Tanisha Alifya, seorang gadis yatim berusia 23 tahun yang merantau di ibu kota Jakarta hanya untuk mengubah perekonomian keluarganya. Dia menjadi seorang petugas cleaning service di sebuah perusahaan yang di pimpin oleh seorang laki-laki tampan dan dingin.
Zico Giovanno Putra, seorang direktur utama sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan software, PT. ERPWare Indonesia. Seorang direktur yang masih muda, berusia 28 tahun. Memiliki kecerdasan dan ketajaman dalam mengambil setiap peluang yang ada.
Pada suatu malam, karena berada dalam pengaruh alkohol, Zico memperkosa Nisha dan menyebabkan Nisha hamil.
Bagaimana kisah seorang direktur utama yang berada di hierarki teratas dalam perusahaan jatuh cinta dengan karyawan outsource yang berada di hierarki paling rendah?
BACA TERUS kelanjutan kisah mereka dalam LOVE ME PLEASE, HUBBY.
*Di usahakan untuk update tiap hari ^^ mohon dukungannya para readers tersayang :-)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ErKa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 33 - Aku Tidak Bisa Berhenti Memikirkanmu
Zico menatap monitor laptop dengan tatapan menerawang. Pikiranya melayang-layang entah kemana. Gerry memperhatikan setiap gerak-gerik yang di lakukan bosnya. Hatinya senang karena bosnya tidak terlihat bahagia. Itu artinya bosnya tidak benar-benar menginginkan pernikahan ini.
Pikiran Zico melayang kepada Nisha. Entah mengapa setelah mengucap ijab qabul, dia merasa wanita itu sudah menjadi miliknya sepenuhnya. Berlama-lama dengan wanita itu membuatnya takut. Dia takut tidak bisa mengendalikan perasaannya dan menyerang wanita itu. Memuaskan dahaganya. Dia masih ingat dengan jelas rasa tubuh Nisha. Meskipun waktu itu di lakukannya dalam kondisi mabuk, tapi dia ingat rasa itu. Rasa yang ingin di cicipinya lagi dan lagi. Akankah dia bisa menjaga janjinya untuk tidak menyentuh wanita itu? Hah, seharusnya dia tidak berjanji seperti itu. Janji itu begitu berat untuk di lakukannya. Apalagi bila mereka berdua harus tidur dalam satu ranjang. Hanya dengan tangan dan kaki di belenggu dia tidak akan menyentuh Nisha!!
“Bagaimana menurut Bapak? Dengan cara ini kita bisa mengenalkan system Kita pada perusahaan-perusahaan skala besar. Mungkin ada yang perlu di koreksi?” salah satu manager yang melakukan presentasi menyudahi presentasinya dan meminta pendapat Zico. Namun karena Zico masih melamun, dia tidak mendengarkannya. Dengan sopan Gerry menjawab pertanyaan itu. Zico menjadi tersadar dari lamunannya dan berusaha meneruskan rapat meskipun pikirannya sedang tidak berkonsentrasi.
Zico menatap jam tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sebelum ada Nisha di kehidupannya, dia akan menganggap jam segitu masih tergolong sore. Dia akan pulang ke apartemennya di atas jam sebelas malam. Namun karena sekarang dia merasa ada orang yang menunggunya di rumah, membuat Zico ingin segera pulang ke rumah.
“Aku akan pulang sekarang. Kamu juga pulang lah.” Zico beranjak, mengambil jas yang tersampir di kursinya dan berjalan ke pintu keluar. Meninggalkan Gerry yang masih membereskan beberapa berkas.
Zico memacu mobilnya dengan kencang. Dia tidak sabar untuk bertemu dengan Nisha. Zico sampai di apartemen ketika Nisha dan bu Retno tengah menyiapkan makan malam. Zico menatap Nisha dengan tatapan ganas, membuat pipi Nisha memerah seperti terbakar.
Bu Retno sepertinya sangat memahami kondisi kedua majikannya. Dengan sopan dia berpamitan pulang. Hanya tinggal mereka berdua di apartemen luas itu. Membuat keduanya salah tingkah.
“Ak…Aku dan bu Retno menyiapkan makan malam…”
“Oh ya...ya…” Zico duduk di kursi yang sudah di sediakan.
“Aku tidak tahu apa sesuai dengan seleramu…”
“Masakanmu akan selalu sesuai dengan seleraku.” Dengan serampangan Zico menjawab. Membuat Nisha kembali tersipu malu.
Nisha mengambil setiap makanan yang ada di atas meja dan menyerahkannya pada pria itu. Padahal hanya karena ritual sederhana, tapi membuat sikap keduanya berubah terhadap satu sama lain. Mereka makan dalam diam. Keduanya sama-sama bingung harus memulai topik pembicaraan darimana? Bila mereka sungguh-sunguh pasangan dan menikah karena perasaan cinta, maka malam ini akan menjadi malam pertama mereka. Namun mereka bukan pasangan yang sesungguhnya, jadi tidak mungkin ada malam pertama bukan?
