Bekerja sebagai tim pengembangan di sekolah SMA swasta membuat Hawa Tanisha bertemu dengan musuh bebuyutannya saat SMA dulu. Yang lebih parah Bimantara Mahesa menjadi pemilik yayasan di sekolah tersebut, apalagi nomor Hawa diblokir Bima sejak SMA semakin memperkeruh hubungan keduanya, sering berdebat dan saling membalas omongan. Bagaimana kelanjutan kisah antara Bima dan Hawa, mungkinkah nomor yang terblokir dibuka karena urusan pekerjaan? ikuti kisah mereka dalam novel ini. Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RESE'
Jasmine sedang asyik menatap layar komputer, sesekali berdiskusi dengan Bu Dyah untuk konfirmasi fee pembinaan yang sudah masuk rekapan. Bima datang dengan membawa laptopnya dan duduk begitu saja tanpa permisi di depan meja kerja Hawa.
Bu Dyah sampai tersedak air putih yang baru saja beliau tenggak, sedangkan Hawa cuma melongo dengan kehadiran Bima. "Ada yang bisa saya bantu Pak Bima?" tanya Hawa bersikap seperti biasa pada atasan, meski beberapa tim yang berada di ruang itu meliriknya bahkan kepo, sampai ada yang melongokkan kepala, ingin tahu apa yang sedang dilakukan pak ketua ganteng itu.
"Permisi ya Miss Hawa, kita diskusi di sini saja daripada di ruangan saya nanti ada yang ge-er merasa saya suka sama Miss Hawa!" ucap Bima dengan setengah menyindir, Hawa hanya berdecak sebal. Ya kali dirinya naksir Bima, masih mending Uki ke mana-mana.
Bima dan Hawa pun mulai diskusi, pembahasan mereka memang murni tentang pekerjaan, khususnya aturan dan ketentuan untuk pengembangan diri. Mereka membicarakan serius sampai tak ada candaan sama sekali. Tim di sekitar Hawa yang semula kepo dengan kedekatan mereka menjadi biasa saja sekarang, kembali ke pekerjaan masing-masing, dan tak ada yang istimewa bagi kedekatan mereka. Bahkan Hawa sesekali berdiskusi dengan Bu Dyah, lalu kembali berdiskusi dengan Bima. Lanjut dengan pekerjaan tim pengembangan dengan menerima panggilan dari beberapa pembina yang memastikan jadwal pembinaannya.
"Kalau begini bagaimana?" tanya Bima sembari menunjukkan layar laptopnya, terkait nama akun ytb yang akan mereka bangun. Me & School.
"Boleh, deskripsinya nanti dijelaskan kegiatan sekolah yang edukatif, inspiratif dan juga menghibur, bukan seperti penerapan metode pengajaran, itu nanti masuk ke ytb sekolah resmi saja," begitu Hawa memberi usul, bahkan ia sembari memakan basreng.
Pak Zul pun iseng ingin menggoda keduanya, tiba-tiba nimbrung dengan alasan minta basreng yang dimakan Hawa. "Beli di mana, Miss. Enak nih!"
"Beli di selebgram kondang, saya mantengin buat order ini, Pak!" ucap Hawa yang memang asyik kalau diajak diskusi khususnya urusan makanan. Lihat saja, basreng begini saja sampai beli di selebgram segala, mana mahal lagi. Cuma 100 gram harganya 60ribu, mahal lah bagi Pak Zul yang sudah berumah tangga.
"Biasa Pak Bima dia suka jajan yang mahal-mahal gajinya utuh, dapat trasnferan terus dari Bos Nikel," ledek Pak Zul kemudian balik ke meja kerjanya setelah menyinggung pacar Hawa, Uki.
"Eh, enggak ya. Saya pakai uang sendiri ya," Hawa menolak bila hidupnya dianggap ditanggung Uki. Padahal dia memang pintar mengatur uang, meski sering jajan harga mahal dan viral, Hawa tetap sesuai post budgeting saja. Ia menolak dikasih uang transferan dari Uki, belum ada kewajiban baginya menanggung hidup Hawa. Hanya saja memang Uki sering sekali kirim makanan via ojol untuk Hawa.
"Emang Uki seroyal itu ya?" tanya Bima mulai tertarik dengan hubungan Hawa dan Uki.
"Royal Pak, bos Nikel itu. Hampir tiap hari jajanin Miss Hawa, palingan siang ini juga dapat jatah," lanjut Bu Dyah, seolah membwri testimoni sikap baik Uki, Hawa tertawa. Ternyata kebiasaan sang pacar sudah dihafal oleh rekan kerjanya.
"Rumah tangga mini," sahut Bu Dyah lagi. Hawa pun tersenyum saja. Merasa tersanjung karena perhatian Uki direspon baik oleh mereka. Bima hanya memandang sinis, entah kenapa ia tak suka mendengar nama Uki dipuji sebegitu baiknya oleh senior Hawa.
