NovelToon NovelToon
Bukan Istri Bayangan

Bukan Istri Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Dokter
Popularitas:559.8k
Nilai: 5
Nama Author: Desy Puspita

Bertahun-tahun memendam cinta pada Bagaskara, Aliyah rela menolak puluhan lamaran pria yang meminangnya.

Tak disangka, tepat di hari ulang tahunnya, Aliyah mendapati lamaran dari Bagaskara lewat perantara adiknya, Rajendra.

Tanpa pikir panjang Aliyah iya-iya saja dan mengira bahwa lamaran itu memang benar datang dari Bagaskara.

Sedikitpun Aliyah tidak menduga, bahwa ternyata lamaran itu bukan kehendak Bagaskara, melainkan inisiatif adiknya semata.

Mengetahui hal itu, alih-alih sadar diri atau merasa dirinya akan menjadi bayang-bayang dari mantan calon istri Bagaskara sebelumnya, Aliyah justru bertekad untuk membuat Bagaskara benar-benar jatuh cinta padanya dengan segala cara, tidak peduli meski dipandang hina ataupun sedikit gila.

.

.

"Nggak perlu langsung cinta, Kak Bagas ... sayang aja dulu nggak apa-apa." - Aliyah Maheera.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 08 - 0 Privasi

Bagaskara tersenyum tipis, hampir tak tampak, tetapi mata Aliya menangkap segala sesuatu yang tak diucapkan.

Ada gelagat salah tingkah yang samar di wajah suami, sebuah kegugupan halus yang membuat sudut matanya sesaat berkilat.

Senyum itu setipis kertas, namun bagi Aliya cukup untuk membuat rencananya pagi ini berhasil.

“Ehem!” Dia berdehem keras, sengaja memecah keheningan yang mulai menipis.

Suara itu seperti pancingan, dan berhasil. Bagaskara yang tadi larut dalam lamunan mendadak gelagapan, mencari-cari kata yang menghilang bersama helaan nafasnya.

“Ah?” Dia menjawab, suaranya masih setengah terperangkap di antara kantuk dan pertanyaan.

“Hari ini gimana?” Aliya mengulang pertanyaan yang tadi sempat dia lontarkan.

“Apa?” Bagaskara balik bertanya, wajahnya masih belum sepenuhnya kembali normal.

“Keadaannya, apa sudah enakan?” Aliya menambahkan, matanya tak melepaskan pandangan dari reaksi pria di depannya.

Bagaskara tertawa kecil, napasnya berat. “Kelihatannya gimana? Apa aku sudah lebih baik?” jawabnya mencoba menutupi gugup dengan candaan yang setengah-serius.

“Disuruh tanya dibalas tanya juga, kan? Aku kan enggak ngerasain, Kakak yang ngerasain.” Aliya duduk di tepi tempat tidur tanpa menunggu izin.

Tindakan itu sederhana, namun bagi Bagaskara ada kehangatan dan kedekatan yang tiba-tiba memenuhi ruang kecil itu.

Bagaskara membuang napas, suara kasar yang keluar entah untuk menyingkirkan rasa canggung atau kebosanan.

“Oh iya, Kakak beneran nggak ingat pelakunya?”

Bagaskara menggeleng, kejadian semalam berlalu begitu cepat, kejadian yang tak terduga, semua jadi kabur karena adrenalin dan ketakutan.

“Enggak, terlalu cepat,” jawabnya pendek.

Aliya mengangguk, bibirnya bergerak seperti sedang menyusun rencana. “Aku sudah tanya beberapa orang di sana. Barusan aku telepon Amar untuk menyelidiki.” Nada suaranya serius, bukan pura-pura.

Bagaskara meneguk udara. “Nggak perlu, Al.”

“Nggak perlu gimana? Ini jelas kejahatan, harus diselidiki.” Aliya membalas, suaranya tegas.

Matanya berbinar, ia tak mau duduk diam saat sesuatu yang menyerang orang yang dicintainya berlalu tanpa jejak.

“Aku merasa ini cuma kecelakaan, aku yang kurang fokus semalam.” Kata-kata itu keluar pelan, seolah ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri lebih dari orang lain.

“Kurang fokus kenapa? Mikirin aku kah?” goda Aliya, menggoda dengan cara yang membuat Bagaskara tak bisa menahan decakan sebal.

“Diam, berarti memang mikirin aku, ya?” Aliya mencondongkan kepala, senyumnya melebar.

Bagaskara menghindar, namun nada suaranya pagi itu hangat. Panggilan 'Al' yang keluar dari bibirnya terasa akrab, panggilan yang hanya boleh digunakan oleh yang dekat.

