Devan kaget saat tiba-tiba seseorang masuk seenaknya ke dalam mobilnya, bahkan dengan berani duduk di pangkuannya. Ia bertekad untuk mengusir gadis itu, tapi... gadis itu tampak tidak normal. Lebih parah lagi, ciuman pertamanya malah di ambil oleh gadis aneh itu.
"Aku akan menikahi Gauri."
~ Devan Valtor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apartemen Agam
Devan meletakkan kunci mobilnya di atas meja sofa lalu duduk di sofa sambil pandangan mata mendongak ke langit-langit plafon penthouse-nya. Habis mengajar di Royal School, ia masih menemui kakeknya dan mendapatkan ceramah panjang lebar dari sang kakek yang ingin dia mengambil alih rumah sakit.
Hari ini benar-benar melelahkan. Belum lagi kejadian di sekolah tadi. Bukan lelah mengajar atau menghadap para murid, seorang Devan tahu bagaimana membuat murid senakal apapun tunduk padanya. Ia hanya lelah karena emosinya di kuras habis oleh gadis aneh yang tiba-tiba melekat padanya.
Gauri?
Dia bahkan mengingat nama itu sekarang. Seorang pasien penyakit mental di rumah sakit samping sekolah? Itu rumah sakit keluarga. Tentu dia adalah penerus rumah sakit tersebut. Tinggal tunggu waktunya saja dia akan mengambil ahli rumah sakit tersebut.
Devan bingung, kenapa gadis itu terus menempel padanya seperti itu. Awal kali gadis itu naik ke tubuhnya di dalam mobil, dia pikir gadis itu hanya berpura-pura dan ingin mengambil kesempatan dengan cara yang berani seperti waktu itu. Tapi melihatnya tadi, juga melihat betapa Ares dan kedua guru tadi berbicara padanya dengan penuh kehati-hatian, Devan jadi percaya gadis itu benar-benar sakit.
Kenapa? Kenapa gadis semuda itu mengalami sakit seperti itu? Apa yang di alaminya? Tidak mungkin dia sakit dari lahir bukan? Devan memang bukan dokter, tapi kondisi seperti itu jelas memiliki alasannya.
Ia mengembuskan napas panjang, merasakan otot bahunya menegang. Ia menggeser tubuhnya sedikit, menyandarkan kepala di sandaran sofa. Jari-jari panjangnya mengetuk pelan paha celananya, sebuah kebiasaan yang muncul ketika pikirannya terlalu penuh.
Pikiran tentang Gauri kembali mengusik.
Sejujurnya, ada sesuatu yang tidak ingin ia akui pada dirinya sendiri, sejak gadis itu memegangi bajunya dengan tatapan setengah kosong, seolah dunia lain sedang mengalir di kepalanya, Devan merasakan semacam … tarikan. Rasa ingin tahu yang mengusik, menggerogoti, membuatnya tak bisa memalingkan pikirannya begitu saja.
Saat ia berdiri hendak masuk ke kamarnya, ponselnya berdering. Devan mengeluarkan benda pipih itu dari saku, melihat siapa yang menelpon.
Agam.
Langsung dia angkat.
"Kenapa nggak bilang kau sudah kembali? Aku bahkan hanya tahu dari Ares. Cepat ke tempatku. Gino sudah dalam perjalanan ke sini, jangan banyak alasan. Waktu kosongku nggak banyak. Kita harus bertemu malam ini."
Tiitttt...
Setelah berbicara panjang lebar le ke setengah mengomel, panggilan tersebut langsung di matikan. Devan terkekeh. Agam adalah laki-laki yang hobi sekali mengomel di antara dia dan Gino. Devan Emosian, Gino santai terkesan suka menggoda, dan Agam hobi ngomel-ngomel. Persahabatan ketiganya langgeng dari SMP.
