NovelToon NovelToon
Claimed By Mister Mafia

Claimed By Mister Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Anak Yatim Piatu / Romantis / Cinta Terlarang / Mafia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: tami chan

Setelah kedua orang tuanya meninggal, Amy pindah ke Bordeaux -sebuah kota Indah di Prancis, dan berteman dengan Blanche Salvator yang ternyata merupakan anak dari seorang Mafia paling di takuti bernama Lucien Beaufort.
Dengan wajah yang karismatik, mata biru dan rambut pirang tergerai panjang, Lucien tampak masih sangat muda di usia 35 tahun. Dan dia langsung tertarik pada Amy yang polos. Dia mendekati, merayu dan menggoda tanpa ampun.
Sekarang Amy di hadapkan pilihan : lari dari pria berbahaya yang bisa memberinya segalanya, atau menyerah pada rasa yang terus mengusiknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tami chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Petualangan baru Amy

Sinar mentari pagi yang menerobos masuk melalui jendela, membuat Amy terbangun. Dia mengangkat tangannya, berusaha melindungi matanya yang kesilauan karena cahaya terang tiba-tiba menusuk.

Seolah teringat sesuatu, Amy segera terbangun dan menoleh ke arah tempat tidur –yang kosong.

Sprei yang berantakan dan beberapa perban bekas yang terdapat noda darah berserakan di sana. Di atas bantal terdapat beberapa lembar uang pecahan besar dan selembar kertas.

Dengan penuh rasa penasaran Amy mengambil kertas itu.

Merci beaucoup, aku pasti akan membalas hutang budi ini.- L-.

Amy menghela napas lega. Syukurlah lelaki itu selamat dan tak mati konyol di sini. Amy tak berani membayangkan jika pria yang ditolongnya tak selamat dan meninggal. Bisa-bisa Amy malah disangka sebagai pembunuhnya dan di penjara.

Amy menyandarkan bahunya di sofa, memandangi tulisan indah dari pria tampan yang semalam di tolongnya. Ya, pria itu benar-benar tampan. Rambutnya pirang kelabu, hidungnya mancung dan matanya berwarna biru –jernih dan menenangkan. Amy mengira pasti umurnya sekitar 30 tahunan. Untuk ukuran Om-Om, dia masih terlihat gagah dan tampan. Bahkan saat memapahnya berjalan, Amy bisa merasakan tubuhnya yang atos dan berotot.

“Oh! Astaga! Kenapa aku malah jadi ngelantur gini, sih! Aku harus buru-buru memasukkan berkas-berkasku ke sekolah dan mencari apartemen kecil yang murah untuk tempat tinggal. Banyak yang harus dikerjakan!” gumam Amy sambil menepuk pipinya.

Amy keluar dari penginapan murah dan lusuh itu sambil menyeret koper besarnya.

Langit Bordeaux pagi itu bagai kanvas biru lembayung yang baru saja dicuci hujan. Amy menarik napas dalam-dalam, udara segar yang beraroma kopi panggang dan sesuatu yang manis—mungkin croissant yang baru keluar dari oven—memenuhi paru-parunya. Untuk sesaat, beban berat yang ditinggalkannya di Jakarta, kekacauan yang memaksanya pergi, seolah menguap diterpa angin sepoi-sepoi.

Dia memutuskan untuk berjalan kaki. Sasaran pertamanya adalah mencari informasi sekolah, tapi kota ini seolah membisikkan permintaan maaf yang manis, "Jangan terburu-buru, lihatlah aku dulu."

Dan Amy pun terpana.

Jalan yang dilaluinya, Cours de l'Intendance, dipagari oleh bangunan-bangunan batu kapur berwarna madu pucat. Corbelies, teras-teras besi berkelok-kelok yang dicat hitam, menghiasi fasad-fasad elegan nan megah. Setiap jendela seakan memiliki cerita, dengan kaca-kaca besar dan daun jendela berwarna pastel. Ini bukan sekadar kota; ini adalah mahakarya arsitektur yang hidup, di mana setiap sudutnya adalah potret yang sempurna. Kekaguman itu tumbuh, perlahan tapi pasti, mengikis kegelisahan dalam hatinya.

