Ardi adalah asisten CEO. Ketika SMA Ardi pernah membayar seorang gadis untuk menjadi pacar bayaran.
Gadis itu ialah Ayasha dan Ayasha sangat menikmati perannya saat itu.
Namun setelah tujuh tahun berlalu Ardi kembali dipertemukan dengan Ayasha. Ternyata mantan pacar bayarannya ialah putri CEO di perusahaan tempat Ia bekerja.
Dunia seperti terbalik. Untuk membatalkan pertunangan dengan sang kekasih Ayasha memberi Ardi sejumlah uang.
"Apa kamu sedang membayarku?" Ardi.
"Ya, jadilah suamiku, Ardi!" Ayasha.
Simak ceritanya hanya di novel Menikahi Mantan Pacar Bayaran!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Haryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 5 Tanggung Jawab Yang Berat
Ayasha mengakhiri panggilan telepon dengan Ranti lalu duduk di tepi ranjang dan berfikir.
Permasalahan antara dirinya dengan Barra kini semakin rumit dan Ayasha tidak tahu bagaimana lagi menyelesaikannya.
Kepulangannya ke Indonesia tanpa sepengetahuan Barra bukan karena lari dari masalah melainkan Barra lah yang membuat masalah semakin rumit.
Ayasha lalu membuka deretan pesan yang Barra kirim padanya.
'Ay, aku nggak mau kita putus. Aku mau kita tetap melanjutkan pertunangan yang sudah kita rencanakan."
Salah satu isi pesan yang Barra kirim membuat Ayasha semakin lelah dengan Barra.
Ayasha membiarkan pesan-pesan yang Barra kirim padanya tidak terbalas. Meninggalkan ponsel di atas nakas Ayasha lalu mengenakan hijabnya dan keluar dari kamar.
"Daddy," panggil Ayasha pada Brian yang tengah duduk di teras belakang.
Tak jauh dari Brian duduk ada kolam renang dengan air yang jernih.
"Sudah bangun, Ay? Sini duduk sama Daddy."
Ayasha mengangguk lalu menghampiri Brian dan duduk bersama.
"Daddy nggak kekantor lagi?" tanya Ayasha.
"Nggak, Nak, Daddy ingin menghabiskan waktu hari ini sama kamu. Sudah lama sekali kita nggak berkumpul bersama," jawab Brian.
"Iya, Ay, Daddy mu itu saking senangnya kamu pulang sampai mengkosongkan jadwalnya hari ini," timpal Savana yang baru saja datang dengan membawa kopi dan jus mangga.
"Berarti asisten Daddy juga libur kalau Daddy libur?" tanya Ayasha.
"Iya, libur. Tadi Ardi izin pulang karena ibunya yang lagi sakit jatuh di kamar mandi," jawab Brian.
'Ibunya Ardi sakit?' batin Ayasha bertanya dalam hati.
"Terus bagaimana keadaan ibunya Ardi, Mas?" tanya Savana.
"Nggak tahu, Sayang, Ardi nggak ada kasih kabar lagi," jawab Brian.
"Semoga ibunya Ardi nggak apa-apa, ya, Mas," ucap Savana.
"Iya, Sayang," ucap Brian.
"Memangnya ibunya Ardi sakit apa, Dad?" tanya Ayasha.
Ayasha sejak tadi hanya mendengarkan ayah dan ibunya bicara sehingga baru kini kembali bertanya.
"Kurang tahu juga, Ay. Ardi nggak pernah bilang ibunya sakit apa dan Daddy juga nggak enak mau tanya-tanya," jawab Brian.
Ayasha mengangguk. Dalam hatinya berkata, 'kamu benar-benar nggak berubah, Ar, dari dulu sampai sekarang kamu tetap tertutup.'
Brian bangkit dari duduknya setelah menyeruput kopi buatan Savana.
"Kebetulan sore ini cuacanya cerah, Mommy sama Daddy mau berenang bersama, kamu mau ikut, nggak?" tanya Brian pada Ayasha yang tengah meminum jus.
"Iya, Dad, mau," jawab Ayasha.
Setelah meletakkan gelas di meja, Ayasha menyusul sang ayah yang sudah berada ditepi kolam renang bersama sang ibu.
Byuuurr!
Mereka berenang bersama mengenang moment yang tak akan pernah tergantikan.
...***...
Malam tiba dan Ayasha sudah berbaring siap untuk beristirahat.
"Astaghfirullah, bunga mawarnya," ucap Ayasha mendudukan tubuhnya.
Ayasha baru mengingat bunga mawar merah muda pemberian sang ayah saat di mobil sekarang entah dimana.
Menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya Ayasha segera keluar dari kamar setelah mengenakan hijabnya.
"Bi, ada lihat bunga mawar merah muda, nggak? Tadi siang sepertinya ketinggalan di meja makan." Ayasha bertanya pada pelayan yang masih berkutat di dapur.
"Iya, Non, saya tadi melihat bunganya. Bunganya yang dibalut sapu tangan itu, 'kan?" tanya pelayan itu memastikan.
Ayasha mengangguk.
