Plak!
" Percuma aku menikahi mu, tapi sampai sekarang kamu belum juga memiliki anak. Kamu sibuk dengan anak orang lain itu!"
" Itu pekerjaanku, Mas. Kamu tahu aku ini baby sitter. Memang mengurus anak orang lain adalah pekerjaanku."
Lagi dan lagi, Raina mendapatkan cap lima jari dari Rusman di pipinya. Dan yang dibahas adalah hal yang sama yakni kenapa dia tak kunjung bisa hamil padahal pernikahan mereka sudah berjalan 3 tahun lamanya.
Raina Puspita, usianya 25 tahun sekarang. Dia menikah dengan Rusman Pambudi, pria yang dulu lembut namun kini berubah setelah mereka menikah.
Pernikahan yang ia harap menjadi sebuah rumah baginya, nyatanya menjadi sebuah gubuk derita. Beruntung hari-harinya diwarnai oleh wajah lucu dan tingkah menggemaskan dari Chandran Akash Dwiangga.
" Sus, abis nanis ya? Janan sedih Sus, kalau ada yang nakal sama Sus, nanti Chan bilang ke Yayah. Bial Yayah yang ulus."
Bagaimana nasib pernikahan Raina kedepannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baby Sitter 20
Chan benar-benar tidur dengan Raina. Bagus hanya bisa pasrah. Padahal Raina nampak sedikit kurang nyaman.
Tapi, Bagus ternyata tetap tidak enak melihat Raina. Akhirnya dia berusaha untuk membangunkan Raina tanpa membuat Chan terusik.
"Rai, Raina ... Raina."
Tidak ada reaksi, mungkin karena saking lelahnya sehingga Raina pun tidak kunjung bangun meskipun Bagus sudah memanggilnya tepat di telinga.
"Raina ... bangun Rai, pindah ke ranjang lain."
Eughhh
Bagus bernafas lega saat Raina bergerak dan mengerjap kan matanya.
"Ada apa, Pak?"
"Pindah ke ranjang yang satu aja. Biar tidurmu lebih nyaman."
"Tapi Chan."
"Biar aku yang jaga. Kamu udah jaga dia dari tadi."
Raina patuh tanpa protes. Dia lalu turun dari sisi Chan dan pindah ke ranjang yang lain. Namun yang terjadi adalah dia tidak bisa kembali tidur. Bagus pun mengetahui hal tersebut karena Raina terus saja membolak-balikkan tubuhnya.
"Nggak bisa tidur lagi ya, maaf ya. Niat ku biar kamu lebih nyaman."
"Eh nggak apa-apa, Pak. Emang suka gini kalau udah kebangun kok."
Bagus merasa tidak enak. Dia merasa dia lah yang membuat Raina jadi tidak bisa tidur.
Sebenarnya Raina merasa canggung. Baru sekarang dia berada di satu ruangan bersama dengan pria lain selain Rusman. Meskipun ini di rumah sakit dan ada Chan, tapi tetap saja rasanya menjadi aneh.
Maka dari itu Raina merasa sulit untuk memejamkan matanya. Akhirnya ia memilih untuk membuka ponsel. Dan apa yang terjadi, banyak sekali pesan yang masuk. Pesan tersebut dari Ningsih dan Ida. Semuanya kompak meminta perhiasan yang sudah diberikan sebagai mahar.
"Dasar orang-orang nggak waras,"celetuk Raina.
"Ada apa Rai?" Bagus mulai terbiasa memanggil Raina tanpa embel-embel Sus. Seandainya pun memakai panggilan Sus, dia mengikuti cara Chan memanggil Raina yakni Sus Ai.
"Oh maaf Pak, udah ngagetin. Ini, ibu mertua dan adik ipar saya minta perhiasan milik saya yang dijadikan mahar."
"Apa? Gila ya mereka?"
Raina mengangguk, memang gila. Mereka sungguh sudah tidak waras hingga seperti itu. Tapi Raina entah mengapa merasa senang. Dia yakin saat ini mereka sedang kelimpungan. Kelimpungan mencari uang. Apalagi Ida memang diburu biaya kuliah. Gadis yang tidak pernah mandiri itu, dan selalu bersikap manja pasti sangat bingung sekarang.
"Biar tau rasa. Nikmati aja apa yang ada,"ucap Raina sangat lirih. Dia tidak ingin Bagus mendengar ucapannya.
"Ah iya, aku juga pengen tuh lihat dia di DO. Ya semoga sih enggak. Semoga dia bisa mikir kali ini," ucapnya lagi.
Rasa sakit yang dimiliki Raina, yang tertimbun begitu banyak dalam hatinya agaknya kini mulai meluap. Dia tidak lagi punya empati terhadap Ningsih dan juga Ida. Padahal dulu dia begitu menyayangi ibu mertua dan adik iparnya itu. Apapun yang mereka minta, Raina selalu berusaha untuk mewujudkannya.