Terakhir kali Devan dan Gino dengar, Agam mau nikah dua tahun lalu. Namun batal karena calon istrinya meninggal dunia. Agam tidak banyak cerita soal tunangannya, apalagi dia dan Gino sedang di luar negeri waktu itu. Tapi waktu mereka video call, ia dan Gino bisa melihat bagaimana terpukulnya seorang Agam waktu itu.
Devan lanjut masuk ke kamarnya dan mandi sebelum ke tempat Agam. Dia sudah merasa kotor berada di luar seharian ini. Tubuhnya harus selalu bersih. Begitu selesai mandi dan berpakaian, pandangannya jatuh ke parfum yang langsung mengingatkannya pada seseorang. Orang yang sama yang berhasil membuat pikirannnya terus berputar hari ini.
"Hmm ... wangi susu..."
Ucapan Gauri kembali terngiang di kepalanya. Devan meraih parfum itu. Parfum yang hanya ada satu-satunya di dunia, di racik oleh dirinya sendiri.
Devan mengangkat botol kaca kecil itu, memandang cairan bening di dalamnya seakan menyimpan jawaban atas pertanyaan yang berputar-putar di benaknya. Parfum itu memang ia racik sendiri sejak remaja, dengan bahan-bahan berkualitas yang sering ia curi diam-diam dari kakeknya. Dan tidak pernah ada orang yang mampu menggambarkan aromanya dengan tepat. Bahkan teman dekatnya sekalipun hanya berkata unik, atau aneh tapi mahal.
Tapi Gauri … gadis itu menyebutnya wangi susu. Sesimpel itu, se spontan itu.
Sejujurnya, definisi itu tidak salah. Aroma lembut yang hangat, samar manis, dengan sedikit sentuhan musk putih… ya, memang mendekati aroma susu. Tetapi bukan itu poinnya.
Bagaimana bisa gadis seaneh itu mengingat aroma yang bahkan sulit diingat oleh orang normal?
Bagaimana bisa ia serap detail kecil itu, padahal pikirannya terlihat begitu kacau?
Devan pernah memberikan parfum itu pada seseorang sebelum ia lanjut studi ke luar negeri. Seorang wanita yang sudah ia anggap ibu sendiri, yang jauh berbeda dengan ibu kandungnya. Wanita itu menolongnya ketika dirinya hampir melompat ke danau akibat stress. Wanita paruh baya itu adalah satu-satunya wanita yang ia hargai di dunia ini dan membuat dia merasakan kasih sayang seorang ibu. Yang memberikannya alasan bahwa dari 100% wanita di dunia ini, masih ada 1% wanita yang benar-benar baik.
Tapi wanita itu sudah meninggal. Devan tidak bisa bertemu dengannya lagi. Dengan perempuan yang mengatakan aroma parfume yang dia berikan itu memiliki wangi susu, persis seperti yang di katakan oleh Gauri.
Devan menyemprot parfum itu ke tubuhnya lalu meletakkan perlahan, ia menahan napas sejenak, menatap refleksinya di cermin kamar. Rambut hitamnya masih basah, setetes air turun melewati garis rahangnya. Ia tampak seperti seseorang yang sedang ada masalah besar, padahal seharian ini ia hanya menghadapi satu gadis muda yang terus melekat padanya.
Gadis yang entah kenapa berhasil mengguncang emosinya.
Dengan langkah pasti namun tergesa, Devan keluar kamar. Ia mengambil kunci mobil dan dompet, lalu meraih jaket tipis di gantungan. Agam bisa mengomel sepanjang malam kalau ia terlambat, dan Devan sedang tidak ingin mendengar ceramah tambahan setelah ceramah panjang dari kakeknya tadi.
Tiga puluh menit kemudian, dia sudah sampai di apartemen Agam. Lift berbunyi pelan saat pintunya terbuka di lantai tempat Agam tinggal. Devan keluar tanpa banyak pikir, berjalan cepat menuju unit dengan lampu lorong yang temaram. Baru saja ia mengetuk sekali, pintu langsung dibuka.
