Bukan menantu pilihan, bukan pula istri kesayangan. Tapi apa adil untuk ku yang dinikahi bukan untuk di cintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Kreeeek.
Wati menyembulkan kepalanya, berniat menoleh ke kiri dan ke kanan untuk membaca situasi.
“Mati aku.” Celetuk Wati, dengan mata membola, menelan salivanya dengan sulit.
Gimana gak terkejut, pemandangan seorang pria yang berdiri tegak di sisi kanannya berhasil membuat Wati terlonjak kaget.
“Selamat pagi, Nona.” sapa seorang pria berseragam hitam.
‘Buseeettt serem amat ini cowok, tapi lebih serem pak Alex saat di ranjang, astagaaa, kenapa pikiran ku jadi seliar ini?’ batin Wati dengan mata mengerjap.
“Pa- pagi… ka- kau siapa? Bisa katakan pada ku, di mana kita sekarang?” tanya Wati, berusaha memberanikan diri. Keluar dari kamar itu dengan sesantai mungkin. Jangan lupakan dengan cara berjalannya yang lucu.
“Saya Joni, salah satu pengawal yang ditugaskan bos besar untuk mengawasi Nona.” jelas Joni usai membungkuk hormat pada Wati.
“Saat ini Nona berada di Mansion Aleti, ada yang bisa saya lakukan untuk Nona?” tawar Joni datar.
Wati mengerutkan keningnya gak percaya, “Apa? Mengawasi ku? Yang benar aja.”
Tanpa peduli dengan ocehan Joni, Wati terus saja berlalu meninggalkan pria itu menyusulnya di belakang. Langkah Wati tertuju pada ujung anak tangga yang akan membawanya ke lantai bawah.
“Maaf Nona, Nona tidak bisa meninggalkan mansion ini. Bos besar melarang Nona untuk pergi.” Joni berusaha membuat Wati mengerti perkataan nya.
“Aku tidak peduli, yang pasti aku harus pulang. Ini bukan rumah ku, mama mertua dan suami ku pasti sedang mencari ku.”
Joni menghembuskan nafasnya kasar, “Mereka tidak akan pernah mencari mu, Nona.”
“Kenapa tidak?”
"Karena suami mu sudah menyerahkan anda pada bos besar" timpal Joni, membuat Wati menghentikan langkahnya.
“Katakan sekali lagi! Apa setelah mas Hasan menyerahkan ku pada bos besar mu, bisa membuat ku tetap berada di tempat ini? Kamu salah, pak Joni!” tegas Wati dengan menatap galak pria yang ada di hadapannya.
"Maaf Nona, bukan ranah saya untuk menjelaskannya pada Nona! Biar nanti bos besar yang jelaskan pada Nona."
"Kalo begitu, panggil bos besar mu itu! Aku harus pulang sekarang juga." pinta Wati dengan tegas.
Kruk kruk kruk.
Wati menggaruk kepalanya dengan wajah canggung. Sementara Joni jadi memiliki alasan untuk membuat Wati lebih lama di mention itu.
"Sebaiknya Nona sarapan dulu, sembari menunggu bos besar kembali." tawar Joni dengan tatapan meyakinkan.
Belum sempat Wati berpikir, Joni sudah lebih dulu mengarahkan tangannya untuk Wati mengikutinya.
Wati kukuh pada pendiriannya, ia menolak sembari kedua tangannya melambai, "Ti- tidak perlu. Sa- saya tidak butuh sarapan. Saya hanya mau pulang saja. Tidak harus menunggu bos besar mu pulang."
Belum juga Joni menjawab, perut Wati kembali keroncongan.
Kruk kruk kruk.
"Maaf jika saya lancang Nona, tidak baik melewatkan sarapan anda... anda sudah banyak kehilangan banyak tenaga semalam. Anda juga terlihat tidak baik baik saja." Joni panjang kali lebar.
Wati terdiam dengan bibir yang mengerucut, 'Aku memang sangat lapar, tapi aku tidak bisa makan di sini. Bagaimana jika pak Alex itu pulang dan melihat ku yang kembali bertenaga. Bisa di lahap lagi tubuh ku, belum lagi jika aku sampai bertemu istrinya... aduuuh makin runyam, bisa jadi daging cincang aku dibuatnya, belum lagi dengan julukan yang di berikan istri pak Alex pada ku! Agghhh tidak boleh!.'
"Maaf pak Joni, saya tidak bisa berlama lama lagi di sini. Saya harus pergi." Wati membungkuk hormat, lalu berlalu dengan langkah lebar.
