Vandra tidak menyangka kalau perselingkuhannya dengan Erika diketahui oleh Alya, istrinya.
Luka hati yang dalam dirasakan oleh Alya sampai mengucapakan kata-kata yang tidak pernah keluar dari mulutnya selama ini.
"Doa orang yang terzalimi pasti akan dikabulkan oleh Allah di dunia ini. Cepat atau lambat."
Vandra tidak menyangka kalau doa Alya untuknya sebelum perpisahan itu terkabul satu persatu.
Doa apakah yang diucapkan oleh Alya untuk Vandra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Vandra keluar dari gedung perkantoran itu dengan wajah pucat pasi. Langkahnya gontai, seperti orang yang kehilangan arah. Tatapan-tatapan sinis dari para karyawan tadi masih membekas, menusuk ulu hatinya. Pandangan mereka seakan berkata, “Inilah harga dari pengkhianatanmu.”
Ponsel Vandra kembali bergetar. Pesan baru dari Erika. Kali ini lebih panjang, disertai emotikon kesal.
[Mas, aku lapar banget. Kenapa lama sekali? Aku di rumah sakit, tunggu di ruang perawatan Mama.]
Vandra berhenti di trotoar. Jantungnya berdegup kencang. “Rumah sakit? Mengapa Erika tidak memberitahu lebih awal?”
Rasa panik menyergap dadanya. Tanpa berpikir, ia segera menyalakan motor vespanya dan melaju kencang menuju alamat rumah sakit yang tertera di pesan Erika.
Lorong rumah sakit terasa dingin dan penuh aroma obat-obatan. Lampu neon di atas kepala berkelip samar, menambah suasana muram. Vandra berjalan cepat melewati deretan kursi tunggu, mencari ruang perawatan yang disebutkan Erika.
Saat pintu terbuka Vandra mendapati Erika duduk di kursi samping ranjang. Wajahnya lelah, rambutnya kusut, namun matanya tetap menyala.
Di ranjang, seorang wanita paruh baya, ibunya Erika terbaring lemah dengan selang infus menempel di tangan. Wajahnya pucat, separuh tubuhnya tampak kaku. Stroke, jelas terlihat dari kondisinya.
“Erika, kenapa kamu tidak cerita lebih awal?” Suara Vandra tercekat.
Erika menoleh, ekspresinya antara lega dan kesal. “Kalau aku cerita pun, apa Mas bisa bantu? Mas malah sibuk sama urusan rumah tangga yang udah hancur itu.”
Vandra tercekat, rasa bersalah menghantam dadanya. Ia mendekat, menatap ibu mertuanya dengan iba. “Astaghfirullah, Mama kenapa bisa sampai begini?”
“Mama jatuh waktu dengar berita kita, Mas.” Suara Erika serak, matanya berkaca-kaca. “Semua orang membicarakan aku, menyebut aku perusak rumah tangga, pelakor, wanita murahan. Mama enggak kuat dengarnya. Aku yang salah, tapi Mama yang kena akibatnya.”
Vandra terdiam. Kata-kata Erika menohoknya. Untuk pertama kali ia benar-benar merasakan bobot dari dosa yang ia perbuat. Bukan hanya Alya yang hancur, bukan hanya anak-anak yang terluka, tetapi kini ada orang tua yang harus menanggung malu dan sakit.
“Aku minta maaf, Erika.” Vandra mencoba meraih tangan Erika, namun gadis itu menepisnya kasar.
“Maaf? Mas pikir maaf bisa menyembuhkan Mama? Bisa menghapus semua hinaan yang aku terima setiap hari? Mas pikir aku menyesal? Tidak, Mas! Aku tidak pernah menyesal memilih jalan ini. Aku hanya ingin tenang, hidup dengan Mas tanpa tekanan, tanpa orang lain ikut campur.”
“Erika ....” Vandra tercekat. Kata-kata Erika terdengar begitu egois, seakan seluruh dunia harus maklum dengan pilihannya.
