Dilahirkan dari pasangan suami istri yang tak pernah menghendakinya, Rafael tumbuh bukan dalam pangkuan kasih orang tuanya, melainkan dalam asuhan Sang Nini yang menjadi satu-satunya pelita hidupnya.
Sementara itu, saudara kembarnya, Rafa, dibesarkan dalam limpahan cinta Bram dan Dina, ayah dan ibu yang menganggapnya sebagai satu-satunya putra sejati.
"Anak kita hanya satu. Walau mereka kembar, darah daging kita hanyalah Rafa," ucap Bram, nada suaranya dingin bagai angin gunung yang membekukan jiwa.
Tujuh belas tahun berlalu, Rafael tetap bernaung di bawah kasih sang nenek. Namun vidhi tak selalu menyulam benang luka di jalannya.
Sejak kanak, Rafael telah terbiasa mangalah dalam setiap perkara, Hingga suatu hari, kabar bak petir datang sang kakak, Rafa, akan menikahi wanita yang ia puja sepenuh hati namun kecelakaan besar terjadi yang mengharuskan Rafael mengantikan posisi sang kakak
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jatuh cinta pada kakak ipar
Rafael keluar dari kamar hotel dengan langkah mantap. Satu per satu kancing kemejanya ia pasang kembali, seolah menutupi jejak malam yang penuh gairah. Di atas ranjang, ia meninggalkan segulung uang sebagai tanda pamit untuk gadis asing yang semalam menjadi pelipur dahaganya.
Leher Rafael masih menyisakan warna merah muda, tanda kenikmatan yang terlalu dalam untuk sekadar dilupakan. Ia melangkah keluar, menunggu kedatangan Farel. Hari ini keduanya memang tak memiliki jadwal penerbangan, namun Rafael sengaja memintanya menjemput, aga farel punya kegiatan, tidak hanya tidur dan makan saja,
Seketika layar ponselnya menyala. Wajah Viola muncul sebagai di handphone milik nya, cinta pertamanya yang tak pernah padam. Bibir Rafael bergetar, lirih ia bergumam, “Kau… akan menjadi kakak iparku?” Pandangan matanya melekat pada sosok itu, seakan waktu terhenti hanya untuk mengabadikan kerinduan yang tak tersampaikan.
Beberapa menit berlalu, Rafael masih terpaku pada foto Viola.
Tinnnn…
Klakson mobil membuyarkan lamunannya. Dari balik kemudi, Farel tersenyum. “Apa yang kau lakukan, jagoan? Ayo masuk. Aku sudah seperti sopir mu saja, atau kau sengaja menganggu waktu libur ku?” ucapnya, kalimat yang sering ia ulang setiap kali diminta menjemput Rafael.
Rafael menutup ponselnya, lalu masuk ke mobil. “Kau pulang dengan selamat semalam?” tanyanya, mengingat mereka sempat minum bersama, meski hanya Farel yang pulang lebih dulu.
“Aman. Aku tak terlalu banyak minum. Dan Rafael… kau harus membaca pesan dari Sofi.” Nada suara Farel terdengar ragu, namun akhirnya ia sampaikan juga, karena Sofi sudah menitipkan hal penting itu.
Pesan Sofi berbunyi ' Rafael kau mendapatkan jadwal penerbangan siang ini, sebuah penerbangan darurat. Tak ada pilot lain yang tersedia kecuali diri mu ' isi pesan singkat Sofi
Rafael menghela napas panjang. Baginya, sejauh apa pun penerbangan tak masalah kecuali kali ini. Negara tujuan yang tercantum membuat hatinya berontak, negara tujuan nya kali ini tak hanya membuat hati nya memberontak, tetapi juga rasa muak dan masa lalunya yang kelam tersimpan di negara itu,
“Aku sudah bilang, jangan negara itu! Apa tidak ada yang mengerti? Sudah empat tahun aku bekerja di bandara dan semua karyawan sudah paham bahwa aku tidak akan ke negara itu, apakah masih ada yang seenaknya mengubah jadwal libur ku?” sergah Rafael, sorot matanya setajam belati.
Farel menepikan mobil, wajahnya serius. “Aku juga tak tahu kalau tujuan kali ini adalah ‘neraka’-mu. Sofi pun tak bermaksud apa-apa. Percayalah, dia juga tak tahu.”
Rafael mengusap wajahnya kasar, seolah muak dengan keadaan. “Aku tidak akan terbang hari ini. Kau saja yang kesana, kau tahukan betapa jijik nya aku dengan negara itu?” Suaranya dingin, tegas, tanpa kompromi.
“Ayolah Rafael… aku hanya pilot kedua. Mana mungkin aku terbang tanpa pilot utama? kau harus bersikap profesional, empat tahun berlalu, mau sampai kapan kau terus begini? ” Farel memohon.
“Kau tahu seberapa bencinya aku pada negeri itu, dan pada orang-orangnya? Panas, menyakitkan… aku tidak akan kembali ke sana, luka ku masih berkas farel, rasanya menyiksa ” Suara Rafael bergetar, emosi ia tahan agar tak pecah di hadapan sahabatnya.
