Tepat di hari pernikahan, Ayana baru mengetahui jika calon suaminya ternyata telah memiliki istri lain.
Dibantu oleh seorang pemuda asing, Ayana pun memutuskan untuk kabur dari pesta.
Namun, kaburnya Ayana bersama seorang pria membuat sang ayah salah paham dan akhirnya menikahkan Ayana dengan pria asing yang membantunya kabur.
Siapakah pria itu?
Sungguh Ayana sangat syok saat di hari pertama dia mengajar sebagai guru olahraga, pria yang berstatus menjadi suami berada di antara barisan murid didiknya.
Dan masih ada satu rahasia yang belum Ayana tahu dari sang suami. Rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tria Sulistia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Ayana Dimana?
Detik berikutnya, Ayana duduk di atas tubuh Elang. Dia lepas kain segitiga yang masih melekat, lalu dia satukan miliknya dan juga milik Elang.
Tampak Ayana sedikit kesulitan dalam melakukan penyatuan itu, sehingga Elang pun menggerakan pinggungnya agar miliknya bisa mendorong menerobos dinding tipis penghalang di dalam sana.
Ayana merintih menahan sakit saat benda menegang milik Elang memasuki inti tubuhnya. Namun, setelah seluruh milik Elang masuk, perlahan Ayana mulai bergerak naik turun di atas tubuh Elang.
"Enak, Lang?"
"Banget, Ay."
Kedua insan yang sedang melakukan olahraga malam di atas ranjang itu pun mengeluarkan suara desahaan bersahut-sahutan. Hingga tubuh mereka licin oleh keringat.
Melihat tubuh polos Ayana ditambah servis yang wanita itu berikan, membuat Elang tak ingin diam saja. Jiwa laki-lakinya meronta ingin membuktikan bahwa dia pun bisa memimpin permainan.
Maka dengan gerakan cepat, Elang menggulingkan tubuh Ayana dan berganti dia yang berada di atas.
Pinggang Elang bergerak naik turun dengan bibir yang melabuhkan kecupan di segala titik tubuh Ayana. Elang semakin memcepat ritme saat merasakan ada sesuatu yang ingin keluar.
Bersamaan dengan tubuh Ayana yang juga bergetar, Elang menumpahkan seluruh benihnya ke dalam rahim istrinya.
Lalu tubuh Elang pun ambruk di samping Ayana dengan nafas tersengal.
Kedua insan itu saling tatap dan mengulum senyum. Dada mereka sama-sama naik turun akibat nafas yang tersengal seperti sudah lari marathon.
"Ay, sudah puas kan?"
"Puas, Lang. Kita ulang sekali lagi yuk."
"Sudah deh, Ay. Besok lagi aja ya?"
Bibir Ayana mengerucut sebal. "Nggak mau. Harus sekarang!"
"Tapi Ay…"
"Sekarang!" bentak Ayana dengan mata melotot mengancam.
Menjadikan Elang terlonjak kaget dan mau tak mau menuruti permintaan Ayana. Lalu kening Elang mengerut bingung saat Ayana merubah posisi badannya menjadi menunungging.
"Kamu mau apa, Ay?"
"Kita main kuda-kudaan, Lang."
Sesaat Elang hanya diam. Akan tetapi Ayana segera menoleh seraya melemparkan tatapan tajam.
"Kok diam? Ayo cepatan, Lang!"
"Eh, iya iya, Ay."
Dan suami istri tak biasa itu pun mengarungi malam dengan berolahraga sampai peluh kembali membanjiri tubuh mereka.
*
*
*
Pagi hari menyambut. Suara alarm yang memekakkan telinga membuat seorang wanita melenguh dan menjulurkan tangan dari balik selimut.
Dirabanya nakas untuk mengambil ponsel yang sejak tadi meraung-meraungkan bunyi nyaring. Lalu dia matikan alarm serta melihat jam yang tertera di layar ponsel.
Wanita itu menghela nafas ketika jam sudah menunjukan waktu untuk bersiap ke sekolah. Kemudian dia membalikkan badan menatap seorang pria yang masih tertidur pulas.
"Elang," panggil Ayana mengguncangkan bahu suaminya. "Lang, bangun! Sudah waktunya berangkat sekolah."
Elang mengerjapkan mata, menarik nafas panjang, dan kembali memejamkan mata.
"Malas ah. Aku bolos saja deh, satu hari ini saja."
"Hei, nggak bisa gitu dong. Masa karena semalam kita habis olahraga terus jadi nggak masuk sekolah."
"Capek, Ay," ucap Elang dengan mata yang masih terpejam.
Ayana menyeringai karena benaknya memiliki ide supaya Elang terbangun. Tangan Ayana merayap ke bawah dan menangkap gundukan daging yang masih tertunduk lemas.
Sontak kedua mata Elang pun membelalak dan dia melirik ke arah Ayana yang sudah ada di antara pangkal pahanya.
Gundukan daging yang ada di bawah sana sudah terbangun begitu juga dengan pemiliknya. Rasa kantuk menguap hilang, diganti dengan gairah yang membuncah dan suara erang penuh nikmat lolos dari bibir Elang.
