NOTE!
-Mengandung beberapa cerita dewasa/adult romance. Mohon bijak!
-Kalau cerita mulai tidak jelas dan dirasa berbelit-belit, sebaiknya tinggalkan. (Jangan ada komentar buruk di antara kita ya) Hiks!
Pantaskah seorang pria dewasa atau terbilang sudah matang, jatuh cinta dengan gadis di bawah umur?
Dia Arga, saat ini usianya sudah menginjak 26 tahun. Dia pria tampan, penuh kharisma dan sudah mapan. siapa sangka, pria sekeras Arga bisa jatuh cinta dengan seorang gadis yang masih berumur 15 tahun?
simak kelucuan dan kemesraan mereka!
Writer : Motifasi_senja
Mohon maaf jika ada kesamaan beberapa nama tokoh yang sama. 🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Motifasi_senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiara penasaran
“Aku Cuma melihatnya sekilas, tapi itu sangat mirip Mona.” Agus duduk di ruang kerjanya dengan gelisah. Bertemu gadis itu hari ini berhasil membuat kerjaan kantornya tidak di lanjut lagi.
Agus termenung. Pantas saja waktu itu Tika terlihat antusias sekali saat bercerita. Jadi memang betul gadis itu mirip sekali dengan Mona, bahkan terlihat seperti satu orang yang sama.
“Sepertinya Aku harus menemui Baron.” Agus meraih kunci mobil lalu pergi keluar dari gedung kantornya. Sebelum pergi Ia mencari Dimas untuk menemaninya, untuk jaga-jaga saja jikalau Baron bertingkah, setidaknya ada yang melindungi.
“Kita Akan kemana, tuan?”
“Jalan saja dulu, aku akan tunjukan jalannya.”
Mobil itu berjalan sesuai arahan Agus. Sepertinya jalan ini menuju tempat hiburan malam, Dimas coba menebak. Dan benar, mobilnya menepi tepat di depan sebuah bangunan bertema klub malam. Di lorong sebelum sampai ke ruang utama banyak para pengunjung yang berhalu lalang. Ada yang sedang bergandengan tangan, ada pula yang tanpa malu berpagutan saling berciuman dengan kekasihnya.
Sesampainya di ruang utama, Agus langsung mencari keberadaan Baron. Karena memang itulah tujuannya kemari. Sempat ada seorang gadis liar yang mencoba merayunya, tapi satu pelototan saja langsung membuat nyali wanita itu menciut. Dimas yang masih bingung hanya mengikuti langkah Agus. Sesekali matanya melirik beberapa wanita malam yang sedang berjoget sambil merayu si hidung belang. Ini kedua kalinya Dimas ke tempat seperti ini. Di pikir untuk apa kemari kan?
Agus menghampiri dua orang bertubuh besar yang sedang merokok di dekat pintu belakang. Mata mereka sudah saling bertemu, keduanya berdiri tegak siap untuk menghadang Agus dan Dimas.
“Ada urusan apa anda kemari?” Tanya salah satu dari mereka. Sebelumnya mereka memang pernah bertemu dengan Agus, jadi setidaknya mereka berdua sudah tahu kedatangan Agus. Terbesit harapan di benak keduanya. Berharap Agus datang karena memberi kabar tentang gadis yang berhasil kabur beberapa bulan yang lalu.
“Dimana Bos kalian?”
“Silahkan ikuti kami.”
Agus dan Dimas membuntuti mereka menuju ruangan yang lebih terang dari sebelumnya. Di sebuah ruangan khusus yang biasa di gunakan untuk ngobrol para tamu penting di klub ini. Di sofa sebelah kanan terlihat Baron sedang menyulut sebatang rokok yang tinggal beberapa hisapan lagi. Sementara di sofa tengah ada seorang wanita dan pria yang masih muda. Mungkin tamu baron. Di belakangnya ada dua anak buah Baron yang sedang duduk sambil bermain kartu domino.
Seringai di bibir Baron sudah terlihat. ****** rokok Ia tekan di asbak hingga padam.
“Sepertinya sangat penting sampai kau datang kemari? Duduklah.”
Agus dan Dimas duduk di sofa yang kosong. Agus sudah duduk dengan tenang, sementara Dimas sudah bergetar karena ketakutan melihat beberapa tubuh kekar pria yang ada di ruangan itu. Rasanya seperti masuk ke kandang singa, dan kemungkinan sebentar lagi akan menerkamnya. Dimas langsung bergidik dan menempelkan duduknya lebih dekat dengan Agus.
“Aku datang untuk membicarakan hal yang sangat penting dengan anda.”
“Silahkan...”
“Tapi bisakah tamu anda keluar sebentar?” Agus menoleh pada kedua orang yang masih duduk di tempatnya.
“Kau bicara saja, dia ponakanku.”
“Baiklah kalau begitu...”
Agus menarik nafas dalam-dalam. Seluruh otaknya mengumpulkan semua kalimat yang akan di bagikan pada Baron. Setelah mendesah dan yakin, bibir tebalnya mulai bergerak mengeluarkan kata-kata.
“Sepertinya aku telah menemukan Mona.”
“Benarkah? Dimana dia?” Baron duduk tegak dengan tangan memegang tongkatnya. “Apa kau serius?”