"Cuma penakut ya, Bu. Gak berani menikahi Miss Hawa. Sudah berapa tahun kamu sama Uki?" tanya Bima tiba-tiba. Moodnya sudah anjlok dengan pembahasan Hawa dan pacarnya.
Hawa sendiri tak suka dengan nada bicara Bima, seolah mengejek Uki yang tak serius akan hubungan ini. Hawa merasa Bima sok tahu saja, bukan teman dekat juga, tak selayaknya menyebut Uki penakut. "Bukan urusan Anda Pak Ketua," balas Hawa sinis. Bima pun menutup laptopnya kemudian pamit kembali ke ruangan.
"Cemburu kali, Wa!" tebak Amelia sembari melihat Bima menenteng laptopnya masuk ke ruangan.
"Sama aku?"
"Naksir berarti ya, Wa?" bisik Bu Dyah ikutan nimbrung. Hawa menghela nafas pada dua rekannya ini. Kenapa menyimpulkan seperti itu sih?
"Enggak teman-teman, saya dan Pak Bima murni atasan sama bawahan doang."
"Plus teman SMA."
"Enggak mengakui, teman tuh harus baik, nah Pak Bima enggak baik sama aku. Nomorku saja sampai sekarang diblokir."
"Hah? Beneran, Wa?" tanya Bu Dyah sembari membenarkan posisi kacamata beliau. Hawa mengangguk.
"Itu tandanya Pak Bima orangnya pendendam, masalah di SMA masih saja dibawa ke lingkungan kerja. Tapi bagus deh, saya gak gampang dihubungi dan diberi tugas."
"Halah bentar lagi dibuka tuh blokirannya," ledek Amelia. Hawa tak bergeming, suka-suka dia buka blokir apa enggak, urusan Bima.
Hari ini Hawa kembali lembur, sudah pukul 5 sore, ia masih di kantor. Hendak mengupload draft proposal lomba yang belum sempat dikirim oleh pembina. Ada dua proposal dan proses penguploadan lumayan ribet, jadi dihandle Hawa saja.
"Wa saya pulang dulu ya," pamit Bu Dyah dan diangguki oleh Hawa , begitupun dengan Amel, dirinya ada kondangan jadi buru-buru untuk pulang juga.
Proses unggah memang cepat, yang lumayan memakan waktu itu upload administrasinya seperti id card, foto siswa 4x6, bukti pembayaran, sehingga Hawa saja yang handle untuk proses unggah. Memang ketentuan di sekolah ini, proses unggah dihandle oleh tim bila pembina tidak berkenan untuk mengunggah karena ada urusan ataupun gaptek terhadap persyaratan lomba.
"Buat handle ytb dan tiktk nanti," ucap Bima sembari menyerahkan box ponsel. Mana apel digigit lagi, ponsel Hawa saja enggak segitunya. "Khusus diskusi kita terkait program ytb itu, bukan untuk pribadi kamu!" ucap Bima ketus lalu kembali ke ruangannya. Percayalah, Hawa ingin melempar box ponsel itu mengenai kepalanya. Kok bisa segitu mudahnya bilang begitu. Hawa paham kali pemakaian ponsel itu untuk apa, toh sejak awal menyerahkan juga Bima bilang untuk program baru. Hufh, rasanya tak ingin menyentuh ponsel itu saja. Hawa langsung meletakkan box ponsel itu ke dalam laci meja kerjanya. Hawa kemudian meneruskan proses unggah dan setelah itu segera pulang.
Merasa tugasnya sudah beres, Hawa pun segera pulang, toh dia sedang halangan jadi tak perlu menunggu waktu maghrib. Ia pun keluar ruangan dengan gembira karena Uki menelepon.
"Beneran? Wah asyik, aku tunggu!" ucap Hawa dalam obrolan telepon menuju parkiran. Bahkan kalau sudah telepon begini, Hawa lupa dengan sekitarnya. Begitu menutup panggilan telepon Uki, ia dikejutkan dengan seseorang yang sudah berada di sampingnya.
"Astaghfirullah, Setan!" jengkel Hawa saat menoleh malah melihat Bima. Jantung hampir copot malah ditanya kenapa. Rese' emang.
"Terlalu sibuk telepon awas dibawa wewe gombel, senja loh!"
"Suka-suka saya!" balas Hawa kemudian berbelok menuju parkiran motor. Semakin lama omongan Bima semakin menjengkelkan saja.
Auto bawa sperangkat alat solat sekalian akhlak nyaa
awokwook /Curse/
Hawa: ga beLagak tapi belagu/Slight/
reader: bim, ci pox bim ampe engappp/Grin//Tongue/
maaf aq nyaranin jahat 🤭🤭🤭