Ayana mendongak untuk dapat menatap wajah suaminya tanpa menghentikan aktivitas tangannya.
"Sekolah atau aku gigit ini!" ancam Ayana yang tentu saja membuat Elang ketakutan.
"Iya ya, aku sekolah. Tapi bagaimana aku mau berangkat sekolah kalau kamu nggak berhenti mainin junior."
"Nanti dulu. Kita olahraga pagi dulu," kata Ayana yang kemudian melanjutkan memainkan bagian bawah tubuh Elang.
"Tapi, Ay. Kita bisa terlambat lho."
"Nanti kita bisa mandi bareng supaya menyingkat waktu."
"Tapi, Ay…"
Ayana berdecak kesal. Dia kembali mendongak dan menyejajarkan pandangannya dengan wajah Elang.
"Apalagi?" tanya Ayana kesal. "Bukannya dari dulu ini yang kamu mau?"
"Sebenarnya aku menggoda kamu cuma iseng, Ay. Karena kamu lucu kalau lagi cemberut."
Ayana tak menggubris ucapan Elang karena perhatiannya sedang sibuk sendiri.
Dan mereka pun mengulangi pergulatan panas yang semalam terjadi. Setelah itu mereka bergegas mandi berdua dan bersiap berangkat ke sekolah.
Senyum semringah terus melekat di bibir Elang semenjak dia berangkat dari rumah sampai tiba di sekolah.
Bahkan sampai jam pelajaran pertama dimulai, Elang bertopang dagu sambil senyum-senyum sendiri. Membuat Abian yang duduk di samping, menjadi bergidik ngeri melihat tingkah sahabatnya.
Penjelasan dari Bu Selly yang sedang menerangkan sejarah perang dunia dua sama sekali tak didenarka oleh Elang dan Abian.
"Kamu kenapa, Lang?" bisik Abian.
Elang menoleh ke arah Abian tanpa menghilangkan senyum di wajah.
"Kamu tahu nggak, Bi? Aku sudah bisa menaklukan hati Bu Aya, lho," ucap Elang bangga.
"Wuih, gimana ceritanya tuh?"
Elang pun menceritakan kejadian kemarin sore saat Ayana dibawa oleh anak buah ayahnya dan Ayana mengira mereka berdua adalah penculik.
Abian hanya mendengarkan dengan kepala manggut-manggut.
"Ayana benar-benar terkesan saat aku mengalahkan anak buah Daddy. Padahal mereka saja yang pura-pura kalah," Elang tertawa membayangkan wajah cemas Ayana saat itu. "Kenapa aku nggak kepikiran sejak dulu ya?"
"Terus kamu sudah bilang belum kalau kamu anak sultan?"
Deg.
Mendadak tubuh Elang membeku seketika. Dia baru ingat kalau dia belum memberitahu Ayana akan jati dirinya.
"Belum, Bi. Aku lupa saking senengnya aku dapat jatah dari Ayana."
Abian berdecak. "Bagaimana sih, Lang? Kalau Bu Aya tahu dari orang lain, dia bakal marah besar sama kamu, Lang. Karena kamu sudah bohongin dia selama ini."
Elang terdiam tampak sedang berpikir. Kemudian dia menegakkan punggung setelah membulatkan tekad untuk menemui Ayana saat itu juga.
Namun, Bu Selly yang sejak tadi mendengar suara kasak-kusuk dari pojok kelas, akhirnya memutar badan lalu menatap tajam Elang serta Abian.
"Elang, Abian, kalian bisa diam tidak? Ini jam pelajaran, kalau mau mengobrol nanti saja di jam istirahat," tegur Selly sambil sedikit menurunkan kacamatanya.
"Maaf, Bu. Saya sakit perut," kata Elang membungkukan badan dengan kedua tangan menggenggam perut. "Saya izin ya, Bu. Sepertinya saya harus ke UKS."
"Betul kamu sakit? Atau kamu cuma pura-pura? Biar bisa bolos pelajaran Ibu."
"Betul, Bu. Sakit banget ini," kata Elang menampilkan wajah memelas.
Meski ada perasaan curiga, namun Selly tetap mengizinkan Elang untuk meninggalkan kelas. Begitu keluar, Elang langsung berjalan tergesa-gesa ke lapangan.
Di mana biasanya Ayana mengajarkan olahraga pada para siswa. Akan tetapi di lapangan itu hanya ada segerombolan siswa yang sedang bersiap lari estafet dengan diawasi oleh Pak Wisnu, guru yang juga mengajar olahraga.
Elang bersembunyi di balik pohon mangga dan tanpa sepengetahuan Pak Wisnu, dia memanggil Farel yang ada di barisan belakang.
"Rel, kok kamu diajar Pak Wisnu? Bu Aya mana?"
Farel menoleh dan mengangkat bahu. "Nggak tahu, Lang. Katanya sih istri kamu lagi ada urusan mendadak."
"Urusan apa?"
Farel berdecak kesal. "Ya mana aku tahu, Lang. Kamu yang jadi suaminya saja nggak tahu, apalagi aku."