Hidupku begitu hancur saat malam yang tak diiginkan menimpaku. Sayangku pada keluarga baru, telah menghancurkan cinta pada pria yang telah merenggut semangat hidupku.
Hidup yang selama ini terjaga telah hancur dalam sekejap mata, hanya keserakahan pria yang kucintai. Namun pada kenyataanya dia tak memilihku, akibat cintanya sudah terkunci untuk orang lain.
Apakah hidupku akan hancur akibat malam yang tak diiginkan itu? Atau akan bahagia saat kenyataan telah terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketahuan ada tiga pacar
Tiada hari tanpa kerjaan yang terus saja berberes menyelesaikan tugasku sebagai pembantu. Tuan Chris kini hanya nyantai dirumah dengan duduk manis diruang nonton telivisi. Aku yang kelelahan masih saja mengerjakan tugas-tugas itu, hingga tak terasa malam sudah memasuki mengelapkan harinya.
"Tuan, kerjaanku sudah beres semua, jadi aku mau pulang sekarang," ujarku berusaha pamit, saat jam sudah menunjukkan jam lima lebih tiga puluh menit.
"Nanti saja dulu. Sebab hari ini ada tamu, jadi aku minta bantuan untuk menyuguhkan makanan atau minuman nanti. Pulangnya nanti biar kuantar saja dan masalah gaji akan aku kasih bonus sebagai upah atas lembur, gimana?" tawarnya.
"Emm, gimana yah!" keraguanku.
"Lumayan lho gajinya," Iming-imingnya.
"Emm, baiklah kalau itu permintaan tuan."
"Makasih, ya."
Dengan terpaksa aku kini duduk selonjoran dikamar tamu, untuk meredakan letihnya kaki yang sudah mulai terasa pegal-pegal. Berkali-kali tangan memukul pelan sambil memijit-mijit halus, dengan maksud agar bisa meredakan rasa ngilu pada kaki.
"Siapa sih tamu itu? Kayaknya penting banget, hingga aku tak diperbolehkan pulang dulu?" tanyaku dalam hati.
Ting ... tong ...ting, suara bel rumah dibunyikan seseorang, yang sepertinya tamu yang dimaksud oleh tuan Chris.
"Karin ... Karin, tolong buatkan minuman dulu Karin!" teriak perintah majikan menyuruhku.
"Baik tuan, tunggu!" jawabku berteriak juga.
Kaki kini melangkah ke dapur untuk segera menyiapkan apa yang diminta majikan.
Sekarang perlahan-lahan telinga mencoba mendengarkan seksama, atas siapakah tamu yang barusan datang hingga rasanya membuatku penasaran.
"Sepertinya itu suara perempuan. Apakah itu kekasih tuan Chris?" tanyaku dalam hati sedikit berhasil mendegarkan.
Dua cangkir teh kini telah terseduh dengan hangatnya, saat kepulan asap sudah melabung keudara dengan banyaknya.
"Ini tuan, silahkan diminum!" suruhku ketika menyuguhkan, yang diiringi beberapa camilan yang ada dalam toples.
"Makasih. Siapa dia, Chris?" tanya wanita anggun didepanku sekarang.
"Oh, dia? Dia adalah pembantu baru yang mengantikan bu Fatimah yang sedang sakit," jawab tuan Chris santai.
"Ooh."
"Saya permisi dulu," pamitku.
"Emmm."
Ketika melenggang pergi, aku berkali-kali menoleh kebelakang untuk melihat kemesraan mereka, yang terlihat begitu bahagia tertawa bersama sebagai sepasang kekasih.
"Andaikan saja itu terjadi padaku dengan kak Adrian, pasti hidupku akan bahagia sekali tanpa ada rasa nelangsa begini," guman hati yang pilu sudah menitikkan airmata, saat mengintip mereka dibalik tembok dapur.
Ting ... ting ... tong, bel rumah berkali-kali telah berbunyi.
"Karin ... Karin, buka pintunya sebentar," suruh teriak tuan Chris.
"Iya tuan, sebentar!" jawabku setuju yang kini sudah berlari tergopoh-gopoh, sebab kesal akibat tak sabarnya orang bertamu, hingga berkali-kali bel berbunyi memekak telinga.
