Violetta Madison gadis 20 tahun terpaksa menyewakan rahimnya demi membayar hutang peninggalan kedua orangtuanya. Violetta yang akrab dipanggil Violet itupun harus tnggal bersama pasangan suami istri yang membutuhkan jasanya.
"Apa? Menyewa rahim ?" ucap Violet,matanya melebar ketika seorang wanita cantik berbicara dengannya.
"Ya! Tapi... kalau tidak mau, aku bisa cari wanita lain." ucap tegas wanita itu.
Violet terdiam sejenak,ia merasa bimbang. Bagaimana mungkin dia menyewakan rahimnya pada wanita yang baru ia kenal tadi. Namun mendengar tawaran yang diberikan wanita itu membuat hatinya dilema. Di satu sisi, uang itu lebih dari cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya. Namun disisi lain,itu artnya dia harus rela kehilangan masa depannya.
"Bagaimana... apakah kau tertarik ?" tanya wanita itu lagi.
Violet tesentak,ia menatap wanita itu lekat. Hingga akhirnya Violet mengangguk tegas. Tanpa ia sadar keputusannya itu akan membawanya kepada situasi yang sangat rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akta nikah
Claudia berdiri di balkon sebuah hotel. Tatapannya tajam menatap langit seolah memanggil badai untuk turun dan meluluhlantakkan segalanya. Angin malam membelai rambutnya yang tergerai, namun tidak ada ketenangan dalam wajahnya. Hanya dendam yang membara.
Di tangannya, sebuah ponsel bergetar. Panggilan masuk dari seseorang bernama Baron. Orang yang ia coba hubungi berkali-kali—mantan asisten pribadi keluarga Adrian yang dipecat diam-diam oleh Ramon beberapa tahun lalu karena tahu terlalu banyak. Claudia sengaja memanfaatkannya demi meraup keuntungannya sendiri. Claudia menjawab dengan suara pelan namun mengancam,
"Aku butuh bantuan mu!" ucapnya penuh penekanan.
Dari seberang telepon Baron mengernyit, sudah sekian lama dirinya tak pernah berbicara dengan keluarga Ramon. Apalagi setelah dirinya dipecat dengan tidak hormat hingga membuat keluarganya berantakan.
"Apa yang kau inginkan ? Aku sudah tak ada hubungan dengan keluargamu!" ketusnya.
"Tunggu! "
Baron kembali mendekatkan ponselnya lalu menatap layar ponselnya,.Ada perasaan berbeda saat melihat Claudia.
"Kau tak ingin membalas dendam kepada mereka?" tanya Claudia serius.
Baron mengernyit, Claudia menahan napas sejenak, lalu suaranya terdengar lebih gelap, lebih tenang… namun sarat dengan luka yang belum sembuh.
"Apa maksudmu? Bukankah kau bagian dari keluarga itu? Kau ingin menjebak ku?"
“Dulu, ya. Tapi tidak lagi. Sekarang aku sama seperti kau, Baron. Orang buangan. Aku sudah bercerai dengan Adrian. Dan ayah mertuaku dibalik semua ini."
Baron terdiam beberapa detik. Hening itu cukup panjang untuk membuat Claudia tahu bahwa ia sedang memikirkan sesuatu. Lalu terdengarlah suara napas berat dari ujung seberang.
“Mereka hancurkan hidupku, Claudia. Bukan cuma aku, tapi juga anak istriku. Hanya karena aku tahu sesuatu yang seharusnya tak ku ketahui.”
“Dan kau pikir aku tidak tahu?” potong Claudia cepat.
“Aku tahu tentang kebakaran itu. Semua terjadi karena Ramon terlalu serakah hingga memotong biaya keamanan dan keselamatan untuk para karyawan.Dan aku tahu lebih dari yang mereka sangka. Dan kau, Baron… kau tahu bagian lainnya.” lanjutnya.
“Lalu kau mau apa? Menyusun balas dendam bersama?” ucap Baron, kali ini suaranya mulai tenang… tapi mengandung bara.
***
"Kau yakin dengan ucapan Adrian? Benarkah dia sudah menikah ?" tanya Helena pada Ramon.
"Entahlah! Aku rasa ada yang tidak beres. Bagaimana bisa ia menikah lagi, sedangkan selama ini Adrian bersikukuh mempertahankan rumahtangganya walau kau terus mendesaknya untuk menceraikan Claudia."
