NovelToon NovelToon
Cinta Monyet Belum Usai

Cinta Monyet Belum Usai

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Teman lama bertemu kembali / Office Romance / Ayah Darurat / Ibu susu
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ly_Nand

Sequel "Dipaksa Menikahi Tuan Duda"
Cerita anak-anak Rini dan Dean.

"Papa..."
Seorang bocah kecil tiba-tiba datang memeluk kaki Damar. Ia tidak mengenal siapa bocah itu.
"Dimana orangtuamu, Boy?"
"Aku Ares, papa. Kenapa Papa Damar tidak mengenaliku?"
Damar semakin kaget, bagaimana bisa bocah ini tahu namanya?

"Ares..."
Dari jauh suara seorang wanita membuat bocah itu berbinar.
"Mama..." Teriak Ares.
Lain halnya dengan Damar, mata pria itu melebar. Wanita itu...

Wanita masa lalunya.
Sosok yang selalu berisik.
Tidak bisa diam.
Selalu penuh kekonyolan.
Namun dalam sekejab menghilang tanpa kabar. Meninggalkan tanya dan hati yang sulit melupakan.

Kini sosok itu ada di depannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ly_Nand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6. Kekesalan Damar

Pagi ini tak jauh berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Damar memutuskan untuk menemani Wulan semalaman di rumah sakit, sementara anggota keluarga yang lain pulang beristirahat.

Sebenarnya, alasan Damar bertahan bukan sepenuhnya untuk menjaga Wulan. Ada harapan tersembunyi, ingin bertemu lagi dengan sosok yang kemarin membuat pikirannya kacau seharian.

“Dam, mau ke mana?” tanya Wulan ketika melihat kembarannya berdiri dan hendak keluar.

“Mau beli kopi sebentar.”

“Titip smoothies bisa?”

“Bisa, nanti aku belikan.”

“Terima kasih,” Wulan tersenyum, lalu kembali sibuk menyiapkan pompa ASI di tangannya.

Damar melangkah ke kantin. Sesampainya di sana, matanya tak henti mengedarkan pandangan, berharap menemukan sosok yang membuatnya resah sejak kemarin. Namun menit demi menit berlalu, sosok itu tak kunjung muncul. Dengan menelan kekecewaan, ia akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamar Wulan.

Saat masuk, ia mendapati seorang suster sedang mengambil stok ASI dari kulkas kecil yang memang Wulan gunakan untuk menyimpan ASI miliknya. Bayi Wulan tampak nyaman di gendongannya, sementara kantong-kantong berisi ASI cukup banyak dibawa keluar oleh sang suster.

“Kenapa suster membawa banyak stok ASI milikmu?” tanya Damar heran sambil meletakkan smoothies di meja nakas.

“Oh itu,” Wulan tersenyum, “untuk Baby Rey. Salah satu bayi di rumah sakit ini. Ibunya meninggal setelah melahirkan.”

Damar terdiam sejenak. “Kamu… memberikan ASI-mu untuknya?”

“Ya, kenapa tidak? Lagipula ini tidak akan mengganggu kebutuhan bayiku. Mama dulu juga menyusui kita berdua, jadi anggap saja aku sekarang punya anak kembar.”

“Mama Papa sudah tahu?”

“Sudah. Kemarin sore aku cerita, termasuk juga ke Kak Adam.”

Damar menatap saudara kembarnya dengan sorot bangga yang tak bisa ia sembunyikan. “Lakukanlah yang menurutmu baik. Katakan padaku kalau kamu butuh sesuatu.”

“Tentu,” Wulan terkekeh, “aku akan selalu butuh kamu untuk beliin makanan enak buatku. Terus kamu juga haru belikan banyak mainan untuk anakku.”

Damar tak bisa menahan senyum. Ia menepuk pelan dahi Wulan. “Sudah jadi ibu, tapi masih sering kayak bocah.”

“He… punya saudara CEO perusahaan besar ya harus dimanfaatkan dong,” goda Wulan sambil tertawa kecil.

Damar pun ikut tertawa. Setidaknya, untuk sesaat, beban pikirannya terasa lebih ringan.

***

Mall sore itu penuh sesak. Lalu-lalang manusia dengan belanjaan di tangan, suara tawa anak-anak, musik dari tenant, semua bercampur jadi satu. Namun tak ada satupun yang benar-benar ditangkap oleh pikiran Damar. Ia berjalan bersama asistennya, matanya dingin, fokus hanya pada tujuan: memastikan kondisi salah satu toko perhiasannya sebelum bertemu klien penting.