Hingga akhirnya, ponsel Aliya bergetar di genggamannya. Setelah melihat nama yang muncul, ia menerima panggilan itu. “Halo, Ma ...” Suaranya berubah menjadi lebih sopan, panggilan pada ibunda selalu membawa nuansa lain.

Bagaskara menoleh, menyiapkan diri, khawatir nanti justru diajak bicara oleh mertuanya. Sementara itu, Aliya berbicara seperti biasa, jujur, lugu, dan terkadang ceroboh. Kali ini, cerobohnya berpotensi menjadi bahan gosip.

“Kelihatannya mendingan sih ... luka di beberapa bagian, katanya ditabrak.” suara Aliya terdengar tenang, sementara Bagaskara hanya menjadi pendengar, matanya menunggu titik-titik yang tak diucapkan.

“Apa? Malam pertama apaan? Belum apa-apa udah lecet ... belum sempet lah, Ma, semalam ditinggalin di hotel sendiri soalnya.” Ucapannya polos, terlalu polos hingga membuat Bagaskara terkejut.

Mata pria itu membulat, bukan karena cemburu, melainkan karena takut. Kebohongan mungkin belum ada, namun pengakuan semacam itu gampang disalahartikan.

Aliya terus bicara, tanpa jeda, mengurai detail yang bagi Bagaskara terasa terlalu terbuka. “Iya, Ma ... aku ditinggalin gitu aja.” Sekilas nada suaranya sendu, tapi tetap lugas.

Bagaskara menahan diri, dia berharap Aliya akan menutup mulutnya, namun ibarat terbuka, mulut itu terus mengeluarkan sesuatu yang tak sepantasnya dibagikan. “Enggak, Ma, aku sudah cukur kok.” Aliya menambah, seolah menanggapi satu per satu asumsi yang mungkin muncul.

“Al kam—” Bagaskara mulai panik, dia tahu arah pembicaraan mereka dan wajahnya sudah merah karena malu.

“Shuuut, bentar, Mama lagi ngomong.” Aliya memotong, seolah enggan diganggu.

.

.

Mendengar itu, Bagaskara sadar betapa berbahayanya lidah sang istri. Ia mencoba meraih ponsel, namun Aliya masih terus bicara.

“Kak Bagas normal lah!” Aliya menangkis, suaranya sedikit menegaskan hingga Bagaskara semakin memerah.

Jujur saja, Bagaskara tidak mengerti semua yang dibicarakan oleh mertuanya, namun firasatnya mengatakan bahwa obrolan itu bisa menimbulkan salah paham besar.

“Ya belum, dikasih lihat saja belum gimana mau tahu berdiri atau enggak–” Suara di telepon semakin blak-blakan, mengusik batas-batas yang Bagaskara anggap privasi.

“Ya Tuhan, Aliya!” Sampai akhirnya Bagaskara tak lagi bisa menahan diri.

Dengan cepat ia merampas ponsel dari tangan istrinya, memutus panggilan tanpa basa-basi. Tindakan itu tegas, lantas ia menonaktifkan ponsel Aliya untuk sementara, memastikan tak ada sambungan lain yang akan mengungkap lebih banyak lagi.

Setelah tarikan napas panjang, ia menatap Aliya. Ada garis kekhawatiran di dahinya, namun matanya melembut. “Apa yang kalian bicarakan? Hem?”

Aliya menampakkan ekspresi sebal, lalu mencebik. Diamnya lama, dia sengaja memberi kesan tak bersalah, mencoba membuat Bagaskara melewatkannya. Namun pria itu tak mudah teralihkan. “Cepat katakan apa, Aliya apa?”

“Ya itu ... Mama nanya-nanya, aku cuma jawab pertanyaannya saja. Kakak kenapa jadi semarah sih?” Ia balik menuduh, suaranya manis tapi menantang, sebuah cara licik untuk menipiskan ketegangan.

“Bukan marah, cuma tanya.”

Bagaskara menahan nada yang ingin menjadi keras, dia ingin Aliya paham batasan, beberapa hal tetap harus disimpan sebagai privasi.

“Tanya kok bentak-bentak? Sambil melotot lagi! Kan bisa baik-baik,” protes Aliya, dan hal itu membuat Bagaskara menarik napas, lalu melunak sejenak.

“Iya, aku tanya baik-baik ....” katanya, menata kata-kata. “Tadi kamu bicara apa? Kenapa terdengar seperti ke arah adegan dewasa?”

Aliya tertawa kecil, tapi ada rona malu di pipinya. “Emang.” Kata itu keluar tanpa ragu, polos dan lugu, seolah tak mengerti batas apa yang telah ia langgar.

Sontak Bagaskara menunduk, memijat pangkal hidungnya seperti untuk menekan rasa malu yang mencuat. “Ya Tuhan, Aliya,” gumamnya lembut, hampir seperti doa.

