NovelToon NovelToon
Cinta Sang CEO Dingin

Cinta Sang CEO Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / Balas Dendam / CEO / Bullying di Tempat Kerja / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:6.6k
Nilai: 5
Nama Author: Sang_Imajinasi

Di kota megah Aurelia City, cinta dan kebencian berjalan beriringan di balik kaca gedung tinggi dan cahaya malam yang tak pernah padam.

Lina Anastasya, gadis sederhana yang keras kepala dan penuh tekad, hanya ingin bertahan hidup di dunia kerja yang kejam. Namun, takdir mempertemukannya dengan pria paling ditakuti di dunia bisnis Ethan Arsenio, CEO muda yang dingin, perfeksionis, dan berhati beku.

Pertemuan mereka dimulai dengan kesalahpahaman konyol, berlanjut dengan kontrak kerja yang nyaris seperti hukuman. Tapi di balik tatapan tajam Ethan, tersembunyi luka masa lalu yang dalam… luka yang secara tak terduga berhubungan dengan masa lalu keluarga Lina sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 6

Lina tiba di Menara Arsenio pukul tujuh pagi, satu jam lebih awal dari jam kerja resmi.

Ia menghabiskan malam dengan tidur yang gelisah, terbangun setiap jam karena yakin ia akan dipecat. Wajahnya pucat dan ada lingkaran hitam samar di bawah matanya, tapi blusnya tetap rapi. Jika ia harus dipecat hari ini, ia akan menghadapinya dengan kepala tegak.

Koridor lantai 50 masih remang-remang dan senyap.

Dengan jantung berdebar, ia mendorong pelan pintu mahoni kantor CEO. Ruangan itu kosong. Ia segera menuju meja Ethan.

Tiga lembar kertas yang ia susun dengan susah payah tadi malam... hilang.

Meja Ethan bersih, seolah-olah kertas-kertas itu tidak pernah ada.

Napas Lina tercekat. Apa artinya ini? Apakah Ethan membacanya, meremasnya, dan membuangnya ke tempat sampah? Apakah pria itu sudah memutuskan untuk memecatnya?

Lina berjalan gontai ke meja penjaranya di sudut. Ia duduk di kursi kayu yang keras, punggungnya kaku karena tegang, menunggu eksekusinya.

Pukul delapan tepat, pintu utama terbuka.

Ethan Arsenio masuk. Hari ini ia mengenakan setelan biru navy yang tajam, kemeja putih seputih salju, dan dasi perak. Tidak ada jejak kopi, tidak ada jejak kekacauan. Dia sempurna, dingin, dan mematikan.

Dia berjalan melewatinya tanpa melirik. Seolah-olah Lina adalah bagian dari perabotan.

Ethan duduk di singgasananya, menyalakan komputernya, dan mulai bekerja.

Keheningan di ruangan itu begitu tebal hingga bisa dipotong dengan pisau.

Lina tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah ia menyapa? Haruskah ia bertanya tentang kertas-kertas itu? Ia memutuskan untuk diam. Jika ini adalah perang dingin, ia tidak akan menembakkan peluru pertama.

Sepuluh menit berlalu. Terasa seperti sepuluh jam.

Tiba-tiba, interkom di mejanya berbunyi nyaring, membuat Lina terlonjak kaget.

Ia menekan tombol. "Ya, Tuan?"

"Ke sini."

Suaranya datar. Tidak marah, tapi juga tidak senang.

Lina berdiri dan berjalan melintasi karpet tebal, setiap langkahnya terasa berat. Ia berdiri di depan meja raksasa itu, menautkan kedua tangannya di depan tubuh untuk menyembunyikan getarannya.

Ethan tidak mendongak. Ia sedang menatap layar komputernya.

Di samping tangannya, tergeletak tiga lembar kertas hasil kerja Lina semalam.

Ethan mengambil "Lembar Ketiga: Usulan Rekomendasi" dan mendorongnya sedikit ke arah Lina.

"Opsi B," katanya, suaranya sedingin embun pagi.

Lina mengerjap. "Maaf, Tuan?"

"Aku bilang," Ethan akhirnya mengangkat matanya, tatapannya menusuk Lina, "laksanakan Opsi B. Hubungi Elena. Atur ulang jadwal sesuai yang kau tulis di sini. Sekarang."

Lina membeku.

Dia... dia tidak marah? Dia tidak memecatnya? Dia... menerima rekomendasinya?

"Ba-baik, Tuan Arsenio," kata Lina, berusaha keras menjaga suaranya tetap profesional. "Akan segera saya laksanakan."

"Satu lagi," kata Ethan, saat Lina hendak berbalik.

"Ya, Tuan?"

"Kopi. Dan jangan sampai aku menunggu selama kemarin."

"Baik, Tuan."

