Mei Lan, seorang gadis cantik dan berbakat, telah hidup dalam bayang-bayang saudari kembarnya yang selalu menjadi favorit orang tua mereka. Perlakuan pilih kasih ini membuat Mei Lan merasa tidak berharga dan putus asa. Namun, hidupnya berubah drastis ketika dia mengorbankan dirinya dalam sebuah kecelakaan bus untuk menyelamatkan penumpang lain. Bukannya menuju alam baka, Mei Lan malah terlempar ke zaman kuno dan menjadi putri kesayangan di keluarga tersebut.
Di zaman kuno, Mei Lan menemukan kehidupan baru sebagai putri yang disayang. Namun, yang membuatnya terkejut adalah gelang peninggalan kakeknya yang memiliki ruang ajaib. Apa yang akan dilakukan Mei Lan? Yuk kita ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Tamu Tak Diundang
Pagi itu, sinar matahari jatuh lembut di halaman rumah sederhana keluarga Qing Rong. Udara segar, diselingi suara burung dan deru pedang yang menebas angin.
Terlihat Qing Mei tengah berlatih pedang bersama kedua kakaknya, Qing Wei dan Qing Dao. Gerakan mereka cepat, teratur, dan penuh kekuatan terlihat jelas bahwa ketiganya bukan anak desa biasa lagi.
Sementara itu, di depan rumah, Qing Rong tersenyum tenang saat menyiram bunga-bunga yang tumbuh rapi di pot-pot tanah liat. Bunga itu, bunga musim semi biru, adalah hadiah dari Qing Mei, tumbuh indah di tengah musim kering.
Tapi ketenangan pagi itu buyar. Dari kejauhan, terdengar derap langkah kereta kedua. Saat Qing Rong menoleh, matanya membulat. Wanita paruh baya itu tahu, itu adalah kereta milik keluarganya.
Tiga sosok turun dari kereta lalu berjalan mendekat, Tetua Qing, sang ayah yang sudah bertahun-tahun tak pernah menjenguk. Nyonya Lao, erta Qing Shan, kakak tertua yang dingin dan sombong.
Qing Rong tercekat. Tangannya yang memegang penyiram bunga gemetar.
“A–Ayah? Ibu? Kakak?” Ia bergegas maju dan memberi salam hormat. “Ayah, apa yang membuat ayah datang ke kediamanku?”
Tetua Qing menatap datar, suaranya berat dan berwibawa. “Apa kau akan membiarkan orang tuamu berdiri di depan pintu saja?”
Qing Rong tersadar dan buru-buru meletakkan alat penyiramnya. “Maaf, Ayah. Silakan masuk, silakan.”
Nyonya Lao mengerutkan hidungnya begitu menatap rumah sederhana itu.
“Rumah reyot seperti ini. Aku heran bagaimana kau bisa tinggal di tempat seperti ini,” ujarnya dengan wajah sinis.
Qing Shan menatap sekeliling tanpa ekspresi, jelas tidak sudi menginjak lantai tanah.Tetua Qing sendiri tampak ragu, tapi akhirnya melangkah masuk demi tujuan yang ia simpan.
Tapi begitu mereka memasuki rumah, langkah ketiganya terhenti. Mata ketiganya membulat sempurna.
Rumah yang tampak kumuh dari luar, ternyata di dalamnya sangat elegan. Lantai bersih berkilau, dinding dihiasi rak kayu rapi, ada sofa empuk, tirai kain tipis, dan meja kecil dengan wadah kaca bening berisi cemilan berwarna emas.
Ketiganya langsung berjalan keluar, lalu kembali masuk untuk memastikan mereka tidak salah rumah. Benar, ini rumah reyot itu, tapi bagian dalamnya seperti rumah bangsawan kota.
“Ini?” bisik Qing Shan dengan kening berkerut. “Bagaimana mungkin?”
Nyonya Lao tanpa sadar berucap, “Aku belum pernah melihat dekorasi seperti ini di ibu kota sekalipun.”
Qing Mei yang baru masuk dari belakang bersama kedua kakaknya hanya tersenyum tipis. Dalam hatinya berkata. Tentu saja belum pernah. Ini desain modern.
Qing Rong tersenyum lembut dan berkata, “Ini semua hasil rancangan Mei’er, Bu.”
Ucapan itu membuat Nyonya Lao tersentak, lalu cepat-cepat mengubah ekspresinya menjadi angkuh lagi.
“Hmph, hanya kebetulan saja rumahnya terlihat agak bersih.”
Tetua Qing duduk di sofa, wajahnya tetap datar tapi matanya tak bisa menyembunyikan kekaguman. Qing Shan pun duduk, mencoba terlihat tenang meski punggungnya menempel pada bantalan empuk yang belum pernah ia rasakan.
Qing Rong segera menyuguhkan teh hangat dan cemilan di atas meja. Qing Mei ikut membantu sang ibu.
Cemilan itu diletakkan dalam toples kaca bening, tampak renyah dan harum.
Ketiganya menatap, menahan rasa penasaran.
Suasana sempat hening, sampai akhirnya Tetua Qing berbicara, “Rong’er, sudah lama kau tidak kembali ke kediaman keluarga Qing.” Ia berhenti sejenak, lalu menatap dalam. “Lebih baik kau dan anak-anakmu pulang. Rumah ini terlalu kecil dan tidak aman.”