Ceklek, pintu perlahan kubuka.
"Permisi. Maaf anda siapa, ya?" tanyaku ramah.
"Yang seharusnya bertanya itu aku, kamu itu siapa?" Judes jawaban wanita menor dihadapanku sekarang ini.
"Saya adalah pembantu dirumah ini," jawabku santai.
"Oo'ooh. Chris ada? Saya ingin bertemu dengannya sekarang," pinta wanita didepanku.
"Dia ada. Tapi kalau boleh tahu anda siapa dulu, sebab biar aku sampaikan dulu apakah mau menerima tamu atau tidak," jawabku yang ragu menerima tamu, sebab dari gelagat dia adalah teman dekat bahaya atau pacarnya, hingga tak serta merta kusuruh masuk.
"Aku pacarnya Chris, namaku adalah Anya, sampaikan itu," jawabnya yang kelihatan angkuh.
"Oh iya. Kalau begitu nona Anya tunggu disini sebentar, biar aku kasih tahu sama tuan Chris, sebab sekarang dia sedang istirahat dikamar akibat capek habis kerja," jelasku berbohong.
"Hmm, baiklah."
Dengan tergesa-gesa aku langsung menghampiri dua sejoli yang masih tertawa dengan riangnya diruang tamu.
"Siapa, Karin?" tanya tuan Chris.
"Tuan, sini ... sini!" panggilku supaya tuan Chris mau menghampiriku, yang jauh dari tempat duduk mesra mereka.
"Ada apaan, sih? Penting amat 'kah? Pakai nyuruh nyamperin kamu segala," keluh tuan Chris yang tak suka atas panggilanku.
"Ayo, sini cepat ... ayo ... sini," suruhku lagi.
"Sebentar ya sayang, kelihatannya pembantu rese'ku itu ada hal penting yang ingin dibicarakan padaku," pamitnya tuan Chris pada pacarnya.
"Emm, jangan lama-lama," Setujunya sang pacar.
Akhirnya tuan Chris menghampiriku juga, saat kondisinya lagi gawat darurat begini.
"Ada apa'an, sih?" tanyanya tak sabar.
"Didepan ada pacar kamu yang bernama Anya," terangku langsung dengan cara berbisik memelankan suara.
"Apa?" jawabnya balik memelankan suara juga.
"Waduh, matilah aku," keluh majikan binggung.
"Terus gimana dong, tuan?" tanyaku ikut binggung.
"Gini ... gini, kamu urus pacarku yang duduk disofa itu dan aku akan urus Anya sekarang. Kamu bilang ke dia, Chris ada tamu penting yang harus dia temui, maka dari itu jangan keluar dari kamar dulu sebelum ada panggilan dari Chris, paham! Bilang gitu pada dia. Bawa dia kekamarku sekarang, ok!" suruhnya sudah ada ide cemerlang.
"Siip, bos. Tapi ada bonusnya 'kan tentang ini?" tanyaku mencoba memalak.
"Haiiist, kamu ini. Dalam keadaan genting begini masih memeras majikan juga," keluhnya tak senang.
"Harus itu, sebab aku butuh biaya untuk makan juga," alasanku.
"Oke ... oke, sudah sana laksanakan perintahku," suruh tuan Chris yang masih sama memelankan suara.
Rencana kami sudah dilaksanakan dan untung saja pacar pertama nurut dan percaya saja atas kebohonganku.
"Nona tunggu disini dulu, ya. Nanti tuan Chris akan menghampiri kamu kesini, ok!" ucapku berusaha pamit yang akan segera menutup pintu.
"Heem, baiklah."
Klek ... klek, pintu kamar tuan Chris sudah kukunci rapat.
Brok ... brok, gebrak suara tangan pacar pertama.
"Hei pembantu, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu mengkunci kamar ini dari luar?" tanyanya yang binggung dan tak mengerti.
"Maafkan aku nona, ini semua adalah perintah tuan Chris, sebab dia tak mau kamu menganggu pertemuanya dengan orang penting itu," teriak kerasku.
"Aah, sial kalian ini. Kenapa juga harus pakai dikunci segala? Brok ... brook," teriaknya yang terus mengoceh sambil mengebrok pintu terus menerus.
"Nona sabar menunggu disitu, ok."