Saat Lina berjalan kembali ke mejanya dan kemudian ke pantry ia merasakan sesuatu yang aneh. Itu bukan kebahagiaan. Itu adalah adrenalin. Ia telah melalui ujian pertama, dan ia selamat.

Saat ia menelepon Elena, sekretaris eksekutif itu nyaris berteriak di telepon.

"Dia memilih OPSIMU?" pekik Elena di seberang sana. "Astaga, Gadis! Kau pasti penjinak singa! Aku sudah bekerja dengannya tiga tahun dan dia tidak pernah mendengarkan siapapun soal jadwalnya!"

"Dia hanya... sedang praktis, kurasa," kata Lina, sambil melirik bosnya yang sedang fokus bekerja.

"Praktis atau tidak, kau selamat," tawa Elena. "Kerja bagus. Tapi jangan senang dulu. Dia mungkin akan membuat hidupmu lebih sulit karena kau terbukti benar."

Perkataan Elena terbukti benar.

Sisa hari itu adalah neraka dalam bentuk lain. Ethan tidak lagi menyuruhnya diam di sudut. Sekarang setelah Lina membuktikan bahwa otaknya berfungsi, Ethan memanfaatkannya.

Tapi bukan untuk pekerjaan asisten eksekutif.

Interkom berbunyi. "Lantai 24. Divisi Pemasaran. Aku mau laporan media sosial bulan lalu. Dicetak. Aku tidak mau PDF."

Interkom berbunyi. "Suhu ruangan ini terlalu hangat. Turunkan dua derajat." (Lina gemetar kedinginan. AC di ruangan itu sudah seperti di kutub utara).

Interkom berbunyi. "Pantry. Isi ulang air di mesin kopinya."

Lina berlari bolak-balik. Dari lantai 50 ke lantai 24. Ke ruang kontrol AC. Ke pantry. Ia menjadi pesuruh termahal di seluruh Menara Arsenio.

Waktu makan siang tiba. Lina baru saja akan menyelinap keluar perutnya sudah berbunyi lagi, meski lebih pelan dari kemarin. Ia sangat lapar.

Interkom berbunyi.

Lina menghela napas. Ia berjalan ke meja Ethan. "Ya, Tuan?"

Ethan tidak mendongak dari tumpukan dokumen yang sedang ia tandatangani.

Ia menggeser sebuah kantong kertas cokelat sederhana ke seberang mejanya.

Lina menatap kantong itu dengan bingung. "Tuan...?"

"Aku tidak bisa berkonsentrasi," desis Ethan, matanya masih terpaku pada dokumennya. "Aku tidak mau ada... gangguan... suara... dari mejamu lagi."

Lina membeku. Dia merujuk pada suara perutnya kemarin.

Wajah Lina memerah. Ini adalah penghinaan. Tapi... di dalam kantong kertas itu ada aroma sandwich daging asap dan keju yang sangat lezat dari deli premium di lobi.

"Ambil," perintahnya, masih tidak menatap Lina. "Dan kembali bekerja."

Lina mengambil kantong kertas itu dengan perasaan campur aduk. Dia marah, malu, tapi juga... lapar.

"Terima kasih... Tuan," katanya pelan.

Ethan hanya mendengus sebagai jawaban.

Lina kembali ke mejanya, memegang sandwich itu. Ethan Arsenio baru saja membelikannya makan siang, hanya agar pria itu tidak terganggu oleh suara perutnya yang keroncongan.

Ini jelas bukan kebaikan. Ini adalah transaksi.

Tapi saat Lina memakan gigitan pertama dari sandwich yang lezat itu, ia tidak bisa menahan senyum tipis.

Perang dingin mungkin masih berlangsung, tapi setidaknya, hari ini ia tidak kelaparan.

1
Putra
ljutttttttttttt
Putra
mntppp
Alex Hutagalung
tak bakalan dibolehin Ethan mengundurkan diri, karna Ethan sendiri udah mulai suka Ama Lina 🤭
Alex Hutagalung
semangat thor
Sang_Imajinasi: terimakasih 💪
total 1 replies
Dedi
lnjut thor
Dedi
bagussss
Sang_Imajinasi: terimakasih 🙏
total 1 replies
Sheryn
😍😍
Sheryn
seru ni
Sheryn
bagussss
Sang_Imajinasi: terimakasih 🙏
total 1 replies
Fitriani
lanjutkan
Indah Ratna
yah baru tahu rasa Lina recent🤣
Indah Ratna
😍😍😍
Indah Ratna
🤣🤣😍
Indah Ratna
good thor
Sang_Imajinasi: terimakasih 🙏
total 1 replies
Ardi
gantung lanjutan thor
Ardi
good
Sang_Imajinasi: terimakasih 🙏
total 1 replies
Ardi
😍😍😍
Putra
lanjut thor
Putra
mantappp
Sang_Imajinasi: terimakasih 💪
total 1 replies
Putra
gasdd pol
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!