Claimed By Mister Mafia
Langit pagi itu berselimut kelabu, seolah-olah alam turut berduka. Butiran hujan rintik-rintik mulai membasahi nisan-nisan marmer di pemakaman elit Jakarta, mengukir kesedihan yang dalam dan sunyi. Di tengah kerumunan payung hitam yang seperti barisan gagak, Amy Agustina Atmaja berdiri sendirian.
Ia mengenakan gaun hitam sederhana yang membuat wajahnya yang pucat bagai bulan purnama yang kesepian. Matanya, warisan biru kehijauan dari mamanya, Chloe Fleur, kini redup, terbius oleh kesedihan yang terlalu besar untuk ditanggung seorang gadis berusia delapan belas tahun. Hujan yang membasahi pipinya menyamarkan air mata yang tak henti mengalir. Ia memandang kosong ke arah dua peti mati mahoni yang akan turun ke perut bumi untuk selamanya.
Ini tidak nyata. Ini mimpi buruk. Batinnya memberontak. Baru seminggu yang lalu, mereka masih tertawa di meja makan, berencana liburan musim panas ke Paris. Papa, Raden Cakra Atmaja, dengan suara baritonya yang hangat, bercerita tentang masa kecilnya di Solo. Mama, dengan logat Prancisnya yang tak pernah hilang, mengoreksi pelafalan bahasa Prancis Amy dengan canda.
Kecelakaan mobil yang tiba-tiba itu telah merenggut segalanya. Merenggut tawa, pelukan, dan masa depannya.
Dia merasakan desakan lembut di lengannya. "Amy, sayang," suara itu lembut, hampir seperti bisikan penuh kasih.
Amy menoleh. Di sampingnya berdiri Tante Siska, adik tiri dari almarhumah ibunya. Wajah Tante Siska penuh dengan kepedulian yang dibuat-buat, matanya berkaca-kaca—entah karena hujan atau akting yang sempurna. Dia memegang payung di atas kepala Amy, seolah melindunginya.
"Kamu harus kuat, sayang. Mereka sudah di tempat yang lebih baik," bisik Tante Siska, tangannya mengelus punggung Amy. Tapi bagi Amy, sentuhan itu terasa seperti sulur yang membelit, bukan menghibur.
Amy hanya mengangguk pelan. Lidahnya terasa kelu. Bagaimana mungkin dunia bisa terus berputar ketika dua pusat tata surya hidupnya telah padam? Ia ingat pesan terakhir mamanya, pesan singkat di ponselnya: "À bientôt, ma chérie. We'll be home soon." Sampai jumpa, sayangku. Kami akan segera pulang. Tapi mereka tak pernah pulang.
Ia melihat sekeliling. Di balik kerumunan yang menyampaikan belasungkawa, ia menangkap pandangan-pandangan lain. Pandangan yang mengukur, penuh rasa ingin tahu, dan... iri. Mereka semua tahu. Amy, si gadis keturunan campuran yang pemalu, kini adalah satu-satunya pewaris kekayaan Raden Cakra Atmaja, seorang keturunan bangsawan Jawa yang melepaskan gelarnya demi cinta, tetapi sukses membangun kerajaan bisnisnya sendiri. Harta yang membuatnya menjadi target empuk.
Prosesi pemakaman berlangsung dalam duka yang hening. Saat peti mati orang tuanya mulai diturunkan, Amy merasa kakinya lunglai. Dunia berputar kencang. Sebuah isak tangis akhirnya terlepas, menyayat hati, memecah kesunyian. Dia menjatuhkan sekuntum mawar putih—maman—dan sekuntum mawar merah—papa—ke atas peti. "Au revoir, Maman, Papa," bisiknya, suaranya parau oleh tangis.
Tante Siska dengan sigap memeluknya erat. "Sudah, sudah, sayang. Tante di sini. Tante yang akan menjagamu sekarang."
Dalam pelukan itu, di tengah aroma parfum mahal Tante Siska yang menusuk, Amy mendengar sesuatu yang lain dalam nada suaranya. Bukan belas kasih, tetapi... kepuasan. Sebuah kepuasan terselubung yang membuat bulu kuduknya berdiri.
