Mei Lan, seorang gadis cantik dan berbakat, telah hidup dalam bayang-bayang saudari kembarnya yang selalu menjadi favorit orang tua mereka. Perlakuan pilih kasih ini membuat Mei Lan merasa tidak berharga dan putus asa. Namun, hidupnya berubah drastis ketika dia mengorbankan dirinya dalam sebuah kecelakaan bus untuk menyelamatkan penumpang lain. Bukannya menuju alam baka, Mei Lan malah terlempar ke zaman kuno dan menjadi putri kesayangan di keluarga tersebut.
Di zaman kuno, Mei Lan menemukan kehidupan baru sebagai putri yang disayang. Namun, yang membuatnya terkejut adalah gelang peninggalan kakeknya yang memiliki ruang ajaib. Apa yang akan dilakukan Mei Lan? Yuk kita ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman
Semua orang berdiri kaku setelah mendengar ucapan mengejutkan dari Qing Fu dan Qing Rou.
“A–apa yang kalian katakan?!” suara Tetua Qing menggema, nadanya tajam penuh amarah. “Kalian jangan main-main dengan Ayah!”
Qing Fu menunduk gemetar, “Ayah, kami tidak bohong! Hadiah-hadiah itu benar-benar hilang!”
Qing Rou menimpali panik, “Kami baru saja ke ruang penyimpanan, pengawal semua tertidur dan tiga peti besar itu lenyap!”
Semua orang membeku, keringat dingin membasahi wajah Qing Fu dan Qing Rou menandakan mereka tidak bermain-main.
Jenderal Ying yang sejak tadi duduk dengan tenang kini berdiri, sorot matanya tajam seperti elang. “Bagaimana mungkin hadiah-hadiah dari istana bisa hilang, bahkan saat kami masih di sini?” katanya dingin.
Kasim Han melipat tangannya dengan wajah muram. “Ini penghinaan bagi Kekaisaran. Apakah keluarga Qing ingin mempermalukan istana?”
Wajah Tetua Qing langsung pucat pasi. “T–tidak! Tidak mungkin kami berani! Pasti ada penyusup, Jenderal!” katanya terbata.
“Buktikan,” balas Jenderal Ying datar.
Mereka semua langsung berlari ke arah paviliun penyimpanan harta, diikuti Qing Mei dan keluarganya, serta para pelayan kekaisaran yang berbisik-bisik penuh rasa ingin tahu.
*
*
Terlihat pengawal menjaga paviliun itu kini menunduk takut. Tubuh mereka bergetar ketakutan.
Tetua Qing dan lainnya melewati pengawal itu. Begitu pintu dibuka, semua orang tertegun. Tiga peti besar berisi hadiah dari kekaisaran benar-benar lenyap. Tapi anehnya, peti-peti harta milik keluarga Qing tetap berjejer rapi di sana.
Tetua Qing menatap para pengawal yang kini berlutut ketakutan. “Apa yang kalian lakukan semalaman?!” teriaknya murka. “Kenapa tidak satu pun sadar!”
Para pengawal hanya menunduk gemetar, tak berani bicara. “Maafkan kami, Tuan … kami … kami tiba-tiba mengantuk dan tertidur.”
“Dasar bodoh!” teriak Qing Shan, lalu mengangkat tangannya dan menebaskan auranya.
Brak!
Seketika para pengawal terhempas ke belakang, menabrak dinding hingga batuk darah.
“Cukup!” kata Jenderal Ying dingin, suaranya berat dan berwibawa. “Tetua Qing, ini sudah cukup jelas. Kalian harus bertanggung jawab atas kelalaian ini.”
“Benar,” sambung Kasim Han. “Hadiah istana lenyap di bawah pengawasan kalian. Itu akan membuat Yang Mulia Kaisar murka.”
Tetua Qing memucat semakin parah, peluh dingin mulai menetes di pelipisnya. “Jenderal Ying, ini pasti perbuatan penyusup! Kami akan segera mencarinya!” katanya panik.
