Alana Shaabira Dewantara harus menelan pil pahit tak kala Calvin lebih memilih di jodohkan dengan pilihan orang tuanya daripada bersama Alana.
Ditengah kegalauan Alana, masa lalunya muncul kembali. Teman semasa kecilnya yang dulu Alana cintai sebelum Calvin.
"LEPASIN KAK!" Alana terus menghindari pria masa lalunya itu.
Tangan kokoh seseorang menarik tangan Alana "Jangan sentuh milikku! Alana tunanganku!" Ucap Erlando Agathias dengan gentle.
Seketika itu hati Alana berdesir dia menatap lekat Erlando dan berlindung dibelakangnya. "Tenang ada aku!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desty Cynthia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hilang Kepercayaan
Tiga hari sudah Alana dan Erlando berbulan madu di Maldives. Kini mereka terbang lagi ke Belanda. Menemui keluarga dari orang tuanya Erlando. Hati Alana sudah kembali bersemi. Erlando benar benar memanjakan istrinya selama di sana.
"Hoaaaammm.... Dingin banget." Alana makin menelusupkan tubuhnya ke suaminya dalam selimut. Erlando memeluknya erat. "Turun salju sayang. Besok kita ke rumah tante Ara yah. Kita di sini semalam..."
Alana mengangguk dan menutupi dirinya juga suaminya dengan selimut. Keduanya mencari kehangatan di dalam selimut itu. "Ahhh mas... Sssh!" Suara desahan kecil keluar dari bibir Alana.
"Kalau kita pindah ke sini gimana? Cuacanya segar sayang. Aku bisa buka cabang di sini." Kata Erlando sambil mendusel dusel dada kenyal istrinya.
"Nanti kerjaan aku gimana mas? Kasihan pasien pasien langganan aku hehehe."
"Kita bicarakan nanti, tanpa kamu kerja pun aku lebih dari sanggup menafkahimu." Ucap Erlando.
Siang ini keduanya akan pulang ke rumah om dan tantenya Erlando. Mereka sudah bersiap siap. Emil dan Ray sudah menunggunya di mobil.
Kini mereka dalam perjalanan, sepanjang jalan mata Alana melihat banyak pemandangan indah. Erlando mencium pipi istrinya berkali kali.
Sesampainya di sana, mereka sudah di sambut oleh keluarga besar dari mamahnya Erlando. Alana sangat senang sekali bisa bertemu saudara saudara dari suaminya ia merasa sangat di terima.
"Ayo sayang istirahat dulu, ini kamar kalian." Ucap tante Ara.
"Kak Alana cantik banget mirip artis hihi." Celetuk Jenna anaknya tante Ara. "Kamu juga cantik sayang. Mirip Pevita Pearce." Jawab Alana lembut.
Alana belum mau tidur, ia masih betah mengobrol dengan sepupu suaminya. Namun saat ia mengobrol, ia tak melihat suaminya.
Alana meminta ijin pada tante Ara ingin mencari suaminya. Ia ke halaman belakang, matanya menelisik setiap sudut. "Nah itu dia ketemu." Ketika Alana ingin menghampirinya ia mendengar suaminya sedang menghubungi seseorang.
"Betul... Kabari saya secepatnya. Pastikan orang yang meracuni Rania tertangkap. Kasihan Rania semasa hidupnya tersiksa." Ucap Erlando.
Diam diam Alana mengintip dari balik pilar. Dadanya sesak, Erlando tempo hari sudah berjanji padanya tidak akan mencari tahu tentang Rania lagi. Tapi sekarang ia mendengar sendiri jika suaminya tengah menyelidiki kasus Rania.
Air mata Alana menetes, ia masuk ke dalam. Seolah tak terjadi apa apa. Alana pamit pada om dan tantenya ingin berjalan jalan keluar.
Hanya selang 15 menit Erlando masuk ke dalam dan mencari Alana. "Loh tante pikir dia jalan sama kamu? Tadi dia keluar sama asistennya itu." Ucap tante Ara.
DEG
Erlando buru buru keluar menyusul Alana. Firasatnya mulai tak enak. Untung saja paspor Alana di pegang Ray, jadi ia tak khawatir jika ingin pergi. "Dimana Alana?" Tanya Erlan pada Emil.
"Tadi pergi dengan Ray, boss. Katanya mau jalan jalan." Jawab Emil.
"Kita cari dia, firasatku tidak enak!"
Erlando dan Emil masuk ke mobil dan mencari Alana. Cukup lama mereka mencari Alana. Bagai di telan bumi Alana benar benar menghilang. Bahkan ponselnya Alana tak aktif sama sekali.
"Astaga! Apa jangan jangan Alana tahu kalau aku tadi menghubungi anak buahku? Ya Tuhan... Alana aku tidak bermaksud menyakitimu sungguh." Gumam Erlan cemas.