Akhirnya urusan telah beres dan aku kini telah bersiap untuk menyuguhkan minuman dan beberapa camilan pada pacar kedua majikan.
"Ini, silahkan diminum," ucapku sudah menyuguhkan dua cangkir teh lagi.
"Makasih, Karin!" ucap tuan Chris menoleh kearahku memberikan senyuman aneh, sambil mata mengedip seperti menunjuk keatas.
"Apa ... apa?" jawabku tak bersuara.
Lagi-lagi tuan Chris terus mengerutkan mata menujukkan arah atas.
"Ooh, ok. Beres semua," jawabku tak mengeluarkan suara lagi.
Tuan chris memberikan jempol tanda kerjaan yang kulakukan bagus, dengan cara sembunyi-sembunyi ke arahku. Kini aku undur diri perlahan-lahan dari tempat mesra bersama pacar kedua.
Ting ... ting ... tong, lagi-lagi bel rumah telah berbunyi.
"Hadeh, siapa lagi ini? Kenapa hari ini banyak banget yang bertamu," keluhku dalam hati.
Dengan perasaan berat, kini aku tetap membuka pintu yang sudah berkali-kali dipencet belnya.
"Astagfirullah, apa lagi ini?" Kekagetanku dalam hati saat lagi-lagi tamu yang datang adalah wanita.
"Maaf, nona. Ada perlu apa, ya?" tanyaku ramah.
"Aku mau ketemu sama Chris, apa dia ada?" tanya perempuan berwajah manis.
"Ada, tapi dia ... dia--?" jawabku kelu tak bisa menjawab.
"Dia kenapa, mbak?" tanyanya binggung.
"It-ituu-tuh maksudnya, majikan sekarang lagi ada hal penting, yang kemungkinan tak bisa diganggu dulu," jawabku berbohong.
"Yah, sayang banget. Padahal aku mau ketemu dia, setelah seminggu lamanya kami tak ketemu. Ayolah mbak, bolehkan minta tolong 'kan ... 'kan? Bilang pada majikan kamu itu bahwa Rina ingin ketemu sebentar saja, pleassseeee!" pintanya memohon dengan mengoyang-goyang pelan lengan tanganku.
"Tapi nona," jawabku berusaha menolak.
"Ayolah, boleh ya ... ya!" rengeknya lagi.
"Heeeeeeeh, iya dech nona Rina. Aku tanya majikan dulu apakah dia mau menemui nona apa tidak," jawabku menghembuskan nafas panjang.
"Terima kasih, ya."
"Iya, sama-sama."
Lagi-lagi aku terjebak ikut-ikutan skenario majikan, untuk mencoba menyembunyikan pacarnya yang kedua. Walaupun aku sempat menolak tak ingin terlibat lebih dalam masalah ini, tapi lagi-lagi majikan menyumpal permintaannya dengan cara memberikan iming-iming tambahan uang tiga kali lipat gaji. Aku yang tergiur atas penawarannyapun luluh juga, untuk menuruti semua drama yang bikin pusing kepala ini.
"Hei sayang! Sini ... sini, duduk," sambut majikan berpura-pura ramah.
"Kok kamu datang kesini tiba-tiba, sih? Kenapa ngak ngasih tahu aku dulu kalau mau datang," keluh tanya majikan.
Aku yang sibuk menyiapkan minuman, mencoba menguping pembicaraan mereka berdua, yang masih tetap sama yaitu mesra sesama antar pasangan.
"Bukan namanya suprise kalau aku kasih tahu kamu. Lagian aku kangen sama kamu, masak ngak boleh sih datang kesini?" Kemanjaan pacar ketiga bernada centil.
"Bukan gitu, sayang. 'Kan aku mencoba kasih perhatian juga sama kamu, sebab kalau kamu datang ke sini tiba-tiba ngak ngasih tahu, terus akunya lagi ngak ada dirumah 'kan repot, ngak bisa sayang-sayangan sama kamu. Oh ya, lagian kamu tahu dari mana aku ada dirumah?" rayu majikan yang rasanya membuat perutku terasa mulai mual.
"Aku tahu dari status kamu yang lagi ngagur dirumah. Oh ya yank, sempat lihat. Kenapa dimeja depan tadi ada dua cangkir yang sepertinya kamu tadi baru saja kedatangan tamu, ya?" tanya kekasih bernama Rina yang sudah merasa aneh.