Qing Shan dan ketiga saudaranya mengangguk cepat, mengiyakan ucapan sang ayah.
Tiba-tiba terdengar suara isakan kecil di belakang. Semua orang menoleh Qing Mei jatuh berlutut di lantai, bahunya bergetar hebat.
“Mei’er!” seru Qing Wei, cepat menahan sang adik agar tidak jatuh sepenuhnya.
Wajah Qing Mei terlihat begitu sedih dan terluka. Ia menatap kakek dan neneknya dengan mata yang berair. “Kakek … Nenek … Bibi, Paman.” suaranya serak, penuh emosi, “tega sekali kalian melakukan ini pada kami.”
Suasana langsung berubah tegang. Semua mata tertuju padanya.
“Apa maksudmu, Qing Mei?!” seru Nyonya Lao dengan wajah geram.
Qing Mei menggigit bibir bawahnya, air matanya jatuh perlahan. “Kenapa kalian berpura-pura tidak tahu? Kalian dari tadi berusaha mencegahku mengambil beberapa koin emas untuk kebutuhan kami tapi sekarang, kalian bilang hadiah-hadiah itu hilang diambil orang. Bukankah aneh? Seolah sudah direncanakan.”
Semua pelayan dan pengawal dari istana mulai berbisik-bisik.
“Benar juga.”
“Bukankah mereka memang menolak memberinya tadi pagi?”
“Sepertinya ada yang disembunyikan.”
Jenderal Ying mengerutkan kening, matanya tajam menatap Tetua Qing. “Hmm … Nona Qing Mei benar. Dari tadi kalian terlalu banyak alasan.”
Wajah Tetua Qing mulai merah padam karena malu dan panik. “Qing Mei! Kau berani menuduh keluarga sendiri seperti itu?! Kurang ajar!” bentaknya keras.
Dengan wajah ketakutan, Qing Mei bersembunyi di pelukan ibunya.
“Ayah!” seru Qing Rong, memeluk putrinya erat. “Jangan menyakiti anakku!”
Tetua Qing melangkah maju dengan wajah murka, tapi Jenderal Ying mengangkat tangannya menghentikan.
“Cukup!” katanya tegas. “Tetua Qing, aku tidak menyangka kalian melakukan hal seperti ini.”
Tetua Qing menatap Jenderal Ying dengan wajah canggung. “Jenderal Ying, mohon jangan salah paham … kami. Kami benar-benar tidak tahu—”
“Tidak perlu berpura-pura bodoh,” potong Jenderal Ying dingin. “Semua orang bisa melihat. Kalian menyembunyikan hadiah-hadiah itu, tidak ingin memberikannya pada Nona Qing Mei, dan kini berpura-pura seolah dicuri. Hebat kalian!”
“Benar sekali,” sambung Kasim Han dengan nada tajam. “Pantas saja tadi saat nona meminta, kalian seperti tidak rela memberikannya.”
“Tidak! Itu tidak benar!” Tetua Qing langsung membantah, wajahnya panik. “Ini pasti perbuatan pencuri atau bandit!”
Qing Mei menatap mereka dengan mata merah basah. “Bandit? Tapi kalau benar pencuri atau bandit, kenapa hanya hadiah-hadiah milikku yang diambil, tapi harta milik kakek dan yang lainnya masih ada di sana?” Qing Mei berkata seraya menunjuk ke arah dalam ruang penyimpanan harta itu.
Semua orang menoleh melihat ke dalam ruang penyimpanan. Peti-peti milik keluarga Qing memang masih utuh di tempatnya.
Qing Mei kemudian menatap pengawal yang terhempas tadi. “Pintunya apakah rusak?” tanyanya lembut.
Para pengawal menggeleng lemah. “Tidak, Nona pintu masih terkunci rapat.”
Suara desas-desus di antara rombongan istana semakin riuh.
