Mira tiba-tiba terjebak di dalam kamar hotel bersama dengan Angga—bosnya yang dingin, arogan, dan cuek. Tak disangka, setelah kejadian malam itu, hidup Mira benar-benar terbawa oleh arus drama rumah tangga yang berkepanjangan dan melelahkan.
Mira bahkan mengandung benih dari bosnya itu. Tapi, cinta tak pernah hadir di antara mereka. Namun, Mira tetap berusaha menjadi istri yang baik meskipun cintanya bertepuk sebelah tangan. Hingga suatu waktu, Mira memilih untuk mundur dan menyudahi perjuangannya untuk mendapatkan hati Angga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HANYA BUTUH TUBUH MIRA
Pagi itu Mira bangun dan badannya terasa pegal-pegal. Efek berkuda beronde-ronde membuatnya sangat kelelahan. Dia bangun sambil memijit lehernya dan berjalan ke dapur untuk mengambil air minum. Terlihat Angga sedang sarapan di meja makan.
Mira yang hatinya sedang berbunga-bunga, langsung duduk di depan suaminya dan langsung mengupas pisang.
"Semalam pulang jam berapa?" tanya Mira, masih sambil memijit lehernya.
"Jam dua," sahut Angga dengan dingin.
"Kenapa dia jutek gitu wajahnya. Kemarin sore dia hangat dan mesra banget." Batin Mira berbisik.
"Kenapa bengong?" Angga mendongak. Tatapannya seperti biasanya ..., dingin dan sinis.
"Gak apa-apa." Mira menggeleng.
"Katakan saja kalau pengen bertanya tentang suatu hal." Pria itu meletakkan sendok dan garpu dan meneguk segelas susu, lalu kembali menatap Mira.
"Kamu mau bertanya kemana saya semalam, kan?" tandasnya.
"Heemmbbb." Wanita itu mengangguk. Dia masih berharap suaminya kembali hangat dan manis seperti kemarin.
"Menemani Carla ke toko emas untuk membeli kalung. Dia hari ini ulang tahun. Dia minta kado kalung emas dan tas branded keluaran terbaru. Hari ini aku akan mengajaknya ke mall." Angga berbicara begitu saja tanpa ada rasa bersalah sama sekali.
DEGH
Tenggorokan Mira serasa tercekat seketika. Pisang yang ia telan tiba-tiba macet dan berhenti di dalam tenggorokannya.
"Oh," ucapnya dengan bibir bergetar.
"Bapak sangat mencintai Carla, ya?" Tiba-tiba bibir Mira berucap begitu saja. Entah angin apa yang membuatnya menanyakan hal itu.
"Banget, lah! Dia itu cantik, seksi, baik, mandiri, manja dan penurut. Kami dekat sejak kuliah dulu, hanya saja ... kami baru resmi berpacaran sejak dua tahun yang lalu." Angga becerita dengan mata berbinar, seakan sedang menunjukkan betapa dia sangat mencintai kekasihnya itu.
"Kok masih manggil Bapak, sih? Ganti lah, hehehe, emangnya saya ini udah tua banget ya? Toh kita tidak sedang berada di kantor, kan?" tandasnya.
"Heeemmmbbb." Mira mengangguk.
Badannya masih terasa gemetar dan panas dingin. Dia menelan saliva berulang kali sebelum melontarkan pertanyaan selanjutnya.
"Ehemmm ... Bapak kemarin ... bilang love you kepada saya ... waktu ..., anu ... waktu kita bercinta," ucapnya dengan tergagap dan malu-malu.
Suasana hening sesaat, namun tiba-tiba ...
"Wakakakaa. Wakakakak. Wakakakak." Angga tergelak hingga matanga menyipit. Dia tergelak sampai tersedak ludahnya sendiri.
UHUUK UHUUK UHUUK
UHUUK UHUUK UHUUK
Mira tercengang menyaksikan Angga yang terus tetawa. Dia masih terheran dengan respon suaminya.
"Mira ... Mira .....Kamu kira saya ini cinta beneran sama kamu? Hahahah. Hahahaha. Hahahah. Kamu ini lucuu. Kamu itu terlalu polos, wakakakk," kata pria itu.