"Hehehe, iya sayang. Tadi sempat ada tamu, tapi pembantuku lagi banyak kerjaan, jadi belum sempat membereskan bekas itu," jawab majikan yang pintar menyimpan dramanya.
Aku yang hanya bisa menguping, terus saja dilanda cemas saat kamar tidur majikan dengan kuatnya terus saja digedor-gedor, Hingga pacar ketigapun sempat merasa curiga, tapi lagi-lagi majikan banyak sekali seribu ide untuk menutupi semuanya.
"Ooh, jadi ini kelakuan kamu selama ini, hah? Dasar mata keranjang, tak cukup hanya satu cewek 'kah?" ucap pacar kedua bernama Anya tiba-tiba muncul.
"Waduh, matilah kamu tuan Chris sekarang. Aduh, kenapa aku bisa lupa tadi, untuk mengkunci kamar tamu yang ditempati Anya. Aah, sial ... sial. Bisa-bisa aku bakalan kena sembur kemarahan tuan Chris nanti," guman hati yang merasa khawatir atas celakanya nasibku nanti.
"Bukan ... bukan begitu, Anya!" ucap tuan Chris memungkiri.
"Ada apa ini, yank?" tanya Rina pacar kedua merasa kebingungan.
"Nah benar 'kan, dia itu manggil kamu saja yank ... yank. Mau mengelak apa lagi kamu, Chris!" bentak Anya marah-marah.
"Ada apa ini, Chris? Tolong jelaskan ini semua?" pinta Rina pacar kedua.
"Ngak usah minta Chris untuk menjawabnya, sebab aku akan menjawab. Bahwa aku ini sebenarnya adalah pacarnya juga, paham!" ucap gamblang Anya.
"Apa? Dasar kamu ini, Chris. Byuuuur!" Kemarahan Rina yang tiba-tiba menguyur wajah majikan dengan air teh.
Majikan terlihat gelagapan saat menerima tumpahan air teh tersebut, hingga tangannya kini mau tak mau mengusap kasar pada wajahnya sendiri.
"Heh, rasakan itu Chris. Tapi itu belum seberapa dibandingkan rasa sakit hatiku ini. Plaaaak," Dengan kasarnya Anya kini menampar keras pipi majikan sebelah kiri.
"Rasakan itu, Chris. Akibat perbuatan kamu yang sudah menyakiti kami. Aku sekarang minta putus," ujar Anya sebelum benar-benar melenggang pergi.
"Tunggu Anya, tunggu. Jangan pergi, aku bisa jelaskan ini semua," pinta majikan berusaha mencegah.
"Apa yang perlu dijelaskan, Chris? Berhenti kamu disitu. Dasar laki-laki tak ada perasaan sama hati perempuan. Plaaaak," Dengan kejamnya juga, Rina kini memberi tamparan tambahan disebelah kanan, sebab pipi kiri telah tertutup oleh tangan tuan Chris saat menahan kesakitan akibat tamparan Anya tadi.
"Waduh, buju bune. Mantap bener tuh dua tamparan seimbang antara pipi kiri dan kanan, jadinya biar ngak miring itu kepala. Hihiiii, ini kali yang namanya karma langsung sekaligus saat ketahuan selingkuh," guman hati yang rasanya kasihan tapi juga ingin tertawa akibat lucu.
"Maafkan aku Rina," ucap penyesalan tuan Chris.
"Sudah terlambat. Aku minta putus juga," jawab Rina sambil melenggang pergi.
Tuan Chris hanya bisa diam mematung tak ada gerakan sama sekali, saat tanpa henti kedua tangannya terus memegangi kedua pipi yang kemungkinan sudah terasa panas sakit.
Mataku begitu terbelalak kaget, saat melihat pacar pertama kini mendekati tuan Chris juga.
"Wuuiiih, drama apa lagi ini. Waah, kira-kira bakal seru lagi ini kayaknya? Hmmm, Kok bisa pacar pertama keluar dari kamar, ya?Sedangkan kuncinya masih berada ditanganku? Aneh betul, apa dia itu ada ilmu kanuragan bisa menghilangkan diri. Hhiihiii, aneh kamu ini Karin, mana ada dizaman modern ini ilmu kayak gituan," guman hati berbicara pada diri sendiri.