“Kenapa? Kan nggak ada salahnya, sama Mama doang kok.” Aliya bersikap santai, namun di balik itu ada niat baik, ia tidak bermaksud mempermalukan siapa pun, hanya terlalu lugas pada orang yang menurutnya terpercaya.

Bagaskara melunak, namun ia tetap keras di satu titik. “Aliya dengar ... masalah itu masuk kategori privasi, tidak semuanya harus kamu adukan, paham?”

Aliya terdiam. Sekejap. Dia menimbang, lalu mengangguk pelan. “Iya paham,” katanya akhirnya, suaranya tentatif tetapi patuh, sebuah pengakuan sederhana yang membuat Bagaskara sedikit lega.

Pria itu masih menggenggam ponsel istrinya, bukan untuk menguasai, melainkan untuk memastikan tak ada lagi kata-kata yang keluar tanpa filter. “Jangan iya-iya saja. Terapkan, sampai terjadi lagi kamu bahas masalah yang sifatnya privasi ... aku tidak akan segan menghukummu.”

Aliya menirukan nada sinis. “Hukum dengan cara apa? Ci-pok sampai bengkak? Atau peluk sampai sesek napas?”

.

.

- To Be Continued -

1
marlee
ayo Aliya..jangan patah semangat..
Yuliana Purnomo
belum aja nikmati manisnya rumah tangga,,,, mungkin sperti itu dlm hati Aliya,,, mendengar omangan Bagas yg bermakna ganda td
Siti Patimah
ketika pasangan mengingatkan tentang kehilangan itu hal yg paling menakutkan ya aliyah,
Sinta Ariemartha
kemana perginya ini Aliya yang hatinya biasanya setebal mukaku.... kenapa jadi setipis tisu begini???? apakah efek tamu bulanannya🤔🤔🤔🤔
Sinta Ariemartha: meja makan : udah jangan pada berburuk sangka itu Aliya murung karena lapar....kan dia belum makan nasi
total 1 replies
💞🖤Icha
Bener Aliya apa yang d katakan suamimu...
hanya aza momennya kurang pas masih pengantin baru...jadi gk fokus berduaan juga buat Aliya fikirannya jauh takut d tinggalkan.

Belajar mencintai suami gk seratus persen Aliya...jangan terlalu bucin..kamu memang masih polos baru mengenal laki"...selama ini sibuk mengejar ilmu.
Semoga aza Bagas selalu memberi pengertian arti rumah tangga...semangat Aliya positif thinking.
💞🖤Icha: Aliya kamu skrg sedikit agresif...selalu attention k suami...biar suamipun semakin bucin...🤣🤣💃💃
total 1 replies
Erna Fadhilah
ada firasat apa ya kak bagas sampai ngomong gitu sama aliya, semoga🤲🤲🤲 ga terjadi yang jelek-jelek
Pjjmakkem
nanti bagas nyesal lg, krn ngomong yg ga jelas.. sayang oh sayang.. sgr undanglah cinta, biar aliya tersenyum krn romansa..
Enung Nurlaela Noenkandenk
begitulah kalo si centil berulah,bikin gemes si piring 😄
Neng Ima Adhikari
ketika ucapan tidak sama dengan tindakan...
faridah ida
laah mau pingsan ini Aliya ...
Sugiharti Rusli
meskipun ucapan yang Bagas lontarkan adalah kebenaran, tapi memang bisa bermakna ganda bagi yang memikirkannya macam Aliya yang baru menikah dan masih meraba" perasaan suaminya,,,
Sugiharti Rusli
terkadang ucapan seseorang itu jadi bikin khawatir yah, walo hanya sekedar ucapan spontan, semoga ga ada apa" yah sama mereka nanti
Lupie Fie
lanjut
Rina Kurnia
emak koq thoor.....kadang pikiran seseorang tdak sllu selaras dg pikiran org yg qt ajak bicara....bagas dg ego n defense dirinya n aliya dg sikap yg twrus berusaha dg tekatnya spy bagas bisa mncintainya....
jadi pakeukeuh keukeuh dg pikiran masing2.....😆😆
semoga segera bisa berkomunikasi dg baik ya pasangan gumush.....😍😍
Rif'ah 1223
masih menebak2 seperti apa badai yg akan menerjang mereka
partini
Weh ngmngya bikin sedih aja ,,apa kepikiran orang yg keluar dari penjara si Bagas ?
jangan di bikin methong Thor kasihan Al nya
dyah EkaPratiwi
Bagaskara bener2 susah ditebak ini
Ria Ningroem
Jangan melamun saja Aliya...🤭
Aliya diajak ngomong serius pening..🤣🤣🤣
daroe
Hhhh..... can't word word 😔😔😔😔
Dwi ratna
akankah ada badai besar menerjang 😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!