“Pasti mereka yang menyembunyikan…”
“Tidak mungkin pencuri bisa masuk tanpa jejak.”
Qing Rong memeluk putrinya erat, menatap keluarga Qing dengan tatapan tajam. “Kalian benar-benar kejam memanfaatkan kebaikan hati Mei’er demi keserakahan kalian sendiri.”
Wajah Tetua Qing dan seluruh keluarganya benar-benar memucat, keringat dingin mengalir deras.
Jenderal Ying menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada tegas dan dingin,
“Sebagai perwakilan kekaisaran, aku memutuskan keluarga Qing harus mengganti tiga peti hadiah itu dua kali lipat nilainya.”
Semua orang terperanjat. “Apa?!” seru Tetua Qing nyaris menjerit.
“Dua kali lipat,” ulang Kasim Han sambil tersenyum tajam. “Ingat! Kalian sendiri mengatakan akan mengganti dua kali lipat jika terjadi sesuatu.”
Duar!
Petir seakan menyambar di tengah hari bolong. Seluruh keluarga Qing membeku di tempatnya, wajah mereka seputih kertas.
Sementara itu, di antara semua kekacauan itu, Qing Mei menunduk perlahan, menahan senyum kecil yang tak sempat terlihat siapa pun. Dalam hati, ia berbisik, “Inilah harga dari keserakahan kalian.”
Semua orang masih terpaku di halaman utama setelah Jenderal Ying menjatuhkan keputusan untuk mengganti peti hadiah dua kali lipat.
Wajah Tetua Qing pucat pasi, sementara Qing Mei berdiri di sisi ibunya, matanya memerah namun penuh ketegasan.
Setelah beberapa saat hening, Qing Mei perlahan melangkah maju.“Jenderal Ying.”
Jenderal Ying menoleh, menatap gadis muda itu dengan tatapan yang lebih lembut dibanding sebelumnya. “Ada apa, Nona Qing Mei?”
Qing Mei menggenggam erat plakat emas pemberian Kaisar di tangannya, lalu menatap lurus ke arah Jenderal Ying. “Bolehkah aku menggunakan plakat pemberian Kaisar untuk satu permintaan pribadi?”
Kasim Han tampak sedikit terkejut. “Plakat itu adalah simbol kehormatan dari Kaisar sendiri, Nona. Apa yang hendak kau lakukan dengannya?”
Qing Mei menunduk sejenak, lalu mengangkat wajahnya dengan tekad yang bulat. “Aku hanya ingin keadilan bagi ibu dan kedua kakakku.”
Jenderal Ying menatapnya beberapa detik, lalu mengangguk mantap. “Tentu saja boleh, Nona Qing Mei. Selama permintaanmu tidak melanggar hukum atau kehormatan Kekaisaran, kami akan menghormatinya.”
Seketika semua mata tertuju pada Qing Mei. Ia melangkah ke tengah halaman, berdiri di antara keluarga Qing dan para utusan istana.
Dengan kedua tangan, ia mengangkat tinggi-tinggi plakat emas itu, sinarnya memantul indah di bawah matahari pagi. Suaranya menggema jelas di seluruh halaman.
“Dengarlah, Langit dan Bumi sebagai saksiku! Aku, Qing Mei, cucu keluarga Qing, memohon pada Langit untuk menjadi saksi sumpahku ini!”
Semua orang menahan napas.
“Mulai hari ini, karena keluarga Qing telah menipu, merendahkan, dan melakukan kejahatan terhadap aku dan ibuku, aku dengan ini memutuskan semua hubungan darah dengan keluarga Qing!”
Duarr!
Suara Qing Mei bergetar, namun matanya memancarkan keteguhan yang membuat siapa pun tak berani meremehkannya.
“Mulai detik ini, aku dan keluargaku bukan lagi bagian dari keluarga Qing! Kami tidak akan lagi menggunakan nama mereka, tidak akan lagi menerima perlindungan, dan tidak akan lagi menanggung dosa mereka!”