Setelah mengecek karyawan yang sedang melayani pelanggan, Damar akhirnya memutuskan untuk pergi sebentar.

“Aku ke toilet. Kalau Tuan Hadi datang, telepon aku,” ucapnya singkat.

“Baik, Pak.”

Damar melangkah ke toilet, menyelesaikan urusannya dengan cepat. Namun saat keluar, langkahnya mendadak terhenti.

Matanya membeku.

Di seberang, tepat di depan sebuah toko es krim, berdiri sosok wanita yang beberapa hari terakhir menghantui pikirannya. Wujud yang ia cari, yang membuat harinya tidak tenang.

Tanpa pikir panjang, Damar segera mempercepat langkah. Degup jantungnya berpacu, matanya tak lepas dari sosok itu.

Bruk!

Ia bertabrakan dengan seseorang. Hampir saja ia berlari lagi, tapi suara lembut menahannya.

“Pak Damar, mau ke mana?” tangan seorang wanita menahan lengannya.

Damar menoleh, mendapati wajah putri kliennya. Dan tepat di sampingnya berdiri Tuan Hadi, orang yang seharusnya ia sambut dengan profesional.

“Pak Hadi…” Damar menunduk singkat, “maaf, saya harus pergi sebentar untuk memastikan sesuatu.”

“Tapi...” belum selesai putri Hadi bicara, Damar sudah melangkah cepat meninggalkan mereka.

Napasnya memburu ketika sampai di depan toko es krim itu. Yang didapatinya… kosong. Sosok itu sudah lenyap.

Damar memutar pandangan ke segala arah, mencari dengan cemas. Nihil. Bayangan yang ia buru menghilang begitu saja, seperti fatamorgana.

Kekecewaan menyesak di dadanya. Rahangnya mengeras, jemarinya mengepal. Hanya beberapa detik tadi, hanya beberapa langkah lagi, ia bisa menemuinya.

Namun sekarang, yang tersisa hanya rasa hampa.

Setelah menarik napas panjang, Damar berbalik arah. Ia harus kembali menegakkan dirinya. Klien menunggu, dan ia tidak boleh terlihat kurang profesional. Meski hatinya… masih digelayuti perasaan ingin terus mencari sosok yang lama ingin ditemuinya.

***

“Ma…” Stasia masuk ke mobil dengan es krim di tangan. Ares langsung menyambutnya dengan senyum kecil, sementara Andreas sudah duduk di depan.

“Bagaimana? Semua keperluan Ares sudah lengkap?” tanya Stasia sambil melirik belanjaan.

“Sudah,” jawab Andreas ringan. “Tas, seragam, sepatu, alat tulis… semua sudah komplit.”

Stasia menghela napas. “Sebenarnya sepatu Ares masih bagus. Tidak perlu beli lagi.”

Andreas terkekeh. “Tidak apa. Lingkungan baru harus disambut dengan hal-hal baru. Biar dia lebih percaya diri.”

“Kamu terlalu memanjakannya, Kak.”

Namun Andreas hanya tersenyum sambil menyalakan mesin. Ares sendiri sibuk menjilat es krimnya, seolah dunia lain tidak ada.

Mobil melaju membelah jalan. Stasia sempat menoleh dengan wajah penuh rasa ingin tahu.

“Bagaimana kabar Baby Rey?”

“Lebih baik. Dia sudah dapat donor ASI. Kalau konsisten, sebentar lagi bisa keluar dari NICU.”

Stasia tersenyum lega. “Syukurlah.”

“Oh iya,” lanjut Andreas, “Bunda bilang, kalau kamu sudah masuk kerja nanti, biar supir keluarga yang menjemput Ares saat pulang sekolah. Sorenya, kami antar ke apartemen. Jadi kamu tidak usah bingung urusan jaga Ares dan bisa bekerja dengan tenang.”

“Itu akan merepotkan Kak…”

“Tidak ada yang direpotkan, Si. Kehadiran Ares justru bikin Bunda semangat.”

Stasia terdiam sejenak, lalu mengangguk. “Kalau begitu baiklah. Tapi besok biar aku dulu yang antar jemput. Aku ingin lihat sendiri apakah Ares nyaman di sekolah barunya.”

Andreas tersenyum tipis. “Terserah kamu. Aku tahu kamu tipe yang tidak akan tenang kalau tidak memastikan sendiri.”

Di dalam mobil itu, percakapan ringan membuat suasana hangat. Berbeda jauh dengan yang sedang dialami Damar di tempat lain.