Qing Mei yang berdiri di belakang ibunya langsung menatap curiga, tapi tetap diam.
Qing Rong menunduk sopan, suaranya tetap sopan.
“Ayah, terima kasih atas perhatiannya. Tapi aku dan anak-anakku sudah sangat nyaman di sini.”
Tetua Qing mengerutkan kening. “Kenyamanan tidak menjamin keselamatan. Di kediaman Qing, keamanan jauh lebih baik.”
Qing Rong tersenyum kaku. “Kami baik-baik saja, Ayah. Lagi pula kami tidak ingin merepotkan.”
Mendengar itu, Nyonya Lao langsung menghentak meja kecil dan berdiri. “Kau ini terlalu sombong, Rong’er! Rumah reyot seperti ini pantasnya untuk pelayan, bukan keluarga Qing!”
Nada suaranya penuh penghinaan.
Wajah Qing Mei menegang. Ia berdiri satu langkah, matanya dingin. “Nyonya Lao, mohon jangan memaksakan diri. Ibu saya sudah jelas menolak dengan sopan. Apa kalian tidak malu? Dulu kalian yang mengusir kami, sekarang datang memaksa kami kembali. Tidak anehkah itu?”
Tatapan Tetua Qing menajam. “Apa maksudmu, Qing Mei? Kami datang karena peduli. Tidak punya niat apa-apa.”
Qing Mei menyunggingkan senyum sinis. “Peduli pada kami, atau peduli pada kesempatan yang bisa kalian manfaatkan?”
Suara ruangan menjadi tegang.
Qing Shan yang sedari tadi diam akhirnya berdiri, nada suaranya tajam. “Qing Mei! Kau berbicara pada kakekmu dan pamanmu! Di mana sopan santunmu?”
Qing Mei mendongak, matanya menatap lurus. “Saya hanya mencontoh sikap keluarga besar Qing yang sejak dulu tidak punya sopan santun.”
“Kau—” Qing Shan hampir berdiri, tapi Tetua Qing mengangkat tangannya. Wajahnya kini penuh kemarahan. Aura kuat meledak keluar dari tubuhnya.
Udara di dalam ruangan seketika bergetar,
tekanan spiritual itu cukup kuat untuk membuat orang biasa berlutut.
Namun Qing Mei tetap duduk tenang bersama ibunya. Bibirnya bahkan melengkung tipis.
Formasi pelindung dari ruang ajaib bekerja dengan sempurna, pikirnya tenang.
Untungnya Qing Mei sudah melakukan antisipasi. Ia tahu, kekuatan sang kakek telah berada di ranah Jenderal Perang. Berbeda dengan dirinya yang masih berada di ranah Kesatria tingkat 3.
Kening Tetua Qing berkerut. Ia menatap heran bagaimana bisa gadis kecil itu tidak bereaksi? Begitu juga Qing Rong yang tetap tenang di bawah tekanannya.
“Apa begitu sikap seorang tetua?” suara Qing Mei terdengar dingin. “Mengancam putri dan cucu sendiri di rumah sendiri?”
Tatapan Tetua Qing berubah kaku. Perlahan, ia menarik kembali auranya.
Qing Mei melanjutkan dengan tenang, “Kami juga tidak bisa menjamin, nyawa kami akan aman.”
Mendengar hal itu membuat Qing Shan menatap semkilas, matanya terkejut. Dia tahu sesuatu? pikirnya dalam hati.
Wajah Nyonya Lao memerah karena malu dan marah. Ia menepuk dadanya keras.
“Dasar anak kurang ajar! Durhaka! Kalian akan menyesal.”
Tanpa menunggu lagi, ia berdiri dan melangkah keluar. Tetua Qing menatap tajam padaa Qing Mei dan Qing Rong, lalu ikut berdiri. “Kau akan menyesal menolak tawaranku, Rong’er.”
Ia berbalik, diikuti Qing Shan yang hanya diam tapi menatap lama ke arah Qing Mei sebelum keluar.
Namun sebelum benar-benar pergi, Nyonya Lao sempat berhenti di meja tamu. Matanya melirik toples kaca bening berisi cemilan kacang polong. Ia diam-diam dan membawa keluar dengan wajah masam.
Begitu ketiganya pergi, Qing Wei langsung terkekeh. “Mereka datang dengan bangga, tapi pergi dengan wajah asam.”
Qing Dao menimpali, “Dan nenek masih sempat mencuri cemilan itu.”
Qing Mei menatap pintu yang baru saja tertutup, senyum dingin muncul di bibirnya.
“Biarkan saja. Anggap itu oleh-oleh, racun keserakahan mereka akan bekerja lebih cepat dari yang kita kira.”
Qing Rong menatap putrinya tertegun. “Mei’er kau menyimpan sesuatu di dalam toples itu?”
Qing Mei menoleh, menatap lembut pada ibunya. “Bukan racun, Ibu. Hanya pelajaran kecil untuk orang yang tamak.”
Dan di luar rumah, jauh di jalanan desa, Nyonya Lao melangkah dengan wajah puas sambil menggenggam erat toples kacang polong itu.