Helena mengerutkan kening, kegelisahan mulai terlihat jelas di wajahnya. Ia berjalan mondar-mandir di ruang tamu, sambil sesekali menggigit bibir bawahnya, kebiasaan lamanya saat merasa kehilangan kendali atas sesuatu.
“Adrian tidak mungkin bertindak sejauh itu tanpa alasan kuat. Selama ini, dia selalu menolak perjodohan, menolak campur tangan kita... Tapi tiba-tiba membawa akta nikah? Itu bukan gaya Adrian.” gumam Helena, lebih pada dirinya sendiri.
“Aku tahu anak kita keras kepala, tapi dia bukan pembohong. Jika dia benar menikah, itu berarti ada sesuatu yang ia sembunyikan. Sesuatu yang besar.” ucap Ramon menyandarkan tubuhnya di sofa, matanya menatap kosong ke langit-langit
"Kita lihat saja nanti. Aku ingin tahu bagaimana seorang Violet bisa meluluhkan hati putraku." ucap Helena tak lagi menatap suaminya.
Namun kecurigaan Ramon tak hilang begitu saja. Sejak tadi dia bahkan belum melihat Eva, asisten kepercayaan mereka untuk menjaga Adrian selama ini.
"Apa kau sadar... bahkan sedari tadi aku tak melihat batang hidung Eva." ucap Ramon.
"Kau benar ! Sebaiknya aku menghubunginya ." balas Helena ,sama terkejutnya dengan Ramon.
Helena mengambil ponselnya di dalam tas kecil yang ada di atas meja. Mencoba menghubungi nomornya namun, beberapa kali ia coba. Panggilannya selalu tidak tersambung. Ia hanya menaikkan bahunya ke arah suaminya ,menandakan bahwa tidak ada sambungan yang berarti.
Ramon menegakkan duduknya, tatapannya mengeras.
“Ini aneh. Eva tidak pernah seperti ini. Bahkan saat dia cuti sekalipun, dia selalu mengabari.”
“Apa mungkin dia tahu sesuatu? Atau... dia justru bagian dari semua ini?” Helena menurunkan ponsel dari telinganya perlahan.
Ramon berdiri dari sofa, lalu mulai melangkah mondar-mandir seperti kebiasaan Helena saat gelisah.
“Eva terlalu loyal untuk berkhianat, tapi… kalau dia sampai ikut menghilang saat Adrian membawa perempuan asing masuk ke dalam hidupnya, itu artinya ada sesuatu yang jauh lebih dalam dari yang kita kira.” aku Ramon.
“Kau pikir Adrian menyuapnya?” ucap Helena mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
“Aku tidak tahu. Tapi kita tidak bisa tinggal diam.” Ramon menggeleng pelan.
“Aku akan kirim orang untuk mencari Eva. Kita harus tahu di mana dia berada. Dan kau…” Helena menarik nafas panjang, ia menatap Ramon tajam,
“Selesaikan urusanmu dengan kantor hukum. Jika Adrian benar menikah secara sah, kita tidak bisa membatalkannya begitu saja tanpa konsekuensi. Apalagi jika dia sudah mendaftarkan pernikahan itu secara resmi.” lanjutnya.
“Aku akan pastikan. Jika ini hanyalah pernikahan dadakan yang belum terdaftar, kita bisa menjatuhkan gadis itu secara hukum. Tapi jika tidak... maka kita harus menyerangnya dari sisi lain.” Ramon mengangguk.
“Dari sisi yang lebih personal. Lebih dalam. Kita retakan hubungan mereka dari dalam.” Helena tersenyum miring penuh siasat.
***
Sementara Violet sedang menikmati dinginnya hembusan angin di tepi danau. Sudah lama sekali ia tak merasakan udara segar seperti ini. Dari kejauhan Eva menatapnya dengan senyum lebar di pipinya. Rasa lega bercampur ketika kekhawatirannya pada gadis itu perlahan sirna.
"Bagaimana keadaan kalian ?" ucap Adrian tiba-tiba.
Seketika Eva menoleh. Ia terkejut melihat majikannya kini berdiri di hadapannya.
"Tuan, Anda..?" ucap Eva.
"Di mana Violet ?" tanya Adrian.
Eva menoleh ke danau, diikuti oleh Adrian yang mendekat menuju balkon.