Tanpa disadari, langkahnya membawanya ke sebuah ruang terbuka yang luas, Place de la Bourse. Dan di sanalah, Sungai Garonne membentang bagai pita perak cair di bawah matahari pagi.

Amy terpaku.

Sungai Garonne bukan sekadar air yang mengalir. Dia adalah jiwa kota ini. Warnanya bukan biru jernih, melainkan coklat kehijauan yang berkilauan seperti batu pirus keruh, sebuah karakter yang diberikan oleh lumpur dan pantulan langit Bordeaux yang unik. Permukaannya yang luas membelah kota dengan anggun, memantulkan cahaya matahari hingga berkelip-kelip seolah ditaburi berlian. Di kejauhan, jembatan batu, Pont de Pierre, membentang dengan lengkungan-lengkungannya yang gagah, menghubungkan dua sisi kota seperti sebuah penghubung sejarah.

Dia duduk di tangga batu yang menghadap langsung ke sungai, melupakan sejenak daftar sekolah di tasnya. Sebuah kapal pesiar perlahan melintas, tidak mengganggu tetapi justru menambah pesona. Angin dari sungai itu menerbangkan ujung rambutnya, membawa serta aroma air yang segar dan bebas.

Dia memandang ke seberang, di mana Menara Grosse Cloche menjulang dengan jamnya yang megah, dan siluet kubah Grand Théâtre yang seperti mahkota. Batu-batu kapur kota itu, dari Place de la Bourse hingga gereja-gereja tua, berubah menjadi emas cair di bawah sinar matahari, sebuah pemandangan yang begitu memukau hingga membuatnya lupa bernapas.

Di Jakarta, masalahnya terasa seperti labirin tanpa jalan keluar, mengurungnya dalam kegelapan. Tapi di sini, di tepian Garonne ini, dengan luasnya langit dan anggunnya arsitektur yang telah berdiri berabad-abad, segalanya terasa... berbeda.

Masalahnya masih ada, itu nyata. Tapi untuk pertama kalinya sejak tiba, Amy merasa tidak sendirian melawannya. Kota Bordeaux, dengan sungainya yang tenang namun perkasa dan bangunannya yang berdiri kokoh menantang waktu, seolah memberinya sebuah keyakinan baru. Sebuah kekuatan yang lembut namun pasti.

Dia tersenyum, kecil saja. Mencari sekolah masih menjadi tugasnya, tapi sekarang itu terasa seperti sebuah petualangan, bukan sebuah pelarian. Dia membuka tasnya, mengambil buku catatan, dan mulai menulis dengan latar belakang simfoni bisu keindahan Bordeaux—sebuah permulaan baru yang jauh lebih indah dari yang pernah dia bayangkan.

Amy berdiri di sebuah gerbang sekolah yang telah menjadi pilihannya. 

École supérieure des arts et techniques de la mode, salah satu sekolah mode tertua di Prancis yang akan menjadi tempatnya menimba ilmu. Teman Maman yang menjadi salah satu guru disinilah yang memberikan rekomendasi pada Amy saat melihat desain yang pernah Amy buat ketika dia masih duduk di bangku SMA. Cita-cita Amy memang ingin menjadi fashion Desainer, dan sekolah inilah yang paling tepat untuknya.

Sambil menyeret kopernya menaiki anak tangga, Amy bergegas masuk ke bangunan besar dengan arsitektur menawan. Sepertinya sekolah di sini, akan terasa sangat menyenangkan, Amy akan merasa seperti sedang study tour setiap hari karena bangunan di sekitar sini benar-benar indah bak negeri dongeng.

Amy memasuki ruang Direktur dan bertemu dengan pemimpin tertinggi kampus ini.

“Jadi kau dari Jakarta? Wahh jauh sekali…” ucap wanita dengan rambut putih yang di sanggul sangat cantik menghiasi kepalanya. Dia memakai baju yang sangat elegan, benar-benar menunjukkan jati dirinya sebagai seorang pemimpin sekolah Mode.

“Oh, ada surat rekomendasi dari Miss Jeanne? Kau kenal dengannya?”

“Beliau adalah teman Mama Saya. Karena sangat tertarik dengan desain yang saya buat, dia menyarankan Saya untuk melanjutkan sekolah di sini.”