Wati bernafas lega, karena Joni tidak menghentikan langkahnya. Ia terus berjalan ke arah yang ia pikir akan membawanya pada jalan menuju pintu keluar dari mansion.
"Apa itu, wanita yang semalam di bawa pulang bos besar, Jon?" tanya pak Kadir, kepala pelayan di mansion Aleti.
Joni menoleh, “Apa ada lagi wanita lain selain Nona itu, pak?”
“Jangan bercanda, Jon… lalu mau ke mana Nona itu Jon?”
“Bilangnya mau pulang, tapi arah yang Nona Wati tuju itu taman belakang.” terang Joni.
“Kau tidak memberi tahunya? Bagaimana jika Nona Wati menghilang?” tanya pak Kadir, tatapannya masih mengarah pada Wati yang sudah berada di taman, melewati 2 daun pintu besar yang menjulang tinggi.
“Tidak akan, Nona Wati tidak tau pintu utama menuju pelataran.” Joni menatap lantai atas, di mana pintu utama berada.
Wati menggaruk kepalanya frustasi, “Astaga, di mana pintunya… kenapa dari tadi hanya ada dinding dan tanaman rambat.”
Jemari Wati meraba dinding yang ditumbuhi tanaman rambat yang ada di hadapannya.
“Harusnya di sini ada pintunya kan, atau paling gak, ada gerbang. Tapi kenapa ini gak ada. Cuma ada taman, kolam renang, ayunan dan gazebo.” pikir Wati pada dirinya sendiri.
Wati menggerakkan bibirnya ke kiri dan ke kanan, “Kalo aku kembali ke dalam, bagaimana jika istrinya pak Alex pulang? Terus dia melihat ku dan murka? Apa aku akan di jadikan daging geprek persi wanita?”
Wati bergidik ngeri, “Menyeramkan!”
Di tengah kegalauan dan keraguannya, Wati yang berbalik badan, dikejutkan dengan sosok pria paruh baya yang tengah berdiri menatap nya dengan ramah.
“Astaga, sejak kapan ada orang di belakang ku?” Wati berjingkat kaget dengan tatapan gak percaya.
“Maaf kan saya, Nona… saya pikir Nona menyadari kehadiran saya.” ujar pak Kadir gak enak hati, dengan raut wajah menyesal.
“Gimana saya mau sadar, bapak tau tau udah di belakang saya. Tapi eemmm maaf pak, bapak siapa ya? Tadi bukannya ada pak Joni, kenapa sekarang jadi beda lagi orang nya?” entah keberanian dari mana, Wati berani mengajukan pertanyaan pada pria yang ia tak kenal.
“Saya Kadir, kepala pelayan di mansion Aleti ini. Sebaiknya Nona ikut saya kembali ke dalam.” tawar pak Kadir.
“Kembali ke dalam? Tidak pak, lebih baik pak Kadir beritahu saya aja… dimana pintu keluar dari mansion ini, saya harus kembali pulang pak.” pinta Wati, wanita muda itu berusaha bernego pada pak Kadir.
Pak Kadir menggeleng cepat, “Lebih baik Nona ikuti saja apa yang saya katakan, Nona masuk ke dalam, habiskan sarapan yang sudah terlewat, lalu kembali istirahat di kamar. Itu akan jauh lebih baik untuk Nona.”
Wati melangkah maju, berdiri tepat di depan pak Kadir.
“Tanpa mengurangi rasa hormat saya sama pak Kadir, yang usianya jauh lebih tua dari saya ke mana mana. Tolong izinkan saya pulang, beritahu saya dimana pintu keluar rumah ini, suami serta mama mertua saya pasti sudah menunggu kepulangan saya, pak!” pinta Wati dengan kedua tangan menangkup di depan wajahnya, dengan wajah memelasnya.
“Maaf Nona, di mansion ini semua orang harus mematuhi apa kata bos besar, tidak ada seorang pun yang berani membantah apa yang sudah diucapkan bos besar Alex.”
“Pak Kadir, tolong mengerti posisi saya! Saya ini masih seorang istri dari pria yang bernama Hasan. Dan pak Alex, pria yang sudah beristri dari seorang wanita. Gak baik untuk saya berlama lama di rumah pria beristri, pak! Saya gak ingin kehadiran di mansion ini jadi petaka untuk mantan bos saya itu pak!” jelas Wati panjang kali lebar.