"Dia di sana ,Tuan. Beberapa hari ini nona Violet selalu duduk di sana." jelas Eva.
Adrian menatap ke arah yang ditunjuk Eva. Di ujung dermaga kayu kecil yang menjorok ke danau, tampak Violet duduk menyendiri, mengenakan sweater abu-abu miliknya yang sedikit kebesaran. Rambutnya tertiup angin, sebagian menutupi wajah. Meski hanya siluet, ada sesuatu dalam sikap Violet yang membuat dada Adrian terasa sesak.
Ia melangkah pelan menuruni anak tangga menuju dermaga, membiarkan derit kayu menjadi irama yang memecah keheningan.
Violet menoleh perlahan, ekspresi terkejut dan waspada sekilas muncul di wajahnya. Namun begitu melihat siapa yang datang, ia menghela napas panjang, menenangkan dirinya.
"Anda di sini." gumamnya, nyaris tak terdengar.
Adrian mendekat, ia menatap lekat gadis itu. Ada senyum tipis terukir pada kedua sudut bibirnya. Violet merasa gugup melihat Adrian menatap nya seperti itu.
"Maaf aku tak izin padamu , hanya ini yang kutemukan di dalam lemari." ucap Violet sambil menunjuk sweater yang ia kenakan.
"Tak masalah. Apapun yang ada di rumah ini, semuanya milikmu !" tutur Adrian.
Violet mengernyit, menatap Adrian dengan kedua mata melebar. Menelisik kata-kata yang baru saja dia dengar barusan.
"Milikku ? Apa maksud Anda, Tuan ?" tanya Violet bingung.
"Mulai saat ini, berhenti memanggilku " Tuan". Kau istriku. Bagian dari diriku." jelasnya.
Deg.
Violet tercekat. Jantungnya berdegup kencang seperti genderang perang yang ditabuh tiba-tiba. Kata-kata Adrian barusan masih menggantung di udara, lebih dingin daripada angin danau yang menerpa wajahnya.
Ia menunduk, berusaha menyembunyikan gejolak di matanya. Tak tahu harus merasa apa—haru, takut, atau justru... bahagia?
"Tuan..." bisiknya lirih, suara yang biasanya tegas kini berubah menjadi gumaman rapuh.
Adrian mengulurkan tangannya, menyentuh bahu Violet dengan lembut.
“Aku tahu semua ini terlalu cepat. Terlalu mendadak. Tapi aku tidak menyesal. Bahkan jika seluruh dunia menolak pernikahan kita, aku tidak akan mundur.”
Violet mendongak, menatap langsung ke dalam mata pria yang kini menjadi suaminya. Tatapan itu begitu dalam, tidak dibuat-buat, tidak ada rekayasa. Tapi justru karena itu... Violet merasa takut.
“Kenapa aku? Bagaimana dengan nyonya Claudia? Kenapa Anda bersikap seperti ini? ”
“Karena Claudia adalah pilihan yang baru aku sesali. Dan kau... dari awal aku melihatmu. Hatiku sudah memilihmu"
Violet menutup matanya sejenak. Kata-kata itu seharusnya membuatnya merasa istimewa. Tapi justru terasa seperti beban. Karena ketika seseorang memilihmu untuk menentang dunianya sendiri, kau harus siap kehilangan segalanya... termasuk orang itu.
Dari kejauhan, Eva memalingkan wajah. Ia tahu momen itu milik mereka berdua. Tapi satu hal yang tak bisa ia abaikan—ponselnya bergetar. Satu pesan masuk dari nomor yang tidak asing, Helena. Ibu Adrian.
Adrian junior sudah otw blm yaaa 🤭
Semoga tuan Adrian, vio ,, Eva dan mama Helena akan baik2 saja dan selamat dari niat jahat papa Ramon
Vio,, kamu harus percaya sama tuan Adrian,, Krn aq juga bisa merasakan ketulusan cinta tuan Adrian utk mu....
Vio..., kamu skrg harus lebih hati-hati dan waspada,, jangan ceroboh yaaa
Qta tunggu kelanjutan nya ya Kaka othor
Tolong jagain dan sayangi vio dengan tulus,, ok. Aq merasa ad sesuatu yang kau sembunyikan tentang vio, tuan Adrian. Sesuatu yg baik,, aq rasa begitu....
Dia takut bukan karna takut kehilangan cintanya tuan Adrian,, tapi takut kehilangan hartanya tuan Adrian.