Aku lihat kamu keluar dari klub malam lalu masuk ke mobil orang seminggu yang lalu, malam Minggu"
Bisikan yang kedua datang dari suara yang lebih cempreng dan masih dari arah belakang, "Dasar cewek murahan! Cih! Jangan harap kamu bisa langgeng sama Bernard"
Kama hendak menoleh ke belakang karena kesal dengan bisikan itu, tetapi lengannya ditahan oleh seorang cowok yang tinggi, putih, berhidung mancung, wajah pemuda itu Paris banget.
Cowok yang tiba-tiba menahan lengan Kama dan duduk di samping Kama itu menyorot tajam dua cewek yang ada di bangku belakangnya Kama sambil berkata, "Jangan ganggu Kama!"
"Bernard!" Pekik suara cempreng yang tadi berbisik di telinga Kama.
Oh, ini yang namanya Bernard. Tampan juga. Dia sepertinya orang Paris asli. Wajahnya sebelas dua belas dengan Maxime Bouttier. Batin Kama sambil memindai wajah cowok tampan di depannya.
Kama tersentak kaget dan mengerjap dua kali saat cowok yang bernama Bernard itu menatapnya sambil berkata, "Kamu baik-baik saja, kan?"
Kama menarik lengannya dari genggaman Bernard saat dia teringat akan pesan dari detektif Akira, semua teman-teman mendiang Kalia adalah tersangka. Kamu harus mencurigai semuanya dan mengamati semuanya. Siapa tahu salah satu dari mereka adalah pembunuhnya.
Bernard mengerutkan kening, "Kenapa? Oh, kamu masih marah soal malam itu? Aku tidak selingkuh, aku........"
"Selamat pagi semuanya, maaf saya terlambat datang"
Radit dan Nathan sudah duduk di bangku kosong yang letaknya paling belakang dan sederet dengan bangkunya Cantika.
Bernard menghentikan ucapannya dan mengarahkan badannya ke depan dengan terpaksa. Kama melakukan hal yang sama dan mata Kama sontak membeliak sempurna. "Dia?!"
Baron menoleh sekilas ke Kama dengan senyuman manis lalu dia mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas sambil berkata, "Kita akan memulai kelas kita hari ini. Maaf kalau kalian kecewa karena dosen tercinta kita meminta saya menggantikan beliau mengajar. Dosen tercinta kita ada meeting mendadak. Oke kita mulai kelas kita"
what?! Apa dia tadi tersenyum? Nggak! Dia nggak mungkin tersenyum hanya untuk aku. Nggak, jangan GeEr kamu Kama! Kama menggelengkan kepalanya sambil mengambil buku-bukunya dari dalam tas selempangnya yang dia sampirkan di bangku.
"Oke, silakan buka halaman 102!"
Kama menoleh ke Bernard lalu menunduk dan berbisik, "Kenapa kelas ini memakai pengantar bahasa Indonesia?"
"Karena isi kelas ini adalah orang Indonesia, Malaysia, dan orang Brunei" Bisik Bernard tepat di atas telinganya Kama.
"Jangan dekat-dekat!" Kama mendorong kesal bahu Bernard.
Bernard mendelik ke Kama dan berbisik, "Kamu pacarku. Kenapa aku tidak boleh dekat-dekat sama kamu? Kita bahkan sudah sering berciuman"
Kama memutar bola matanya jengah sambil menjauhkan sedikit bangkunya dari bangkunya Bernard.
Bernard mendelik kaget dan di saat pemuda itu ingin menarik bangku Kama agar menempel ke bangkunya, Baron mengetukkan pucuk spidolnya ke mejanya Kama dan Bernard dan berkata, "Bernard, tolong jawab pertanyaan nomor satu!"
Bernard sontak menarik tangannya dari bangku Kama karena terkejut lalu mengarahkan pandangannya ke depan sambil mendengus kesal.
Baron menarik spidolnya, menegakkan badan, lalu melipat tangan di depan mejanya Bernard. "Silakan jawab soal nomor satu yang ada di papan!"
Bernard menghembuskan napasnya dengan kasar lalu dengan terpaksa dia berdiri dan melangkah ke depan dengan malas.
Baron mengarahkan pandangannya ke Kama dan tersenyum manis.
Kama mengerutkan keningnya di depan Baron dan bibir gadis itu merapat kesal.
Baron melebarkan senyumannya melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Kama sebelum pandangannya dia alihkan ke papan tulis.
Kali ini aku yakin kalau dia sengaja tersenyum ke aku. Dia udah kurang ajar tadi, dia juga udah ambil bekal makan siangku dan sekarang kasih senyuman nggak jelas ke aku. Dasar brengsek! Kama mendengus kesal.
Aku juga harus mencurigainya karena kata detektif Akira, dosen dan asisten dosen juga termasuk tersangka. Kama menatap tajam wajah Baron dari samping.
Kama mengerjap kaget dan kedua bahunya terangkat bersamaan saat Baron tiba-tiba menoleh dan berkata kepadanya, "Apa kamu bisa memberi jawaban yang benar?"
"Hah?!" Mata Kama membulat dan bibirnya sedikit terbuka.
Baron sontak mengulum bibir menahan geli saat dia melihat wajah kaget bercampur bingungnya Kama. Lalu Baron berkata tepat di saat Bernard sudah kembali duduk, "Jawaban Bernard salah. Apa kamu bisa memberikan jawaban yang benar?"
"Oh" Kama bergegas berdiri lalu berjalan cepat ke papan tulis.
Saat Kama melangkah ke papan tulis, Baron mengikuti langkah Kama menuju ke papan tulis.
Baron berbisik di belakang kepalanya Kama, "Wow! Kamu ternyata sangat pintar another Kama"
Kama sontak memutar badannya lalu menatap wajah super tampan di depannya dengan penuh tanda tanya.
Sementara itu, pria tinggi besar tengah gusar karena karya seninya yang terbaru tidak di-blow-up oleh pihak berwajib. Dia bergumam frustasi, "Apa karya seniku kurang menarik? Atau...... jangan-jangan gadis sialan itu masih hidup? Tidak! Itu tidak mungkin. Aku sudah pastikan dia sudah mati sebelum aku membungkusnya dengan terpal lalu membuangnya ke pintu air" Pria tinggi besar itu berjalan mondar-mandir di ruang rahasianya sambil menjambak rambutnya dan sesekali memukuli kepalanya. "Tidak! Tidak mungkin dia masih hidup. Dia sudah mati. Sudah mati!"
♥️