NovelToon NovelToon
Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen

Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Mafia / Reinkarnasi / Fantasi Wanita
Popularitas:14.5k
Nilai: 5
Nama Author: Anayaputriiii

"Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen" Adalah Kisah seorang wanita yang dihina dan direndahkan oleh keluarganya dan orang lain. sehingga dengan hinaan tersebut dijadikan pelajaran untuk wanita tersebut menjadi orang yang sukses.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anayaputriiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35 CEO Telah Muncul

Arya keluar dari aula,langkahnya berat. Wajahnya pucat, seperti kehilangan warna. Di belakangnya, Pak Herman menyusul, ekspresi serupa tergambar jelas di wajah pria paruhbaya itu. Keheningan di antara mereka terasa mencekam, seolah dunia runtuh setelah pengumuman mengejutkan tadi.

"Pa ..." Arya akhirnya membuka suara, tapi hanya itu yang keluar. Suaranya gemetar, seperti tercekik oleh perasaan malu dan keterkejutan.

Pak Herman menggeleng, tangannya gemetar saat ia mengusap wajahnya. "Aku tak habis pikir ... Raffa? OB itu? Suami dari Kakak iparmu itu? Dia yang selamaini kita hina, kita remehkan?"suaranya parau, nyaris tak percaya.

Arya menghentikan langkahnya di depan pintu kaca yang mengarah ke taman perusahaan. Pandangannya tertuju ke kejauhan, ke arah seseorangyang kini menjadi pusat perhatiandi aula. Raffa masih berdiri di depan podium, menyambut ucapan selamat dari para petinggi perusahaan. Wajahnya tetap tenang, meski sorot matanya tajam dan penuh arti.

"Tidak mungkin ... tidak mungkin dia pemilik Nirwana Grup," Arya bergumam.

Ia mencoba mengingat bagaimana selama ini mereka memperlakukan pria itu. Setiap ejekan, setiap penghinaan. Bahkan beberapa kali ia sengaja menjatuhkan pekerjaannya hanya untuk melihat Raffa hancur dan rendah.

"Apa dia sengaja menyembunyikan identitasnya, Pa?" Arya bertanya, suaranya rendah, hampir seperti bisikan.

"Jelas sengaja. Dan lihat di mana posisinya sekarang. Pak Herman menarik napas panjang membuat kita terlihat bodoh," balasnya pahit.

Namun, di saat mereka larut dalam kekalutan, pintu kaca terbuka. Langkah kaki yang berat namun penuh percaya diri terdengar mendekat. Arya dan Pak Herman menoleh serempak.

Raffa berdiri di depan mereka, masih mengenakan seragam OB yang lusuh. Hanya saja, kali ini ada sesuatu yang berbeda dari dirinya. Aura yang ia pancarkan membuat Arya merasa kecil.

Dengan nada datar. "Kurasa sekarang waktunya kita bicara."

"Pak Herman, Arya,' sapa Raffa

Arya menelan ludah. Ada kilasan amarah di matanya, tapi ia tahu dirinya tidak dalam posisi untuk melawan."Kau merencanakan semua ini, ya? Membuat kami terlihat seperti pecundang?"

Raffa tersenyum tipis, tapi tidak ada kehangatan di sana. "Aku hanya membiarkan kalian menunjukkan siapa diri kalian sebenarnya."

Pak Herman mengepalkan tangannya. "Apa maksudmu, Raffa? Jangan kira hanya karena kau pemilik perusahaan, kau bisa mempermalukan kami seperti ini!"

"Menghina, meremehkan, menganggap rendah. Bukan kah itu yang selalu kalian lakukan?" Raffa menatap langsung ke mata Pak Herman. "Aku hanya memberikan kalian waktu saja untuk menunjukkan sikap kalian. Dan lihatlah, kalian melakukannya dengan sempurna."

Arya merasa dadanya sesal. "Jadi, ini balas dendam?" penuh makna.

Raffa Mendekat. "Bukan balas dendam Arya. Ini Pelajaran.

Dan dengan itu, Raffa meninggalkan mereka. Langkahnya tenang, tapi meninggalkan jejak yang tidak akan mereka lupakan seumur hidup.

Hanin turun dari angkot dengan hati- hati, menggendong tas kecil berisi bekal yang ia siapkan sejak pagi. Tangan satunya memegang termos kecil berisi teh hangat, kesukaan suaminya. la mengenakan blus sederhana dan rok panjang, pakaian yang biasa ia kenakan setiap harinya. Pikirnya cuma mengantar makanan saja, jadi tak perlu pakai baju yang terlalu bagus.

Di depan gerbang besar bertuliskan Nirwana Grup, Hanin mengerutkan kening. "Apa benar ini tempatnya?" gumamnya pelan.la membaca pesan di ponselnya lagi untuk memastikan.

"Tunggu di gerbangg utama. Pak Wirya akan menjemput."

Hanin masih merasa ragu, tapi segera ia dikejutkan oleh seorangpria berkemeja rapi dan berusia paruh baya yang berjalan mendekatinya dengan senyum ramah.

Saya sudah ditugaskan Pak Raffa "Nona Hanin, saya Pak Wirya. untuk menjemput Ibu. Mari saya antar ke ruangan beliau."

karena lelaki itu adalah lelaki yang sama. Dan ia benar- benar yakin bahwa lelaki itu adalah orang yang memberinya paket steak daging tempo hari. Namun, melihat kepercayaan diri pria tersebut, ia hanya bisa mengangguk pelan.

"Pak Wirya?" Hanin bingung.

"Benar, Nona. Saya asisten pribadi Pak Raffa. Sekaligus sopir dan kurir," jelas Pak Wirya seraya terkekeh, membuka pintu gerbang besar itu.

Hanin melangkah masuk, matanya terpana melihat halaman luas dan megah yang dipenuhi mobil- mobil mewah. Kantor itu jauh dari bayangannya tentang tempat kerja suaminya yang sebelumnya ia pikir sederhana.

"Ini benar- benar kantor tempat Mas Raffa bekerja?" tanya Hanin pelan, tak mampu menyembunyikan keterkejutannya.

Pak Wirya tersenyum, tapi tidak menjawab langsung. "Nona akan tahu semuanya begitu bertemu Pak Raffa."

Hanin hanya mengangguk, rasa penasaran dan kegugupannya bercampur menjadi satu. Setelah melewati lorong panjang dengan dinding- dinding

kaca, Pak Wirya berhenti di depan pintu besar berwarna hitam dengan ukiran nama Raffa Aditya

Brata wijaya, CEO Nirwana Grup. Hanin terpaku melihat tulisan itu.

"S- saya gak salah lihat, Pak?" tanyanya gemetar.

Pak Wirya membuka pintu itu perlahan. Di dalam ruangan luas, Raffa sedang berdiri di balik meja besar, mengenakan setelan jas hitam yang membuatnya tampak sangat berbeda dari sosok sederhana yang Hanin kenal.

"Mas Raffa ...." Hanin memanggil lirih, suaranya nyaris tenggelam dalam keterkejutannya.

Rffa menoleh dan tersenyum lembut. "Masuklah, Hanin. Ada yang ingin Mas bicarakan."

Hanin duduk di sofa besar, tangannya masih memegang erat tas bekal yang ia bawa. Tatapannya terus terpaku pada Raffa, berusaha memahami situasi yang tampak seperti mimpi.

"Mas... apa ini semua?" Akhirnya ia bertanya, suaranya penuh kebingungan. Raffa duduk di depannya, tatapannya lembut namun tegas.

"Hanin, Mas belum pernah cerita tentang pekerjaan Mas yang sebenarnya, karena Mas ingin kamu mencintai Mas apa adanya."

Hanin mengerutkan kening."Jadi... Mas bukan OB di sini?"

Raffa menghela napas panjang. "Bukan. Mas adalah CEO Nirwana Grup. Tapi Mas sengaja menyamar sebagai OB untuk melihat bagaimana karyawan Mas memperlakukan orang- orang yang mereka anggap lemah."

Hanin hanya bisa terdiam, mencoba mencerna penjelasan itu."Jadi ... semua ini adalah bagian dari rencana Mas?"

Raffa mengangguk. "Ya. Dan dari semua pelajaran yang Mas dapat, satu hal yang Mas syukuri adalah kamu, Hanin. Kamu mencintai Mas tanpa peduli status atau harta. Itu yang membuat Mas yakin, kamu adalah anugerah terbesar dalam hidup Mas."

Mata Hanin mulai berkaca-kaca. "Jadi, ini jawaban semua pertanyaan dalam kepalaku, kenapa Mas tidak mau sebelumnya?"

"Mas ingin memastikan, Hanin. Mas ingin melihat dunia ini dari sudut pandang orang biasa, agar Mas bisa memimpin perusahaan ini dengan hati yang adil. Sekarang, Mas sudah selesai dengan penyamaran itu, dan Mas ingin kamu menjadi bagian dari hidup Mas yang sebenarnya."

Hanin mengangguk pelan, meski pikirannya masih dipenuhi pertanyaan. la tahu, perjalanan mereka sebagai pasangan akan berubah sepenuhnya.

Saat itu, pintu ruangan terbuka, dan Pak Wirya masu kkembali. “Maaf mengganggu, Pak Raffa. Rapat dengan dewan direksi akan dimulai dalam sepuluh menit.

Raffa berdiri dan menatap Hanin. "Kamu tunggu di sini, ya. Mas hanya sebentar."

Hanin mengangguk, matanya mengikuti langkah Raffa yang keluar bersama Pak Wirya. Di saat itulah ia menyadari, suaminya bukanlah pria biasa. Raffa adalah seseorang yang istimewa, dan iaharus siap menghadapi apa pun yang akan datang setelah ini.

"Allah, apa aku sanggup bertahan dengan pria sekaya dia?"gumam Hanin yang mendadak merasa ragu pada dirinya sendiri.

...****************...

Raffa berdiri tegak di ruang rapat utama, dikelilingi oleh para direksi yang duduk melingkar. Jas hitam yang ia kenakan terlihat pas membalut tubuhnya, menampilkan aura kepemimpinan yang tak terbantahkan. Suasana ruang rapat penuh kehormatan, tetapi juga ketegangan yang terasa jelas. Satu per satu, para direksi menatapnya dengan berbagai ekspresi. Beberapa masih tampak bingung, sulit menerima kenyataan bahwa pria yang selama ini mereka anggap remeh sebagai seorang OB kini adalah pemilik dan CEO Nirwana Grup. Yang lain menatapnya dengan waspada, mencoba menebak langkah apa yang akan diambil pria muda ini.

"Selamat sore, semuanya, sapa Raffa, suaranya tenang namun penuh wibawa. Ia membiarkan jeda beberapa detik, memastikan semua perhatian tertuju padanya.

"Sore, Pak Raffa," jawab beberapa orang dengan nada yang beragam. Ada yang tulus, ada pula yang terdengar terpaksa.

"Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk hadir disini. Sebelum kita membahas agenda perusahaan, saya ingin mengucapkan sesuatu." Raffa berhenti sejenak, menatap mereka satu per satu. "Saya yakin banyak dari Anda yang merasa terkejutd engan fakta bahwa saya adalah pemilik Nirwana Grup. Beberapa mungkin merasa kecewa, marah atau bahkan tersinggung. Dan saya bisa mengerti."

Ruangan hening. Tidak ada satu pun yang berani memotong.

"Namun, izinkan saya menjelaskan alasan di balik penyamaran saya sebagai OB selama setahun terakhir." Raffa melangkah mendekat ke ujung meja, meletakkan kedua tangannya di atas permukaan kayu yang dingin.

"Saya lahir dalam keluarga kaya, tetapi saya tidak ingin hidup saya hanya tentang menerima apa yang diwariskan. Saya ingin memahami bagaimana perusahaan ini berjalan, bukan dari sudut pandang pemilik, tetapi dari sudut pandang mereka yang bekerja paling keras- staf, OB, hingga karyawan lapangan."

Beberapa direksi saling berpandangan, sementara yang lain tetap fokus pada Raffa.

"Dan apa yang saya temukan sangat mengecewakan." Nada suara Raffa berubah menjadi lebih serius.