“Maaf Nona, bos besar yang anda maksud bos Alex kan?” tanya pak Kadir memastikan.
“Lah emang siapa lagi selain pak Alex yang jadi pemilik mansion ini, pak?”
“Bos besar belum menikah, jika pun suatu saat bos besar akan menikah, itu hanya dengan Nona Wati.”
Deg.
Wati terpaku di tempat, “Aku gak salah dengar, pak?”
Pak Kadir menjawab dengan mantap, “Hanya Nona yang di bawa pulang ke mansion ini sama bos besar! Nama mansion ini pun singkatan dari nama Nona Wati dan bos besar Alex!”
“Mansion Aleti, Alex Wati.” gumam Wati yang di angguki pak Kadir.
Beberapa saat kemudian, di meja makan.
Dengan setia Joni dan pak Kadir menemani Wati di meja makan, bahkan sampai Wati menghabiskan makanan nya.
“Harusnya pak Joni dan pak Kadir ikut makan! Saya jadi gak enak kan! Bapak berdua hanya menonton saya yang asik makan!” gumam Wati menggaruk kepalanya canggung usai menghabiskan makannya.
“Maaf Nona. Kami tidak berani, kami harus tau batasan.” beo Joni.
Tak tak tak tak.
Bunyi dari sepasang sepatu pantofel yang berbenturan dengan lantai marmer, si empunya kaki pun menjadi pusat perhatian dari ketiga orang yang tengah berada di meja makan.
“Selamat datang kembali, bos besar!” beo pak Kadir, begitu melihat Alex yang melangkah ke arah ketiganya.
Joni hanya membungkuk sedikit pada Alex. Lalu menarik kursi yang akan Alex duduki. Joni dan pak Kadir langsung meninggalkan ruang makan, setelah sebelumnya mendapatkan kode dari Alex.
“Ka- kalian mau ke mana? Tetap lah di sini.” Wati kalang kabut, melihat Joni dan pak Kadir malah meninggalkan keduanya di meja makan.
“Apa kau sudah lebih baik, Wati?” tanya Alex dengan tatapan menyelidik.
Raut wajah Wati kini tampak tegang usai ditinggalkan berdua di meja makan bersama dengan Alex.
“Sa- saya sudah pasti baik, seperti yang pak Alex lihat.” Wati mere mas kedua tangannya yang ada di bawah meja.
Alex berseringai, “Benarkan? Apa aku perlu menguji kesehatan mu?” tanya Alex dengan tatapan nakal.
‘Aku masih gak nyangka, pak Alex ternyata belum menikah! Dan mansion ini sengaja ia bangun untuk ku? Pake nama ku dan namanya pula. Maksudnya apa coba? Mau bertanya tapi malu dan gengsi. Takut di jawab hanya kebetulan. Aku yang malu kan jadinya!’ pikir Wati gak habis pikir.
Grap.
Alex menggenggam tangan Wati lalu membawanya ke atas meja.
“A- apa gak ada hal lain yang ingin bapak katakan pada saya?” Wati mencoba melepas kan genggaman tangan Alex dari tangannya.
Alex mengerdikan dagunya, “Apa yang ingin kamu dengar dari ku?”
Wati beranjak dari duduknya, “Tidak ada. Maaf, pak! Saya harus pergi!”
“Kembali Wati, tidak ada yang menyuruh mu pergi!” seru Alex dingin.
“Tidak akan, saya akan pulang, terserah pak Alex mau bicara apa. Yang pasti saya akan pulang.” Wati melangkah pasti menuju anak tangga.
‘Aku merasa terhibur dengan penjelasan pak Kadir, tapi sepertinya pak Kadir salah mengartikan pak Alex.’ pikir Wati dengan wajah kecewa.
Grap.
Alex mencengkram pergelangan tangan Wati. Menarik tubuh Wati ke dalam pelukannya.
“Apa kau tidak dengar, apa yang aku katakan!” sentak Alex.
Wati menelan salivanya dengan sulit, “A- apa yang pak Alex lakukan? Bagaimana jika istri dan anak pak Alex melihat ini, a- aku tidak ingin ada salah paham, a- aku gak ingin ada wanita lain mengatai ku pelakor.” cerocos Wati dengan tangan kanan berada di atas bahu Alex.
Alex mengerutkan keningnya, sementara Wati langsung menunduk saat Alex menatapnya tajam.
“Anak dan istri, salah paham? Jangan konyol, Wati. Atau kau sedang mengejek ku hem?”
Bersambung …