“Biarpun semua orang menyalahkanku, aku tidak peduli. Mama pun tidak pernah menyalahkanku. Papa juga bilang aku hanya harus kuat menghadapi omongan orang. Jadi kenapa Mas ragu? Kenapa Mas malah terlihat kacau begini?” Erika menatap Vandra tajam, menantang.
Vandra menunduk, meremas rambutnya sendiri. “Aku baru saja tahu kalau kamu dipecat. Aku juga dipecat dari kantor. Tabungan kita menipis, Erika. Aku bahkan enggak tahu besok harus makan apa.”
Erika menghela napas panjang, lalu tersenyum tipis. Senyum yang aneh karena ada keputusasaan sekaligus keras kepala di dalamnya.
“Mas, kita masih punya satu sama lain. Selama Mas ada, aku bisa hadapi semuanya. Kita bisa mulai dari bawah, enggak perlu malu. Yang penting aku sama Mas tetap bersama.”
“Tapi ....”
Vandra memejamkan mata. Hatinya dilanda badai. Bayangan wajah Alya, tatapan kecewa Vero, tangisan Axel yang masih bayi, semua berkelebat di kepalanya.
Di satu sisi ada Erika yang keras kepala, menuntut cinta. Di sisi lain ada keluarga yang ia hancurkan.
Erika berdiri, menggenggam tangan Vandra dengan erat. “Jangan pernah tinggalkan aku, Mas. Mama sudah kena stroke karena aku. Aku enggak bisa kehilangan Mas juga. Kalau sampai Mas pergi, aku lebih baik mati.”
Kata-kata itu membuat Vandra terhenyak. Ia menatap mata Erika, dan untuk sesaat, melihat ada ketakutan di sana. Rasa ketakutan kehilangan, bukan penyesalan.
Vandra menarik napas panjang. “Ya Allah, apa ini jalan yang benar?” batinnya gemetar.
Di luar ruangan, suara langkah kaki terdengar. Pak Erwin muncul, wajahnya letih. Ia melihat Vandra dan mendengus.
“Kamu di sini?” Suara pria paruh baya itu dingin. “Kalau mau pura-pura peduli, sebaiknya keluar saja. Kami sudah cukup malu karena berita kalian berdua. Jangan tambah bikin gaduh.”
Vandra terdiam, tubuhnya kaku. Erika langsung menyela, “Papa, jangan salahkan Mas Vandra. Ini salahku. Aku yang pilih jalan ini.”
Namun, tatapan Pak Erwin tak lepas dari Vandra, tajam seperti pisau. “Kamu yang sudah merusak anakku, sekarang istriku juga hampir hilang nyawanya. Pergi dari sini sebelum aku benar-benar hilang sabar!”
Ruangan itu mendadak mencekam. Vandra ingin bicara, tapi lidahnya kelu. Erika meraih lengannya, berbisik, “Jangan pergi, Mas. Aku butuh kamu.”
Akan tetapi, tatapan penuh kebencian dari Pak Erwin membuat Vandra berdiri kaku, seperti lelaki yang terjebak antara dua jurang.
Suasana di ruang perawatan itu seperti terbelah. Satu sisi ada Erika yang menatap Vandra dengan penuh ketakutan, seolah keberlangsungan hidupnya bergantung pada pria itu. Sisi lain ada ayahnya, Pak Erwin, yang berdiri tegak dengan sorot mata menyala, menatap Vandra seperti musuh besar yang pantas dilenyapkan dari kehidupan mereka.
***
Insya Allah hari ini crazy up, ya!
Jangan bikin aq sedih lagi
Aseli sedih bocah 10 thn bisa bilang seperti itu 🩵🩵
pasti tau kalo Erika mantan simpanan...
😀😀😀❤❤❤
seiman..
baik..
sabar..
setia.
❤❤❤😍😙