“Dan… siapa mama mu?”

"Chloe, Chloe Flourine-"

“Chloe Flourine Dubois?” kejutnya.

Amy mengangguk, Dubois adalah nama keluarga Mama-nya.

“Astaga? Bagaimana kabar Chloe? Aku juga mengenalnya dengan baik. Dia adalah murid kesayanganku…” ucap wanita itu dengan raut penuh kerinduan.

“Mama sudah meninggal beberapa hari yang lalu…” jawab Amy sambil menunduk lesu.

“Astaga… aku turut berduka Amy…” wanita itu menggenggam jemari Amy dengan erat.

“Kau tinggal dengan siapa di sini?” tanyanya lagi.

“Saya akan mencari apartemen di dekat sini…”

“Tinggallah di asrama, supaya kau tak perlu mengeluarkan biaya lagi. Aku menerima semua berkasmu dan kau bisa mulai sekolah besok pagi.”

Wanita tua bernama Charlotte itu, mengambil pesawat telepon yang ada di meja kerjanya, “ke ruanganku sekarang," ucapnya pada seseorang di sebrang telpon.

“Miss, bisakah Saya bertemu dengan Miss Jeanne?” pinta Amy. Dia ingin sekali bertemu dengan sahabat Mamanya itu.

“Maaf sayang, Jeanne sudah tidak bekerja di sini. Terakhir ku dengar kabarnya dia ke luar negeri dengan keluarganya. Suaminya pindah kerja atau bagaimana…”

Amy menghela napas. Padahal dia ingin sekali bertemu, tapi takdir berkata lain.

Tak lama, muncullah seorang wanita muda, dia bicara dengan Nyonya Charlotte lalu menoleh ke arah Amy dan tersenyum. “Ayo ku antar ke kamarmu,” ucapnya.

“Merci…” Amy pun bangun dari duduknya dan mengikuti si wanita muda.

Ya, mulai hari ini, Amy akan menjalani hidup barunya di sini, di kota Bordeaux. Jauh dari tante Siska dan Om Jo yang telah menjungkir balikkan hidup damai Amy di Jakarta.

Tapi tekad besar terbentuk di hati Amy, tekad untuk menjadi orang sukses dan merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya.

1
sunshine wings
Nah.. Lengah kan.. 🤨🤨🤨🤨🤨
Tamie: pacaran bae jadilengah 😄
total 1 replies
sunshine wings
🤭🤭🤭🤭🤭
sunshine wings
Wah! Kembang setaman Amy.. 🥰🥰🥰🥰🥰
Tamie: 🤭🤭🤭...
total 1 replies
sunshine wings
hahaha . pawangnya Amy..
sunshine wings
🥰🥰🥰🥰🥰
Tamie: mleyot g tuh 🤭🤭
total 1 replies
sunshine wings
hubungi papanya Blanche, Amy..
sunshine wings
Jangan coba² 🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️
Tamie: belum tau siapa Lucien dia 😏😏
total 1 replies
sunshine wings
Betul apa katanya Amy.. Enak saja ngatain orang yg nggak² 😏😏😏🙄🙄
sunshine wings
Papanya toh..🥰🥰🥰🥰🥰
Tamie: 🤭🤭🤭.....
total 1 replies
sunshine wings
Apa mungkinkah pria yg diselamatkan Amy itu ayahnya ato kakanya Blanche?
🤔🤔🤔🤔🤔
Tamie: jàwabannya ada di bab berikutnya 😎🤭
total 1 replies
sunshine wings
Lanjutkan saja Amy.. Kalo orangnya bae sepatutnya gak masalah ya..
Tamie: bener banget, G usah dengerin gosip 😄🤭
total 1 replies
sunshine wings
Semangat Amy 💪💪💪💪💪
Semua akan indah pada waktunya..
Karma tidak akan salah tempat..
❤️❤️❤️❤️❤️
sunshine wings
Cepat Amy!!!
Jangan beri kesempatan pada lintah penghisap darah!!!
💪💪💪💪💪❤️❤️❤️❤️❤️
Tamie: pasti semua bakal kena balasan satu persatu 😎😎
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!