Farel hanya diam. Ia tahu, amarah Rafael bukan api yang mudah padam. Perjalanan mereka lanjut dalam sunyi. Ia berjanji akan bicara lagi saat tiba di rumah.
...🌻🌻🌻...
Di rumah
Rafael turun dengan wajah muram, membanting pintu mobil sebelum masuk ke kamarnya. Ia kunci rapat pintu, agar Farel tak bisa menyusul.
Dalam kamar mandi, ia berdiri di hadapan cermin besar. Pandangannya tertumbuk pada bekas merah di leher. Tangannya meraba pelan, lalu bergumam lirih, “Haruskah aku tidak meminta farel datang untuk menjemput ku, aku harus menutupi tanda merah ini ” ia tersenyum pahit sebelum berendam di bathub, mencari tenang yang tak kunjung datang.
Farel menunggu di luar. Waktu berjalan, sejam, dua jam, hingga empat jam. Rafael tak kunjung keluar. Padahal jadwal penerbangan tinggal sebentar lagi, dan ia tak bisa menolak tugas darurat ini.
Hingga akhirnya, terdengar suara pintu kamar terbuka.
“Rafael, ayolah, aku.......” ucapan Farel terhenti, matanya terbelalak. Rafael keluar dengan seragam pilot lengkap.
“Kita akan segera pulang kan? Setelah mendarat, kita langsung terbang kembali ke London. Kau sanggup?” Tatapan Rafael tajam, penuh syarat.
“Sanggup. Aku sanggup.” Farel mengangguk cepat.
Rafael hanya diam, namun keputusan itu jelas berat baginya. Ia tahu, sebesar apa pun ia melawan badai, takdir tetaplah ombak yang akan menghantam.
...🌻🌻🌻...
Kantor cabang yang dipimpin Rafa
“Selamat pagi, Pak,” Viola menyapa dengan senyum lembut.
Rafa menatapnya, gadis yang sejak lama ia kagumi, kini duduk di ruangan yang sama dengannya. Calon pendamping hidupnya.
“Mejamu sudah ditata?” tanyanya datar.
“Sudah, Pak. Untuk sementara saya akan satu ruangan dengan Bapak, karena ruang sekretaris masih dalam pembangunan,” jawab Viola.
Rafa mengangguk. “Baiklah. Bagaimana dengan jadwal kunjungan Kline yang sudah kita rencanakan? apakah restoran nya sudah di booking? "
Viola membuka catatannya. “Malam ini, sekitar pukul tujuh, kita akan makan malam bersama Kline di restoran dekat bandara pak, sudah saya booking "
Rafa menatap Viola begitu dalam, seolah matanya hendak melukis wajah gadis itu ke dalam kanvas abadi. Viola sempat salah paham, lalu mengulang, “Pak…?”
“Ya… bagus jika sudah di booking, saya tunggu kamu di Jak tujuh,” jawab Rafa dengan senyum yang kaku, nyaris gugup.
...🌻🌻🌻...
Bandara Internasional, pukul 19.00
“Pesawat dengan kode 6758 telah mendarat dengan selamat. Terima kasih kepada pilot dan awak kabin yang telah bekerja keras. Selamat bertugas kembali,” suara operator menggema.
Pesawat yang diterbangkan Rafael, seperti biasa, mendarat tanpa kendala. Selamat, aman, dan nyaman.
“Rafael, kita harus segera turun. Pesawat ke London sudah menunggu,” ucap Farel.
Rafael mengangguk, mengambil barang-barangnya. “Baiklah. Pesawat kita kode berapa?”
Belum sempat Farel menjawab, Sofi datang terburu-buru. “Kita tidak menginap dulu? Kau tak lelah, Rafael?” Tangannya menyentuh bahu Rafael dengan cemas.
Namun Rafael menolak halus, menjauhkan diri. “Aku baik-baik saja. Jika kau ingin menginap, silakan. Aku tidak.”
Ia turun dari pesawat, langkahnya tegas. Namun takdir, seperti biasa, menyelinap dalam sunyi.
Di tengah riuh bandara, waktu mendadak berhenti. Rafael tertegun.
“Anastasya Viola Devanka…” gumamnya lirih, melihat Viola berdiri di belakang seorang pria yang ternyata adalah kakaknya sendiri.
Viola, yang merasakan ada tatapan menembus dirinya, berbalik perlahan. Matanya mencari pemilik pandangan itu. Namun pria berseragam pilot itu lebih cepat memalingkan wajah, meninggalkan hanya siluet punggung dan potongan rambutnya.
Viola tersenyum samar, hatinya berbisik, “Aku berharap pilot itu yang menjadi suamiku.”
Dan Rafael, dari kejauhan, hanya bisa menatap punggungnya sendiri dalam cermin takdir cinta yang sejak SMA tak pernah padam, namun kini terhalang garis waktu.
Jangan lupa beri bintang lima dan komen ya teman-teman
Bersambung...........
Hai teman-teman, yuk bantu like, komen dan masukkan cerita aku kedalam favorit kalian, ini karya pertama aku dalam menulis, mohon bantuan nya ya teman-teman terimakasih........
btw aku mampir Thor /Smile/