Damar duduk berhadapan dengan Pak Hadi dan putrinya, Hana. Senyumnya tipis, tapi dalam hati ia merasa semakin kesal. Pertemuan yang seharusnya fokus pada bisnis, justru berubah jadi ajang menjodohkan.

“Pak Damar,” suara Pak Hadi terdengar ringan, “saya percaya penuh dengan kredibilitas perusahaan Anda. Untuk desain, silakan tim Anda atur. Tapi, kalau ingin lebih mendalami karakter fashion kami, Anda bisa langsung berkoordinasi dengan Hana. Dia penanggung jawab design di butik kami.”

“Baik,” jawab Damar singkat. “Tim desain saya akan segera menghubungi putri anda.”

Sejak tadi Hana terus saja menatapnya. Sorot matanya jelas penuh ketertarikan.

“Kenapa tidak Anda langsung saja, Pak Damar?” katanya lembut. “Supaya kita bisa lebih dekat… saya yakin komunikasi akan lebih mudah.”

Damar menahan diri, ekspresinya tetap datar. Namun Pak Hadi justru menambahkan, “Sejujurnya, putri saya sangat menyukai Anda. Dia cerdas, lulusan sekolah fashion di London. Saya yakin Anda akan beruntung bila bersamanya.”

Hana tersenyum lebar, senang dengan dukungan sang ayah.

Namun wajah Damar justru semakin mengeras. Ia menatap keduanya dengan sorot mata dingin.

“Maaf, Pak Hadi. Saya tidak pernah mencampuradukkan pekerjaan dengan urusan pribadi. Itu akan sangat tidak etis.”

Keheningan sempat mengisi ruangan. Hana merasa wajahnya panas karena ditolak begitu terang-terangan.

“Baiklah,” kata Pak Hadi, berusaha tersenyum kaku. “Saya menghargai profesionalitas Anda. Tapi, setidaknya… pertimbangkan.”

Damar bangkit dari kursinya, menjabat tangan Pak Hadi tanpa menoleh ke Hana. “Sepertinya pembicaraan pekerjaan sudah selesai. Mohon maaf, saya harus undur diri.”

Hana menggertakkan gigi, kesal. Ia merasa gagal total. Sementara Damar berjalan keluar dengan langkah mantap dan terkesan dingin serta tak tergoyahkan.

1
Erna Fadhilah
sangat sangat sangat banyak kan malah
Erna Fadhilah
menang di Damar kalau posisinya kaya gitu 😁😁
Nittha Nethol
lanjut kak.jangan pakai lama
Sri Wahyudi
lanjud kak
Erna Fadhilah
asiiik 😂😂😂skrg gantian Damar yang ngejar Stacy ya😄😄
Erna Fadhilah
pada shock semua ini denger Ares manggil Damar dengan panggilan papa 😁😁
Erna Fadhilah
kamu ikuti aja Stacy nan pas akhir pekan biar kamu tau siapa orang yang di panggil sayang sama Stacy
Erna Fadhilah
Stacy bingung dia mau sama Ares tp di suruh sama Damar ketemu mama Rini
Erna Fadhilah
kirain tidur di kamar di dalam ruangan Damar 😂😂
Erna Fadhilah
tenang res sebentar lagi kamu bakal punya papa yang bakal sayang sama kamu
Erna Fadhilah
jangan jangan orang yang di maksud Stacy itu pak hadi sama hana 🤔🤔
Erna Fadhilah
yang di panggil sayang sama Stacy itu Ares ponakannya bukan orang special lainnya Dam 🤦‍♀️😁
Erna Fadhilah
makanya Dam ingat kata mama Rini ya kamu jangan gedein gengsi nanti bakal nyesel baru tau rasa
Erna Fadhilah
kirain wulan atau ayu eeeh ternyata mama Rini yang masuk ruangan Damar
Erna Fadhilah
siapa tu yg datang, wulan atau ayu kah🤔🤔
Sri Wahyudi
lanjud kak
Erna Fadhilah
begitu Damar masuk langsung liat pemandangan yang buat dia kebakaran
Erna Fadhilah
hana PD sekali mengaku calon istri Damar, masih untung Damar ga langsung ngomong sama para karyawan kalau hana bukan calon istrinya, kalau sampai itu terjadi bisa malu pakai banget pasti
Erna Fadhilah
aku seruju banget kalau wulan sama Andre
Erna Fadhilah
aku penasaran adam belum nikah ya thor, padahal kan dia lebih tua dari wulan dan Damar, wulan aja malah udah punya anak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!