"Siapa mereka, Adrian?" tanya pacar pertama sudah mencium gelagat mencurigakan.
"Apa maksudnya, yank?" tanya majikan pura-pura tak tahu.
"Kamu jangan mengelak, Adrian. Aku sekarang masih belum buta. Aku lihat ada dua wanita yang keluar dari rumah kamu barusan sambil menangis. Kelihatannya wajah mereka telah berekspresi sedang marah dan sedih. Apa yang terjadi pada mereka?" Interograsi pacar pertama merasa heran.
"Mereka bukan siapa-siapa, yank. Hanya tamu dalam bisnis model saja," jawab kebohongan majikan.
"Hadeh, majikan ini. Bohong melulu, belum kapok menerima akibatnya ternyata," Keherananku dalam hati pada majikan.
"Bohong kamu, Adrian. Ngak mungkin bisnis sampai-sampai kamu mengkunciku didalam kamar kamu hingga lama banget. Katakan sejujurnya. Lalu katakan kenapa pipi kamu ada bekas telapak tangan kayak habis kena tamparan gitu?" cecar tanya pacar pertama.
Tuan Chris hanya bisa diam tak berkutik, untuk mengucapkan sepatah katapun atas pertanyaan itu.
"Apa mereka pacar kamu juga, hah! Jawab ... ayo jawab, Chris?" paksa tanya pacarnya.
"Ooh ... ooh, aku tahu atas jawaban kamu sekarang. Sebab diamnya kamu berarti sudah mengatakan bahwa mereka benar-benar pacar kamu," tebak sang pacar.
"Aku bisa jelaskan," bujuk majikan.
"Ngak perlu, sebab aku sudah ngak percaya sama kamu lagi," tolak sang pacar.
"Betul, aku bisa jelaskan semuanya, yank!" rengek majikan.
"Sudah terlambat. Haaah, dasar ... dasar pria kurang ajar dan brengs*k, yang sukanya hanya bisa mempermainkan hati wanita. Rasakan ini ... rasakan! Bhuggh ... bhuugh," ucap sang pacar yang kini kalap memukul memakai higheelsnya.
"Aaaa ... awww, hentikan ... sakit, aaaaa!" Suara rengek majikan kesakitan.
"Rasakan ini ... rasakan. Biar kamu tahu rasa, gimana rasa sakit itu," ujar pacar terus memukul.
Aku yang melihat itu, disaat tuan Chris tak berdaya terus dipukuli, langsung saja mencoba menolong untuk segera mencegah sang pacar agar menghentikan kebringasan penganiyaan itu.
"Hentikan ... hentikan, nona. Hentikan ini, jika kamu memukulnya terus, maka akan aku laporkan pada pihak berwajib atas tindakan penganiyaan," ancamku supaya dia segera menghentikan pemukulan ini.
"Heeh ... hehhh, dasar kalian ini. Majikan sama pembantu sama-sama bersengkokol. Kurang ajar betul kalian ini, tak ada akhlak sama sekali," Kekesalannya yang sedang mengatur nafas akibat lelah dan emosi.
Akhirnya aku bisa juga menghentikan pemukulan itu. Terlihat tuan Chris hanya bisa mengelus-elus pelan sekujur tubuh yang kena pemukulan.
"Kamu ngak pa-pa, tuan?" tanyaku yang akan menolong.
"Aku baik, Karin."
"Oh ya, kalian pikir aku ini bodoh apa. Walau kamar terkunci aku bisa keluar dengan akalku yang cemerlang ini yaitu lewat jendela kamar untuk segera keluar," ucap sombong pacar pertama yang sudah berusaha melenggang pergi.
"Kita putus sekarang, Chris!" imbuh ucapan terakhir sang kekasih.
"Heem, baiklah. Maaf!" jawab lemah majikan.
"Ayo tuan, tak usah pedulikan dia lagi," ucapku berusaha menolong.
Aku yang merasakan kasihan langsung memapah tuan Chris untuk segera duduk disofa, yang sudah tak peduli lagi atas ocehan-ocehan pacarnya itu yang sudah hilang dari pandangan tapi masih terdengar mengomel.