Anindita (40), seorang istri yang berdedikasi, menjalani kehidupan rumah tangga yang tampak sempurna bersama Bima, suaminya, seorang insinyur. Namun, semua ilusi itu runtuh ketika ia mencium aroma sirih dan parfum vanila murahan yang melekat di pakaian suaminya.
Bima ternyata menjalin hubungan terlarang dengan Kinanti, seorang siswi SMP yang usianya jauh di bawahnya dan merupakan teman sekolah putra mereka. Pengkhianatan ini bukan hanya merusak pernikahan yang sudah berjalan delapan belas tahun, tetapi juga melukai harga diri Anindita secara telak, karena ia dibandingkan dengan seorang anak remaja.
Dipaksa berhadapan dengan kenyataan pahit ini, Anindita harus memilih: berjuang mempertahankan kehormatan keluarganya yang tercoreng, atau meninggalkan Bima dan memulai hidup baru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansan Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keadilan yang Dingin
Sidang atas Wirawan dan sisa-sisa GEI berakhir dengan kemenangan mutlak bagi Anindita. Kesaksian dramatis Wirawan yang tidak sengaja mengakui pembunuhan Rayhan, ditambah dengan bukti korupsi yang tak terbantahkan, memastikan ia menghadapi hukuman berat. Anindita menjadi pahlawan nasional, seorang ibu yang berhasil meruntuhkan kartel gelap demi keadilan putranya.
Bima berhasil lolos dari tuntutan hukum. Ia telah menandatangani semua dokumen yang disiapkan Anindita dan Purbaya, mengakhiri hubungannya dengan Kinanti, dan bersaksi sesuai narasi Anindita. Kini, Bima bebas dari jerat hukum, tetapi jiwanya terbelenggu oleh penyesalan.
Perpisahan Dingin dan Pengakuan
Beberapa hari setelah putusan pengadilan, Bima menemui Anindita di kantor barunya. Kantor itu mewah, tetapi dingin, mencerminkan pribadi Anindita.
"Semua selesai, Ndita," kata Bima, nadanya hampa. "Wirawan akan membusuk di penjara. Rayhan mendapatkan keadilan."
"Keadilan sebagian," koreksi Anindita, menatap tumpukan dokumen di mejanya. "Rayhan tidak akan pernah kembali."
Bima mencoba meraih tangannya, tetapi Anindita menarik diri. "Aku tidak akan pernah memaafkanmu, Bima. Kau menarik GEI ke dalam hidup kita. Tapi aku membiarkanmu bebas karena Rayhan. Rayhan berhak memiliki ayah yang bebas, bukan ayah yang dibenci ibunya."
"Lalu bagaimana dengan Kinanti?" tanya Bima, merasakan kepedihan. "Dia bersaksi untukmu. Dia mendapatkan perlindungan saksi, kan?"
"Tentu saja," Anindita mengangguk. "Dia mendapatkan perlindungan saksi penuh."
Namun, di matanya ada kilatan yang mengganggu.
Kebenaran di Balik Perlindungan Saksi
Anindita membuka folder terakhir. Itu bukan file GEI, melainkan salinan gugatan perdata dari Kantor Jaksa Wilayah.
"Perlindungan saksi itu dari GEI, Bima. Itu untuk melindunginya dari pembunuh korporat," jelas Anindita. "Tapi bagaimana dengan kejahatannya yang lain?"
Anindita menunjuk dokumen itu. "Aku telah menyerahkan bukti tuntutan perdata atas penipuan online yang dilakukan Kinanti—skema scam kecil-kecilan terhadap junior Dani. Ingat? Kasus itu tidak pernah ditutup, hanya ditunda."
Bima terperanjat. "Kau tidak bisa! Kau berjanji akan melindunginya!"
"Aku berjanji melindunginya dari musuhku, Bima. Tapi aku tidak berjanji melindunginya dari karma-nya sendiri. Dia berbohong dan menipu demi uang, dan dia menjebakmu dengan kehamilan anak haram."
Anindita berdiri, matanya penuh kebencian yang terpendam. "Kinanti melukai kehormatanku. Dia melukai Rayhan dengan kebohonganmu tentang pura-pura sakit. Dia pantas membayar kejahatannya."
"Dia hamil anakku!" Bima berteriak.
"Itu adalah masalah tunjangan anak. Dia akan mendapatkan tunjangan penuh, seperti yang kau janjikan," Anindita menegaskan. "Tetapi hukuman pidana adalah hal yang berbeda. Dia akan menjalani hukuman ringan di penjara, mungkin hanya beberapa bulan, hingga dia melahirkan. Itu adalah keadilan. Dia harus belajar bahwa kejahatan selalu meninggalkan konsekuensi."
Bima tersadar. Anindita tidak hanya mencari keadilan untuk Rayhan; ia menuntut pembalasan dendam pribadi atas setiap wanita yang merusak pernikahannya.
Akhir yang Dingin
Beberapa hari kemudian, Kinanti ditangkap oleh petugas berwenang. Berita penangkapannya, meskipun dibayangi oleh skandal GEI, tetap menjadi headline kecil yang mencolok. Ia ditangkap atas tuduhan penipuan online berulang yang melibatkan beberapa korban.
Kinanti menelepon Bima dari tahanan. Suaranya penuh keputusasaan.
"Kau berjanji akan melindungiku, Mas Bima! Kau membiarkan dia melakukannya!"
"Aku minta maaf, Kinanti. Aku tidak bisa menghentikannya," Bima berbisik, rasa bersalahnya kini permanen.
"Katakan pada anakku nanti," Kinanti tersenyum pahit di balik telepon, "Bahwa ayahnya telah mengorbankan ibunya dua kali. Sekali untuk karir, sekali untuk penebusan. Dan ibunya dipenjara demi melindungi nama baik mantan istri ayahnya. Aku harap kau bahagia dengan kebebasanmu, Mas Bima."
Bima menjatuhkan teleponnya, air mata mengalir di wajahnya. Ia telah bebas, tetapi dengan harga yang terlalu mahal: Anindita mendapatkan keadilan, Bima mendapatkan penyesalan abadi, dan Kinanti mendapatkan hukuman.
Kisah Bima berakhir, bukan dengan kemenangan, melainkan dengan isolasi moral. Ia kini sendirian, hidup dengan kekayaan yang dibagikan dan kebebasan yang terasa seperti penjara yang dingin.