“Sebenarnya aku tidak yakin...”
“Apa maksudmu?” Baron hampir saja berdiri menyemburkan amarah, tapi terduduk lagi setelah Agus melanjutkan perkataannya lagi.
“Sebelumnya Istri dan Putriku juga sudah bertemu dengannya, bahkan dia bersekolah dan sekelas dengan Putriku. Aku tidak bilang pada mu karena Kami belum yakin bahwa gadis itu adalah dia...”
“Jelaskan lagi. Aku masih belum paham.”
“Intinya aku datang kemari karena ingin memberitahukan bahwa aku melihat gadis yang mirip bocah itu. Benar atau tidaknya kau bisa mencari tahunya sendiri.”
“Dimana dia berapa?”
“Dia tinggal bersama keluarga Arga.”
prak!
Terdengar suara gelas jatuh. Semua yang ada di ruangan itu sontak langsung menoleh pada seseorang yang telah berhasil mengejutkan mereka. Gelas itu pecah menjadi 3 bagian. Minuman yang ada di dalamnya tumpah mengotori lantai.
“Tiara? Kau kenapa?” tanya Dika. Tangannya menarik pundak Tiara untuk bergeser menjauh dari pecahan gelas.
Obrolan Baron dan Agus jadi terhenti. Mereka masih mengamati Tiara yang sedang mengusap-usap roknya yang terkena tumpahan minuman.
“Kau baik-baik saja?” tanya Baron.
“Ya.” Tiara mengangguk.
Kembali pada obrolan semula. Agus dan Baron sudah saling bertatap lagi. Sementara Tiara dan Dika masih duduk disana. Dika hendak mengajak Tiara untuk pergi, tapi sepertinya tubuh Tiara masih ingin tetap duduk disini mendengarkan pembicaraan ke dua orang paruh baya ini.
“Kenapa kau masih ingin disini?”
“Sshht! Diamlah!” Tiara menepuk paha Dika, berkedip cepat dengan jari telunjuk menempel di bibir.
“Hmm... Arga? Siapa Arga?” sepertinya tak ada teman atau kerabat yang memiliki mama itu.
“Arga si CEO muda.”
Dugaan Tiara benar. Yang sedang di bahas ke dua orang tua yang ada di hadapannya ini memang Arga. Arga yang di kenalnya. Tapi siapa yang sedang menjadi topik masalahnya? Tiara semakin melebarkan telinganya supaya lebih teliti lagi saat mendengarkan pembicaraan mereka selanjutnya.
“Tunggu! Apa Arga anak dari Hutomo?”
“Ya.”
“Bagaimana bisa bocah itu ada disana?”
“Aku tidak tahu. Tuan silahkan cari tahu sendiri. Aku datang kemari hanya ingin mengatakan itu.” Agus berdiri lalu membungkuk. “Aku permisi.”
Entah itu benar atau tidak, setidaknya Agus sudah memberi tahu. Untuk selanjutnya biar menjadi urusan Baron dan anak buahnya. Dan lagi Baron hanya bilang temukan Dia kan, Mudah-mudahan saja itu memang Mona. Tugas rumitnya biar selesai sebelum dua tahun datang.
“Paman!” Panggil Tiara sembari menepuk punggung tangan Baron yang sedang memegang tongkat.
“Hmm.” Baron menoleh. Otaknya sedang mencari cara untuk menjumpai bocah itu. Yang akan di tuju bukanlah sembarang tempat, melainkan hunian seorang yang sangat terkenal di bidang bisnis. Sampai sekarang bahkan tak ada yang berani mencampuri kehidupan Arga. Baron tahu itu. Bersaing bisnis dengannya akan menguntungkan, tapi jika tak mematuhinya kemungkinan saat itu juga perusahaan Mu akan hancur.
“Kenapa Paman menyebut nama Arga? Sebenarnya tadi kalian bahas apa?”
Der! Dika yang baru menyadari langsung terkejut. Bagaimana bisa tadi Dia tidak ngeh dengan ucapan Baron. Ah! Pasti karena terlalu fokus dengan gelas yang di jatuhkan Tiara.
Baron menghela nafas. Bola matanya melirik 2 anak buahnya, mengkode dengan jari telunjuknya meminta mereka datang. “Urus semuanya.” Keduanya patuh dan langsung mengerti.
“Kau tidak perlu tahu. Ini bukan urusanmu.” Jawab Baron setelah kedua anak buahnya pergi.
Tiara melerok. “Paman yakin? Aku sangat dekat lho dengan Arga.”
“Maksudnya?” Baron duduk kembali.
Karena memang penasaran, Dika hanya diam menunggu perkataan Tiara selanjutnya. Sebenarnya apa yang Tiara ingin tahu? Bukankah Dia sudah berhenti mengejar Arga. Dika bertanya-tanya.
“Katakan padaku yang jelas! Jadi Aku bisa membantu.” Tiara berpaling pada kuku panjang nya. Lelaki tua ini biar tahu bahwa Tiara itu orang yang haus informasi. Kalau belum terjawab Ia akan terus mencari tahu.
“Menyebalkan sekali pacarmu, Dik!” Gertak Baron. Dika hanya angkat bahu. “Baiklah Aku akan cerita. Tapi dengan satu syarat! Kau harus membantuku.”
“Oke.”
***