"Saya mengucapkan kata love you itu ... ya biar kamu merangsang dan kita bisa sama-sama enak dan terpuaskan. Tidak fair dong, kalau aku aja yang menikmati pergumulan kita, hehehe. Buktinya ... kamu juga mencapai klimaks, kan?" Angga terkekeh.
DEGH
Mendengar hal itu, tubuh Mira terasa tersengat aliran listrik. Bibirnya bergetar, dia bahkan merasa lemas mendadak. Kaki dan tangannya terasa sangat ringan.
"Sa sa sa sa saya ki kira, Bapak benar-benar mencintai saya. Saya ... saya ... saya ...." Mira tak sanggup lagi melanjutkan ucapannya, lidahnya mendadak kelu.
"Mira ... saya ini hanya mencintai Carla. Saya tidak ada perasaan apa-apa kepadamu. You know lah, kita ini menikah karena skandal gak jelas di hotel. Jadi ... kamu jangan baper dong. Lagi pula ... maaf nih ya ... kamu itu bukan tipe saya." Angga menimpali.
"Kita saling berbagi tubuh saja. Lagi pula ... aku sangat menikmati tubuhmu, aku sangat butuh sentuhan tubuhmu yang begitu candu." Pria itu melempar senyuman termanis miliknya, dan entah kenapa, hal itu terasa sakit dan begitu perih di hati Mira.
TES.
Air mata Mira pun lolos keluar dari pelupuknya dan menetes melewati pipinya yang kini merona karena malu.
"Kamu kenapa menangis?" Angga pun terheran.
Mira pun segera mengusap air mata itu, tapi air mata yang lain terus mengalir.
"Ma ma ma maaf, Pak. Ma ma maaf saya salah. Sa sa saya kira Bapak mecintai saya," ucapnya dengan lirih.
"Belakangan ini Bapak begitu sering memperhatikan saya, saya kira Ba Ba Ba Bapak ada rasa untuk saya, itulah sebabnya saya begitu bahagia ketika kemarin kita beradu di atas ranjang sampai beberapa jam. Sa sa saya kira ucapan love you itu sungguh-sungguh menggambarkan perasaan Bapak kepada saya. Ma ma ma maaf kalau saya terlalu pede dan lebay. Ma ma maaf, Pak. Ma ma maaf jika saya kira ...." Mira terbata.
Bibirnya bergetar hingga ia kesulitan berbicara. Dadanya naik turun tak beraturan, dia merasa sesak dan sangat kecewa, air matanya pun sudah memenuhi wajahnya yang kian memerah.
Mira langsung berdiri dan meninggalkan meja makan. Dia mengunci diri di dalam kamarnya. Dia menangis sejadi-jadinya di atas kasur dan menutup wajah dengan bantal agar suaranya tidak terdengar oleh Angga.
"Jadi dia hanya ingin menikmati tubuhku? Dia tidak pernah mencintaiku? Jadi kata-kata itu hanyalah omong kosong dan gurauan semata? Kenapa aku bodoh sekali?" Wanita itu kian terisak.
"Kenapa aku berharap banyak kepada pria itu?" rutuknya.
"Mir ...! Mira ...! Buka!" Angga berteriak di depan kamar Mira.
"Kamu itu jangan lebay dah! Gitu aja nangis! Kayak diapain aja! What's wrong with you? Apa salahnya dengan kata-kata love you waktu kita bercinta? Kamu jangan berlebihan! Saya tidak suka cewek lebay dan cewek cengeng! Paham?!" pekiknya.
"Lagian jangan merasa paling tersakiti! Jangan muna! Kamu juga menikmati pergumulan itu, kan?!" Dia mendengkus lalu pergi begitu saja.
Mira masih terisak. Dia merasa sangat bodoh dan dipermalukan oleh dirinya sendiri, Dia kesal dan kecewa, kenapa hatinya semudah itu mengira Angga menaruh hati kepada dirinya.
*****
Selama di kantor, Angga merasa sangat sulit berkonsentrasi. Dia masih memikirkan sikap Mira tadi pagi.
"Kenapa dia tiba-tiba menangis? Kenapa dia tiba-tiba baper? Kenapa dia begitu lebay?" dengusnya.