"Iya, Bi, benar itu bunganya," jawab Ayasha.
"Tadi bunganya Bibi letakkan di meja dekat pintu kamar, Non," ucap pelayan.
"Apa bunganya sudah ditaruh di vas?" tanya Ayasha lagi.
"Belum, Non, tadi mau bibi masukan ke vas tapi bibi takut salah," ucap pelayan.
"Iya nggak apa-apa, Bi, biar aku saja yang masukkan bunganya ke Vas."
Ayasha lalu kembali kekamar dan menemukan bunga yang Ia cari ada di meja dekat pintu kamar.
"Syukurlah bunganya nggak hilang," ucap Ayasha.
Ayasha ingat sekali bila bunga mawar merah muda itu awalnya milik Ardi.
"Bukan untuk istrinya, bukan untuk pacarnya. Lalu dia beli bunga ini untuk siapa?" tanya Ayasha berbicara sendiri.
Tangannya membuka sapu tangan yang membalut tangkai bunga.
Ayasha lalu berjalan kearah vas di meja, membuang bunga sebelumnya dan menggantinya dengan bunga mawar miliknya.
Bibir Ayasha tersenyum melihat bunga mawar merah muda pemberian sang ayah menghiasi kamar miliknya.
...***...
Tok tok tok.
"Ar, kamu sudah tidur?" tanya Riana sambil mengetuk pintu kamar Ardi bersamaan dengan suara tangisan anak kecil.
Ardi yang belum tidur segera menghampiri pintu dan membukanya.
"Ada apa, Kak? Kenapa Dira menangis?" tanya Ardi beruntut.
"Dira demam, sama muntah-muntah, Ar, apa kamu bisa antar Kakak ke rumah sakit?" tanya Riana.
Ardi menyentuh kening Dira dan benar saja suhu tubuh Dira cukup panas.
"Iya, Kak, bisa."
Ardi kembali kekamar terlebih dahulu untuk mengambil kunci mobil dan berjalan tergesa bersama Riana yang menggendong Dira.
"Devan bagaimana, Kak, apa dia nggak akan menangis kalau bangun nggak ada Kakak?" tanya Ardi.
Kini mereka sudah masuk kedalam mobil dan Ardi sedang memakaikan sabuk pengaman untuk sang Kakak.
"Tadi Devan aku titipkan Iin. Semoga Dira nggak apa-apa dan kita bisa langsung pulang. Kasihan Iin lagi sakit harus jaga Devan sama ibu," ucap Riana yang hanya diangguki Ardi.
Ardi lalu mulai melajukan mobilnya.
Menjadi asisten CEO Ardi cukup banyak diberi fasilitas salah satunya mobil sebagai inventaris dan apartement sebagai tempat tinggal.
Ardi sangat bersyukur memiliki mobil inventaris sehingga bisa Ia gunakan sewaktu keadaan darurat.
Perjalanan menuju rumah sakit cukup lenggang membuat Ardi tidak membutuhkan waktu lama tiba di rumah sakit.
Setelah Ardi mendaftarkan Dira, Riana membawa putrinya untuk diperiksa.
Ternyata demam yang dialami Dira cukup tinggi. Dira juga dehidrasi karena muntah-muntah dan tidak ada makanan dan minuman yang masuk kedalam perutnya sehingga harus dirawat di rumah sakit.
"Apa kata dokter, Kak, bagaimana keadaan Dira?" tanya Ardi yang baru saja masuk keruang itu.
Riana terduduk lemas menatap sang putri yang tengah tertidur dengan infus ditangan.
"Dira harus dirawat, Ar, tapi Kakak nggak punya uang buat biaya perawatannya," lirih Riana.
"Uang yang kamu kirim tadi sudah Kakak belikan susu, diapers sama kebutuhan rumah. Kakak sudah nggak pegang uang lagi, Ar," sambung Riana.
Dari nada Riana bicara terlihat jelas bila Ia tengah kebingungan.
Ardi menghampiri Riana lalu mengusap punggungnya.
"Kakak tenang saja biaya perawatan Dira biar aku yang bayar," ucap Ardi.
"Tapi, Ar, hutang Kakak sama kamu saja sudah banyak, Kakak nggak tahu bagaimana cara membayarnya sedangkan Kakak nggak kerja," lirih Riana.
"Uang yang Kakak pinjam aku nggak menganggapnya hutang. Sudah kewajiban aku membantu Kakak yang tengah kesulitan. Sekarang yang terpenting Dira sembuh dan bisa pulang kerumah," ucap Ardi.
"Terima kasih, Ar, kamu banyak sekali membantu Kakak," ucap Riana.
Ardi mengangguk.
"Kakak juga jangan khawatirkan Devan, sementara Kakak di rumah sakit menemani Dira aku dan Iin yang akan menjaganya."
burung tekuku makan kedelai
ucap selamat kepada mempelai
siap tempur sampai lemas terkulai
kabooooorrr 🏃🏃🏃🏃🏃🏃🏃
Tantangan buat ardi hrs mencari investor agar perusahaan tidak goyah....
..