-
-
-
"Gimana Ray? Apa kata om Bas?" Tanya Alana.
"Non Alana bisa langsung menempati rumahnya. Di sana ada bi Marni dan mang Dadang yang merawat rumah itu. Kita pulang dulu ke rumah tuan, non?"
"Hmm, kita pulang dulu kerumah papih. Setidaknya aku harus cuti lama sampai luka ku sembuh." Lirih Alana, ia menghela nafasnya dalam dalam. Baru juga merasakan kebahagiaan sekarang ia sudah di sakiti lagi.
Ray mengangguk pelan. Ia sangat prihatin dengan anak majikannya itu. "Semoga non Alana akan mendapat kan kebahagiaan nantinya." Gumam Ray batinnya.
Alana bukan tipe wanita yang banyak bicara jika sedang marah. Dia akan diam dan pergi. Yah inilah Alana! Sedari dulu sifatnya begitu
"Kamu sudah menghilangkan kepercayaan ku mas. Aku benci kamu! Jahat kamu!"
Ray dan Alana saat itu juga pergi ke bandara. Mereka sudah memesan tiket pulang, keduanya menunggu di lounge karena pesawat akan berangkat 30 menit lagi.
Tak lama mereka berdua naik ke dalam pesawat dengan tipe penerbangan first class. Alana langsung merebahkan dirinya. Ia lelah dengan semua ini. Alana belum mengaktifkan ponselnya.
Alana melihat cincin kawin di jari manisnya. Hatinya hancur lebur. "Apa aku salah ingin menjadi yang di prioritaskan?"
Pesawat yang di tumpangi Alana dan Ray akhirnya sampai juga di bandara setelah menempuh waktu kurang lebih lima belas jam.
"Ray, kita pulang pakai taksi aja." Alana menahan Ray saat ingin menghubungi supir keluarganya.
"Baik non, kita ke depan."
-
-
-
"Emil gimana? Dimana Alana?"
Erlando dan Emil sudah mencari Alana berjam jam. Bahkan mereka bulak balik ke hotel. Om dan tantenya Erlando pun khawatir pada Alana takut terjadi sesuatu.
"Nihil boss. Apa mungkin_"
"Mungkin apa?" Tanya Erlando penasaran.
"Apa mungkin non Alana pulang ke Jakarta?"
DEG
Erlando sama sekali tak terpikirkan ke arah sana. Omongan Emil ada benarnya juga. Ia tahu sifat Alana jika sedang marah. Alana akan pergi. "Kamu benar, kita ke bandara sekaran. Cek semua penerbangan dan retas cctv bandara sekarang." Tegas Emil.
Saat sampai bandara, Emil melakukan apa yang di perintah kan bossnya. Ternyata benar memang ada penerbangan ke Indo tadi siang menjelang sore. Dengan privillege yang dimiliki Erlan, ia berhasil menemukan Alana.
"Kamu benar, Alana dan Ray pulang ke Jakarta."
Tubuh Erlando merosot ke lantai. Dia mengusap wajahnya kasar. "Kita pulang sekarang boss?" Tanya Emil dengan hati hati.
"Hmm."
"Tunggu sebentar boss."
-
-
-
Alana dan Ray sampai ke rumah pagi pagi. Ray langsung pamit ke paviliun belakang untuk istirahat. Sementara Erlando mungkin masih di pesawat dan akan sampai di Indo kemungkinan tengah malam nanti.
"Alana...udah pulang sayang? Erlando mana? Kamu berdua aja sama Ray?" Tanya mamih Aleesya.
Alana tak menjawab ia memeluk mamihnya erat. "Kenapa nak? Cerita sama mamih?"
Bukannya menjawab Alana menangis di pelukan mamihnya. Tak lama papih Alarich muncul. Ia melihat anaknya menangis. "Sayang, kamu kenapa? Erlando mana? Apa dia menyakiti mu? Jawab papih."
Mamih Aleesya membawa anaknya ke kamar. Ia meminta suaminya untuk tak banyak bertanya dulu. Papih Alarich mengekor di belakangnya.
"Kamu istirahat dulu ya sayang, nanti kalau kamu udah siap cerita, bilang sama mamih yah. Mamih tidak akan ikut campur urusan rumah tangga kalian. Mamih hanya bisa memberi nasihat sayang." Ucap mamih Aleesya lembut.
Papih Alarich memeluk anaknya erat. "Ada papih dan mamih di sini. Tidur dulu yah, kamu pasti capek."
Alana menyelimuti dirinya dan memejamkan matanya. Ia bahkan belum berganti baju sedari di pesawat. Tubuhnya terasa lelah sekali.
"Mas Erlan... Aku mencintaimu, tapi aku membencimu!"