Perjalanan pulang ke rumah megah yang kini terasa hampa dan sunyi diisi oleh bisikan "penghiburan" Tante Siska.
"Rumah ini terlalu besar untukmu sendiri, Amy. Terlalu banyak kenangan," ujar Tante Siska sambil menyiapkan teh. "Dan urusan hukum warisan... itu sangat rumit. Kamu masih terlalu muda."
Amy hanya memandang cangkir tehnya, uapnya menari-nari seperti hantu.
"Aku punya ide bagus," lanjut Tante Siska, suaranya tiba-tiba bersemangat. "Bagaimana jika kamu melanjutkan sekolah di Prancis? Ke kota tempat mamamu dibesarkan. Di sana, kamu bisa mulai hidup baru, jauh dari semua kenangan menyedihkan ini.
“Tapi bagaimana dengan bisnis Papa…” gumam Amy. Dia tak bisa meninggalkan semua warisan Papa begitu saja dan melarikan diri, bukan?
"Jangan khawatir tentang itu," sahut Tante Siska cepat, berusaha terdengar meyakinkan. "Tante dan Paman di sini akan mengurus semuanya untukmu. Semua urusan legal, perusahaan. Kami akan menjaganya sampai kamu dewasa dan kembali. Fokuslah untuk menyembuhkan lukamu. Itu yang paling penting."
Idenya terdengar masuk akal. Bahkan menggoda. Melarikan diri ke Prancis, jauh dari segala kesedihan. Tapi sesuatu dalam cara Tante Siska berkata—"Tante yang akan urus semuanya"—membuat hati Amy berdesir.
Dia mengangkat wajahnya, dan untuk pertama kalinya sejak pemakaman, dia benar-benar melihat Tante Siska. Di balik senyum simpatik itu, di balik mata yang berkaca-kaca itu, Amy melihat secercah kilatan. Kilatan yang sama seperti yang ia lihat dari saudara-saudara dari pihak papa yang dulu memutuskan hubungan karena pernikahan orang tuanya. Kilatan keserakahan.
Tiba-tiba, semuanya menjadi jelas. Pelukan yang membelit, kata-kata penghiburan yang manis, dan tawaran yang "sangat tulus" untuk mengurus segalanya. Itu semua adalah jebakan. Tante Siska tidak ingin menghiburnya; dia ingin menyingkirkannya. Mengirimnya jauh ke Prancis agar dia dan keluarganya bisa leluasa menggerogoti warisan yang ditinggalkan papanya dengan susah payah.
Hati Amy yang remuk redam oleh kesedihan tiba-tiba disiram oleh air dingin. Sebuah tekad kecil, rapuh tetapi keras, mulai tumbuh di tengah puing-puing jiwanya.
Dia menghela napas panjang dan menatap Tante Siska. Di balik air mata yang masih membasahi pelupuk matanya, ada api biru kehijauan yang mulai menyala. Warisan dari mamanya, Chloe, seorang wanita Prancis yang pantang menyerah.
"Terima kasih atas tawarannya, Tante," ucap Amy, suaranya lebih tegas dari yang dia kira. "aku akan memikirkan… ide itu…”
Senyum di wajah Tante Siska pudar sepersekian detik sebelum kembali terpasang, kali ini agak kaku. "Tentu saja, sayang. Pikirkan baik-baik. Tante hanya ingin yang terbaik untukmu."
Amy membalikkan badan, menghadap jendela yang dihujani rintik-rintik air. Hujan masih turun, menyapu dunia yang kejam. Tapi di dalam hatinya yang remuk, sebuah armor mulai terbentuk. Kesedihan itu nyata dan akan tinggal selamanya, tetapi sekarang, ia tahu, dia tidak boleh lemah. Dia harus kuat, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk menjaga warisan cinta orang tuanya dari orang-orang yang ingin merengutnya.
Pertempuran untuk hidupnya baru saja dimulai.
Amy Agustina Atmaja, mulai hari ini kau harus kuat! Berdiri dengan kakimu sendiri, membuat strategi jitu demi menjaga warisan Papa. Karena hanya inilah yang dia miliki saat ini dan tak akan dia serahkan pada siapapun!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments