NovelToon NovelToon
A Thread Unbroken (Three Brothe'Rs)

A Thread Unbroken (Three Brothe'Rs)

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Identitas Tersembunyi / Keluarga
Popularitas:667
Nilai: 5
Nama Author: BYNK

Sejak bayi, Kim Areum menghilang tanpa jejak, meninggalkan tiga kakaknya—Kim Jihoon, Kim Yoonjae, dan Kim Minjoon—dengan rasa kehilangan yang tak pernah padam. Orang tua mereka pergi dengan satu wasiat:

"Temukan adik kalian. Keluarga kita belum lengkap tanpanya."

Bertahun-tahun pencarian membawa mereka pada sebuah kebetulan yang mengejutkan: seorang gadis dengan mata yang begitu familiar. Namun Areum bukan lagi anak kecil yang hilang—ia tumbuh dalam dunia berbeda, dengan ingatan kosong tentang masa lalunya dan luka yang sulit dimengerti.

Sekarang, tiga kakak itu harus membuktikan bahwa ikatan darah dan cinta keluarga lebih kuat daripada waktu dan jarak. Bisakah mereka menyatukan kembali benang-benang yang hampir putus, atau Areum telah menjadi bagian dari dunia lain yang tak lagi memiliki ruang untuk mereka?

"Seutas benang menghubungkan mereka—meregang, namun tidak pernah benar-benar putus."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BYNK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 28: Bukan anak kandung.

Sementara itu sejak tadi Areum hanya duduk diam di kamar nya setelah sang ibu membawa nya masuk ke sana, tidak ada percakapan apapun di antara mereka hanya hening seolah ke-dua nya sedang bergelut dengan pemikiran nya masing masing.  Namun keheningan itu pecah saat pintu kamar di buka oleh Taesik -sang ayah, pria setengah baya itu terlihat berjalan pelan kearah areum dan sang istri.

"Jangan biarkan mereka membawa Areum, aku tidak mau!" Ujar hyerin menatap suaminya itu, dan Taesik hanya menghela nafas panjang menatap areum yang hanya diam seolah semua kata dan pertanyaan yang ingin dia tanyakan sudah menguap begitu saja.

"Mereka tidak akan bisa mengambil Areum Yeobo, meskipun kita tidak mengadopsi nya secara resmi tapi Areum sudah dewasa dan dia punya hak untuk memilih akan ikut dengan siapa," ujar Taesik yang membuat Areum mendonggak menatap nya.

"Jadi aku memang bukan anak kandung kalian?" Ujar Areum yang membuat keduanya langsung menoleh kearah Areum yang sedari tadi hanya diam. Hyerin terdiam seketika, wajahnya memucat. Jemarinya yang sejak tadi menggenggam tangan Areum kini bergetar.

"A-Areum-ah..." suara itu terdengar berusaha tenang, tapi nyaris pecah di ujungnya.

"Jawab saja, Eomma, kenapa kalian tidak pernah bilang dari dulu?!" desak Areum, kali ini nadanya meninggi. Taesik menunduk, seolah menanggung beban dua puluh dua tahun rahasia yang kini terbongkar.

"Karena... sejak pertama kali kami melihatmu, kau sudah seperti putri kami sendiri. Kami takut... jika mengatakan yang sebenarnya, kami akan kehilanganmu." Ujar nya yang membuat Areum tertawa hambar, tapi matanya berkaca-kaca.

"Dan sekarang? Kalian pikir aku tidak merasa kehilangan? Aku tidak tahu siapa diriku. Dua puluh dua tahun, Appa... Eomma... atau siapa pun kalian..." Ujar nya yang membuat Hyerin langsung memeluk Areum erat, meski gadis itu sempat berusaha melepaskan diri.

"Kau tetap anak kami. Tidak peduli apa kata mereka di luar sana, kau tetap Areum kami. Aku yang menggendongmu setiap malam, aku yang melihatmu tumbuh, aku yang mengusap air matamu..." suaranya pecah, air mata mengalir deras, Areum terdiam, tubuhnya kaku dalam pelukan itu. Dadanya sesak. Ia ingin marah, ingin berteriak, tapi ada bagian dari dirinya yang tak bisa menolak hangatnya pelukan seorang ibu—meski ibu itu ternyata bukan darah dagingnya.

"Kenapa aku harus dengar ini dari orang lain Eomma, Appa.. kenapaa... Lalu siapa orang tua ku? Kenapa mereka membuangku, kenapa setelah sekian lama ada orang yang mengaku sebagai saudara ku," ujar Areum menangis di pelukan sang ibu.

Dia belum tahu fakta jika dia di buang karena sang kakek tidak ingin ada anak perempuan di keluarga Kim, dan karena itu juga orang tua kandungnya sudah meninggal. Taesik menarik kursi kecil di sudut kamar dan duduk perlahan, menatap putrinya yang terisak dalam pelukan istrinya. Napasnya berat, seolah setiap kata yang akan keluar akan memecahkan hatinya sendiri.

"Areum-ah... Orang tuamu... mereka tidak pernah membuangmu karena kau tidak berharga. Itu bukan keputusan mereka." suaranya rendah, nyaris berbisik, hal itu membuat Areum mengangkat wajahnya, matanya sembab dan basah.

"Kalau begitu... kenapa aku tidak bersama mereka? Jika ini bukan keputusan mereka lalu keputusan siapa? Kenapa mereka tidak mencari ku?" Ujar Areum berusaha mencari logika yang tersisa, sedangkan Taesik menelan ludah, jemarinya mengepal di atas pahanya.

"Itu... cerita panjang, dan Appa tidak ingin kamu mendengarnya saat emosimu masih panas. Tapi satu hal yang harus kau tahu...orang yang membawamu ke rumah ini... mereka melakukannya karena dipaksa." Ujar nya yang membuat Hyerin mempererat pelukannya.

"Kau tidak pernah jadi beban untuk siapa pun, Areum-ah. Jangan pernah berpikir kau tidak diinginkan." Ujar nya namun ucapan itu justru membuat Areum semakin hancur.

"Kalau begitu kenapa aku harus tumbuh tanpa tahu siapa aku sebenarnya?! Kalian membiarkan aku percaya kebohongan selama ini!" suaranya meninggi, membuat sang ibu terdiam, dan sang ayah menutup matanya sebentar, lalu berkata lirih.

"Karena kami egois. Kami takut kau akan mencari mereka, dan kami kehilanganmu. Dan sekarang... sepertinya ketakutan itu menjadi nyata." Ujar nya yang membuat keheningan kembali menyelimuti kamar. Isak Areum perlahan mereda, tapi sorot matanya kini dipenuhi campuran sakit hati, kebingungan, dan ketakutan.

"Kenapa dunia sejahat ini padaku..." Ujar Areum sembari bangun dan meninggalkan kedua orang tuanya, dia pergi keluar tanpa menoleh sedikitpun kearah belakang.

Kali ini dia benar benar butuh waktu sendiri, akhirnya dia memutuskan pergi ke sebuah cafe hanya untuk menenangkan diri yang tidak tahu arah. Udara siang itu terasa menusuk kulit saat Areum melangkah keluar rumah. Angin membawa sisa aroma hujan siang tadi, namun sama sekali tak mampu menenangkan pikirannya yang berantakan. Langkahnya cepat, hampir seperti berlari dari sesuatu yang mengejarnya—padahal yang ia hindari adalah kebenaran yang baru saja menghantamnya.

Beberapa menit kemudian, ia menemukan sebuah kafe kecil di sudut jalan. Lampu gantung di dalamnya memancarkan cahaya hangat, namun bagi Areum, semua terasa hambar. Ia masuk, memesan secangkir latte tanpa benar-benar mendengar suara pelayan, lalu memilih duduk di pojok dekat jendela.

Di luar, orang-orang berlalu-lalang dengan wajah yang tampak biasa saja. Tidak ada yang tahu bahwa dunia Areum baru saja runtuh. Tangannya memegang gelas hangat itu erat, seolah bisa menarik sedikit rasa aman dari benda itu. Matanya kosong, memandangi busa kopi yang mulai turun perlahan.

'‘Jadi selama ini… aku bukan siapa yang kukira,’' pikirnya. Kata-kata Hyerin dan Taesik terus bergema di kepalanya. Egois. Takut kehilangan. Tidak diinginkan sejak lahir, banyak hal yang dia pikirkan kenapa  dunia sampai sejahat itu pada nya, yang bahkan tidak tahu apapun.

...

Setelah pulang dari tempat Areum, Kim bersaudara memutuskan untuk berkumpul di rumah utama mereka. Mereka sengaja ke sana karena memang sudah lama tidak berkumpul di rumah itu, terlebih sejak pertengkaran antara Jihoon dan Yoonjae tempo hari. Kini, untuk pertama kalinya ketiganya kembali duduk bersama di meja makan rumah tersebut.

Yoonjae terlihat lebih banyak diam semenjak kepulangan mereka dari tempat Areum. Wajahnya menunduk, jemarinya memainkan cangkir teh yang sudah hampir dingin. Jihoon memperhatikan adiknya itu dengan tatapan tenang sebelum akhirnya membuka suara.

“Kita akan pikirkan caranya, Yoon. Dia mungkin masih terkejut,” ujar Jihoon pelan namun penuh keyakinan. Yoonjae mengangguk pelan, lalu mengembuskan napas panjang.

“Aku hanya takut… takut dia semakin menjauh, bahkan setelah tahu semua ini. Aku yakin dia akan kecewa, apalagi jika tahu alasan Harabeoji membuangnya karena dia anak perempuan,” ucapnya lirih, nada suaranya terdengar serak menahan emosi. Jihoon mengangguk perlahan, pandangannya kosong menatap meja makan yang kini terasa terlalu luas untuk hanya bertiga.

“Itu pasti. Aku mengerti kekecewaan yang Ara rasakan. Kita tidak bisa memaksanya langsung mengakui kita, apalagi merebutnya dari keluarga Min yang selama ini sudah merawat Ara hingga dewasa seperti sekarang,” ujarnya dengan nada pasrah.

“Aku pikir setelah ini dia tidak akan datang ke kafe-ku lagi, Hyung,” ujar Minjoon, membuat Jihoon dan Yoonjae menatapnya bersamaan.

“Aku rasa pun begitu,” sahut Jihoon singkat, Minjoon menghela napas, senyum getir tersungging di bibirnya.

“Aku benar-benar tidak menyangka kalau ternyata dia sedekat itu denganku…” katanya, suaranya merendah, seolah masih berusaha mencerna kenyataan pahit itu. Jihoon yang duduk di sampingnya menepuk pundak sang adik pelan, mencoba memberi kekuatan.

“Dunia terkadang memang terasa sempit, aigoo… Sekarang kita harus berusaha meyakinkan Ara bahwa kita keluarganya. Kalau dia memang minta bukti, kita bisa lakukan tes DNA. Itu bukan masalah,” ujar Jihoon mantap.

Ketiganya saling berpandangan dan akhirnya mengangguk bersamaan.

Malam itu, satu masalah selesai, namun masalah lain telah menanti di depan mata. Meski begitu, ada sedikit ketenangan yang mengalir di hati ketiga Kim bersaudara itu. Karena setidaknya kini mereka tahu—adik yang mereka cari bertahun-tahun ternyata baik-baik saja. Walau perjuangan untuk mendapatkan pengakuannya mungkin tidak akan mudah, mereka tahu, tidak ada yang lebih kuat dari darah dan kasih yang sama-sama tertanam di hati mereka.

1
Ramapratama
💜
Ramapratama
jangan jangan... adik yang hilang itu di adopsi keluarga Park kah?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!