"Bukankah dia juga menikmati pergumulan kemarin itu? Bukankah dia mendesah berulang kali? Dan dia tiba-tiba marah hanya karena salah paham? Dia mengira aku benar-benar mencintainya? Ya Tuhan ... lebay sekali wanita itu." Angga terus saja mondar mandir di dalam ruangannya sambil terus mondar mandir.
Tiba-tiba pria itu terbelalak.
"Bagaimana kalau dia tiba-tiba bunuh diri?" gumamnya.
Angga mengambil gawainya dan hendak menelpon istrinya, tapi tiba-tiba ada panggilan masuk, dari Carla.
"Iya, Sayang," ucapnya.
"Sayangku ... aku otw ke kantormu, kita ke mall yuk. Kamu udah janji lho, mau belikan aku tas Kremes yang limited edition itu." Suara Carla terdengar mendesah manjalita.
"Oke," sahut Angga dengan singkat.
Tak lama kemudian, Carla sudah sampai di kantor Angga, dan mereka langsung ke mall untuk membeli tas branded yang sudah lama Carla incar.
Di sepanjang perjalanan, Angga hanya berdiam diri. Dia merasa ingin cepat-cepat pulang. Tapi dia sudah berjanji untuk menemani Carla membeli tas di hari ulang tahunnya.
"Sayang ... kok kamu diam saja sih?" Carla mulai merajuk.
"Lagi pusing, banyak kerjaan," kata Angga.
"Kita makan dulu yuk, di Suki-suki, aku udah lama lhoo pengen makanan jepang." Wanita itu mencebik manja.
"Heeemmmmbb." Angga pun mengangguk tanpa menoleh.
Angga tiba-tiba merasa bersalah kepada Mira. Selama berjalan dengan Carla mulai di tempat makan, di butik baju, di store tas branded, di bioskop, di salon, di diskotik, dan di setiap kegiatan yang ia jalani bersama kekasihnya ..., Angga hanya memikirkan Mira.
"Aku tak seharusnya bilang begitu, aku bilang aku hanya butuh tubuhnya, dia pasti sangat tersinggung," gumamnya.
"Ah, aku ini mikir apaan sih? Bukan urusanku dong, mah dia tersinggung, kek, mau dia mati. Dah lah puyeng!" Jiwa dinginnya bersungut-sungut.
"Tapi ... aku merasa tidak tega saat melihat dia menangis. Itu pertama kalinya aku melihat Mira sedih, dia biasanya selalu tahan banting dan tidak mudah sedih?" Angga semakin gusar memikirkan istrinya.
****
Jam 3 dini hari, Angga baru masuk ke dalam rumah. Dia menoleh ke kamar Mira sesaat, lalu naik ke kamarnya.
Angga tidak tidur sama sekali, dia masih memikirkan Mira yang tiba-tiba menangis sesenggukan dan berbicara dengan bibir gemetar. Tapi Angga juga merasa bahwa ini hanyalah salah paham kecil, dan Mira tak perlu marah berlebihan.
Jam 6 pagi, Angga mendengar pintu kamar Mira dibuka.
CEKLEK
Pria itu mengintip dari lantai atas, terlihat istrinya sedang berjalan gontai ke dapur, lalu kembali ke kamarnya lagi sambil membawa segelas air putih. Angga pun segera turun ke bawah, dilihatnya Bik Wati yang sedang memasak di dapur. Pria itu memilih duduk di ruang tengah sambil memainkan gawai, sekalian menunggu Mira keluar dari kamarnya.
Dan benar saja, beberapa menit setelahnya ... Mira keluar dari kamarnya, dia sudah berpakaian rapi dan membawa tas.
"Mau kemana?" tanya pria itu.
Mira tidak menoleh sebentar, lalu pergi tanpa menjawab pertanyaan suaminya.
"Mir ...!" Angga menarik lengan istrinya dan memaksanya berbalik badan.
Mata Mira bengkak dan wajahnya terlihat kusut, dia pasti menangis sehari semalam.
"Mau kemana?" Angga menatap wanita itu dengan perasaan bercampur aduk.
"Kerja," sahut Mira dengan dingin, lalu berbalik dan pergi dengan setengah berlari.
Angga mengejar istrinya, tapi Mira buru-buru naik ke boncengan motor Abang Ojol yang sudah menunggu di samping rumahnya.