Masih segar dalam ingatan Raina. Dia begitu ingin makan kebab, tapi ternyata Ningsih dan Ida ingin makan pizza. Waktu itu dia belum bekerja sebagai baby sitter di tempat Bagus. Dan saat itu adalah tanggal tua, jadi uang yang dimilikinya hanya pas-pasan saja.
Raina akhirnya merelakan keinginannya itu. Dia memilih membelikan pizza untuk Ningsih dan Ida.
"Bodoh banget aku ya waktu itu. Sekeras apapun aku berusaha untuk membuat mereka senang, tapi tetap saja mereka nggak bisa menghargai ku."
Raina termangu. Dia memejamkan matanya namun tidak tidur. Dia mengingat segala hal yang terjadi dalam hidupnya selama menjadi istri Rusman. Dan baru sekarang dirinya menyadari bahwa hati dan pikirannya tidak baik-baik saja selama ini.
Malam bergulir sedikit lambat. Entah jam berapa Raina baru bisa memejamkan mata kembali. Dan pagi harinya di terlambat bangun. Melirik jam di ponselnya, itu sudah pukul 05.30.
"Astagfirullah, aku telat sholat subuh,"ungkapnya.
Dengan sedikit terburu-buru, Raina menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Tanpa disengaja dia menubruk tubuh Bagus yang baru keluar dari sana.
" Maaf Pak."
" Eh, Rai kamu udah bangun? Nggak apa-apa. Apa ada yang sakit?"
Raina menggeleng, sebenarnya hidungnya lumayan sakit. Dada bidang milik Bagus rasanya begitu keras mengenai hidungnya tadi.
"Saya masuk dulu, Pak."
Bagus mengangguk lalu kembali ke sisi Chan. Putranya itu belum bangun rupanya. Dan samapi Raina kembali lalu menjalankan sholat 2 rakaat, Chan masih belum bangun.
"Kamu mandi dulu aja, Rai. Mumpung Chan belum bangun. Kalau udah bangun, dia nanti maunya nempel kamu terus."
"Baik, Pak. Saya mandi dulu ya."
Raina menurut, memang harusnya dia sudah bersih saat menjaga Chan nanti. Rasanya sungguh banyak hal baru yang dia temui saat bersama Bagus. Hal baru di sini adalah sisi Bagus yang selama ini belum pernah ia lihat.
Ternyata Bagus tidak dingin dan kaku. Dia juga menyenangkan saat diajak bicara dan responsif juga.
"Apa mungkin aku aja yang takut ngobrol sama orang ya selama ini?" Raina bicara sendiri. Dia bertanya pada dirinya sendiri. Dia pun menelaah tentang hidupnya selama ini yang kebanyakan hanya berkutat dengan pekerjaan dan rumah.
"Huwaaaa Sus Ai manaaaa. Huwaaaa!"
Tangis Chan terdengar dari dalam kamar mandi. Secepat kilat Raina menyelesaikan mandinya dan memakai hijab bergo nya dengan asal-adalan lalu keluar. Ia berjalan cepat menuju tempat Chan berada.
"Chan, Sus Ai ada di sini kok."
"Hu hu hu, Chan pikil Sus Ai peldi."
"Kan tadi Yayah udah bilang Sus Ai nya lagi mandi. Kenapa Chan nggak percaya sih sama Yayah."
Chan hanya mengerucutkan bibirnya. Tadi memang benar Bagus sudah bilang begitu padanya. Tapi Chan tetap menangis sambil menyebut nama Raina.
"Dah, Sus Ai nya udah di situ. Terus suruh apa sekarang?"
"Sus Ai suluh duduk aja. Pasti Sus Ai capek uda jadain Chan. Chan lapel, setalang tolon Yayah yan suapin Chan ya."
"Siaaap Pak Bos. Bentar ya, Yayah tanya dulu kapan makanan Chan datang."
Bagus melenggang pergi meninggalkan ruang rawat. Dan Raina yang tadinya duduk kini bangun lalu menghampiri Chan.
"Alhamdulillah Chan udah nggak panas. Mungkin besok udah bisa pulang."
"Yeaay alhamdullilah Chan uda bisa pulan. Matasih ya Sus Ai kalena dah jada Chan. Sus, mau nda jada Chan buat selama-lamanya."
Hahahha
Tawa Raina keluar begitu saja. Dia merasa ucapan Chan ini sungguh lucu. Ya dia pikir Chan hanya asal bicara saja.
"Besok Chan kalau udah besar, Chan udah nggak butuh Sus Ai. Chan bakalan kuat dan mandiri seperti Yayah. Tapi saat Chan masih kecil, sebisa mungkin Sus Ai akan menjaga Chan."
"Bukan beditu, Chan mau sama Sus Ai telus. Talau Chan sudah besal, Chan tetep mau Sus Ai belsama Chan. Chan mau Sus Ai jadi bunda nya Chan. Mau ya?"
Hah?
Jeng jeng jeng
TBC
👍👍👍👍👍
💪💪💪💪💪
♥️♥️♥️♥️♥️
makan tu susah...