Agam berdiri di ambang pintu dengan wajah masam.
"Kau butuh lima belas menit untuk naik lift? Masuk."
Devan mendengus dan melepas sepatu.
"Aku nyetir, bukan teleport."
"Alasan." Agam berbalik, berjalan ke ruang tamu sambil menggerutu pelan seperti biasanya.
Di dalam, Gino sudah duduk santai di sofa, kaki naik ke meja, memakan keripik tanpa rasa bersalah.
"Van. Kau kelihatan kayak habis diraibkan jin terus dilempar balik."
Devan melemparkan tatapan tajam. Gino hanya terkekeh.
"Mau alkohol atau air putih?" Agam bertanya.
"Dari kacamatamu sebagai dokter, menurutmu keadaanku sekarang cocok minum apa?"
"Alkohol." Agam dan Gino kompak mengatakan kalimat itu dan tertawa bersama melihat tampang Devan yang makin kusut.
Devan alergi alkohol, mereka tahu itu.
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
Mandi paginya Gauri gimana tadi - mandi sendiri atau Devan yang memandikan 😄.
Di restoran hotel untuk sarapan - teman-teman alumni menyapa Devan dan Gauri.
Ada dua orang teman alumni yang sinis, tatapannya menilai, merendahkan Gauri yang menempel pada Devan.
Merupakan suatu hiburan bagi Gino - segala apa yang Gauri dan Devan lakukan. Sangat lucu terlihat dimatanya - seorang Devan akhirnya ketempelan perempuan. Gino selalu mengabadikan momen demi momen kebarsamaan Gauri dan Devan.
Gauri merasa masih kecil, mau naik perahu berbentuk gajah. Devan stok sabarnya masih full menghadapi keinginan Gauri 😄
Gauri sudah tidur. Devan mandi untuk meluruhkan ketegangan yang melanda, bahkan canggung juga panik dalam menghadapi Gauri yang Devan sama sekali tidak menduga.
Gauri mimpi buruk.
Benar-benar jadi Gauri sitter ini Devan - menjaga Gauri aman, memandikan, pakaiin baju - bra pula, memberi makan, dan menemani Gauri tidur.
Tahu begitu bawa suster perawatnya Gauri, Devan. Gak menyangka akan terjadi hal seperti itu - mandiin anak gadis yang berkelakuan anak-anak karena trauma akibat kecelakaan yang pernah dialami.
Benar-benar menguji iman dan kesabaran Devan - bra juga mesti Devan yang pakai-in 😄.
Diana ini maksud hati ingin cari perhatian Devan. Tak sesuai harapannya, tanggapan Devan tetap datar.
Diana - tak usah punya pikiran aneh-aneh tentang Gauri dan Devan yang berada di dalam satu kamar hotel.
Janganlah segala sesuatu itu d lihat dgn mata,, pakailah hatimu..., biar ad rasa simpati disana. Si nini2 itu,, kenal dekat sama Gauri sj...,, enggak. Sok2 an menilai...,, ga ad orang yang pingin sakit,, baik itu sakit d jiwa atw d fisik.
Lha,, d situ yg katanya orang dewasa...,, menilai orang lain seperti itu,, jangan2 d situ yg sakit jiwanya.
Diana tidak suka melihat kedekatan devan dan gauri, gauri terus nempel sm devan membuat diana iri dan cemburu...
Devan merasa nyaman semenjak kehadiran gauri tidak membuatnya terganggu sama skl, justru perasaan devan sll ingin menjaga dan melindungi gauri....
Semenjak kehadiran gauri hidup devan jadi berwarna ,tingkah laku gauri sangat lucu dan gemesin biasanya devan anti perempuan susah didekati sm perempuan memiliki trauma.....
tanpa sadar gauri lah yg membantu devan menyembuhkan traumanya....