"Saya melihat ketidak adilan,arogansi, dan perlakuan buruk terhadap mereka yang dianggap berada di posisi rendah. Saya melihat karyawan diperlakukan seolah- olah mereka bukan manusia, hanya karena pekerjaanmereka dianggap tidak penting."

Wajah beberapa direksi mulai memerah. Raffa melanjutkan, tak memberi mereka kesempatan untuk menyela.

"Perusahaan ini dibangun dengan kerja keras semua orang, bukan hanya Anda yang duduk disini, tetapi juga mereka yang membersihkan kantor setiap pagi, yang menjaga keamanan gedung ini setiap malam, dan yang berjuang dilapangan untuk mencapai target kita. Dan mulai hari ini, saya tidak akan membiarkan siapapun melupakan hal itu."

Direksi yang lebih tua, seorang pria bernama Pak Surya, mengangkat tangan. "Pak Raffa, dengan segala hormat, kami menghargai idealisme Anda. Tapi keputusan yang Anda ambil harus tetap mempertimbangkan kepentingan bisnis. Jika terlalu fokus pada hal- hal seperti ini, kita bisa kehilangan keuntungan."

Raffa tersenyum tipis. "Saya paham kekhawatiran Anda, Pak Surya. Tapi izinkan saya bertanya, apa yang lebih penting dari membangun budaya perusahaan yang sehat? Karyawan yang diperlakukan dengan baik akan bekerja lebih keras, lebih loyal, dan hasilnya? Produktivitas meningkat. Dan itu akan berujung pada keuntungan yang lebih besar."

Pak Surya terdiam, tak mampu membalas argumen itu.

"Sebagai langkah awal, saya akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap struktur manajemen kita. Saya juga akan memastikan kebijakan perusahaan lebih berpihak pada kesejahteraan karyawan di semua level. Dan sayaakan memulai dariruang ini." Raffa menatap mereka dengan tegas.

"Setiap direksi di sini akan dievaluasi berdasarkan kontribusi dan kepemimpinan Anda, bukan hanya angka-angka yang Anda capai. Jika ada yang merasa keberatan, pintu keluar ada di sana." la menunjuk pintu di belakangnya.

Ruangan kembali hening. Tidak ada yang bergerak, tetapi ketegangan terasa semakin pekat.

"Terakhir, saya ingin mengingatkan Anda semua bahwa kita berada di sini bukan hanya untuk mencari keuntungan. Kita berada di sini untuk menciptakan dampak, untuk menjadi perusahaan yang dihormati, bukan hanya karena kekayaannya, tetapi juga karena nilainya. Dan jika itu bukan visi Anda, saya rasa kita tidak berada di jalan yang sama."

Raffa mengakhiri kalimatnya dengan tatapan penuh makna, memastikan setiap orang diruangan itu mengerti posisinya.

Setelah beberapa detik hening, salah satu direksi muda, Ibu Rina,bertepuk tangan pelan. "Luar biasa,Pak Raffa. Saya setuju sepenuhnya dengan visi Anda."

Satu per satu, tepukan tangan menyusul, meski ada yang terlihat enggan." Banyak dari mereka yang kagum dan takjub dengan pembawaan Raffa yang tegas dan berwibawa. Mereka benar- benar berhasil dibodohi oleh Raffa selamaini.

Raffa mengangguk. "Terima kasih. Sekarang, mari kita mulai rapat."

1
Rubi Yana
semangat 😍😍
Nurae
Ceritanya bagus banget... Lanjut
Mbladut Cilix
lanjut thor ahh
Yaneee: Yupsss, bentar lagi rilis next episodenya😇
total 1 replies
Rubi Yana
bagus ceritanya semangat😍😍
Yaneee: Makasih ka 😁🥰
total 1 replies
Rubi Yana
semangat di tunggu lanjutannya.
Yaneee: Makasih sudah mampir dinovelku🙏,,Yupss bentar lagi rilis next episodenya
total 1 replies
Nurae
Ini cerita nya sedih... ☹️
viddd
Greget bangett sama kelakuan lisna dan ibunya,, cepet rilis episode selanjutnya dong
viddd
Good ceritanya
viddd
Kasian lisna, baru episode 1 aja sedih ceritanya 🥲
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!