“Apakah Kamu tidak mual mencium bau masakan ini?”
“Eng…enggak…”
“Ooooo…” Zico terdiam, dan kembali melanjutkan. “Oh iya, masakanmu sangat enak.”
“Bu Retno yang masak. Aku hanya bantu-bantu sebisanya…”
“Tetap saja. Karena bantuanmu masakannya jadi lebih enak.” Zico berkata sembarangan. Sepertinya tidak ada perkataan yang bisa benar-benar di pikirkannya sekarang. Nisha hanya terdiam dengan pipi bersemu merah.
Apakah karena baru menikah, sekarang hubungan mereka menjadi lebih romantis? Sungguh aneh sekali. Dulu mereka berdua sama-sama tidak menginginkan pernikahan ini. Dia sangat membenci pria itu, bahkan dalam tahap takut dan trauma yang mendalam bila bertemu dengan Zico. Sekarang Zico menjadi suaminya. Perasaan takut dan trauma itu sudah tidak ada lagi. Sama halnya dengan dirinya, dulu Zico juga sangat membencinya. Pria itu bahkan memberinya check setelah memperkosanya. Benar-benar perbuatan yang berbeda 180 derajat di bandingkan sikapnya yang sekarang. Dia patut mensyukuri perubahan hubungan mereka.
“Kamu duduklah di sini. Aku akan membereskan piring kotor dan mencucinya.”
Zico beranjak dari duduknya dan mulai membersihkan piring-piring kotor yang berserakan di atas meja. Seumur hidup baru kali ini dia melakukan pekerjaan kotor ini. Biasanya setiap kali selesai makan dia akan meninggalkannya begitu saja di atas meja. Keesokah harinya ketika terbangun dari tidur, apartemennya akan kembali bersih seperti sedia kala. Namun hari ini dia harus membiarkan tangannya berkotor-kotor ria. Dia lebih rela tangannya yang harus kotor di bandingkan memikirkan Nisha yang harus membersihkan semua piring-piring kotor ini.
Nisha menatap Zico dengan ternganga. Tidak menyangka pria itu akan melakukan pekerjaan kotor untuknya. Namun Nisha tidak ingin berpangku tangan. Dia tetap berusaha membantu Zico meskipun Zico sudah memarahinya. Akhirnya setelah perdebatan yang cukup sulit, Zico mengijinkan Nisha untuk membantunya. Wanita itu di beri tugas untuk menata piring-piring yang telah di cuci.
Selesai melakukan pekerjaan rumah tangga secara bersama-sama, mereka memutuskan untuk menonton acara TV. Kecanggungan kembali melanda keduanya.
“Eh em… ma…mau nonton materi kelas hamil yang Aku dapat kemarin?” Nisha berusaha memecah keheningan.
“Ide bagus. Dimana Kamu letakkan materinya? Aku akan mengambilnya.” Zico berdiri dari duduknya yang gelisah dan menjauh dari Nisha.
Mereka habiskan waktu sekitar satu jam untuk menonton materi membosankan itu. Zico memperhatikan setiap materi dengan sungguh-sungguh seperti seorang murid teladan yang tengah memperhatikan gurunya mengajar. Sementara Nisha berusaha untuk membuat matanya tetap terbuka. Materi yang membosankan membuatnya sangat mengantuk. Tanpa di sadarinya Nisha mulai terbuai mimpi. Dengan nyamannya kepalanya bersandar di bahu kokoh Zico.
Zico teralihkan konsentrasinya begitu merasakan sesuatu menyentuh bahunya. Dengan pelan dia mengalihkan perhatiannya dan melihat wanita itu telah tertidur dengan bersandar di bahunya. Berdesir darah Zico melihatnya. Perasaan ingin menerkam menguasainya. Zico menggeleng-gelengkan kepalanya. Berusaha membuang pikiran-pikiran kotor yang memasuki kepalanya.
Dengan lembut Zico memindahkan kepala Nisha hingga bersandar di dadanya dan dengan sekali gerakan membopong tubuh gadis itu seolah-olah tubuhnya tak berbobot. Pelan-pelan Zico membawa Nisha ke kamar mereka. Meletakkannya di ranjang dengan lembut dan menyelimutinya. Zico memperhatikan setiap detail wajah Nisha. Wajah cantik dan imut yang mulai terbiasa di lihatnya setiap hari.
Zico membelai setiap sisi wajah Nisha. Dia menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Nisha dengan lembut. Belaian tangannya kini beralih ke bibir Nisha. Zico menatap bibir itu dengan tatapan lapar. Tanpa dapat di cegahnya, dia mendekatkan bibirnya dan menempelkannya di bibir lembut Nisha.
Zico mengecup bibir itu dengan lembut. Campuran rasa hangat, lembut, kenyal dan manis di rasakannya. Membuatnya tidak bisa melepaskan bibirnya. Bibir Nisha menjadi candu baginya. Pelan-pelan Zico mulai menjelajah bibir Nisha. Menelusuri setiap celahnya. Dia mengeksplore mulut Nisha dengan hati-hati. Melumat dan mengigit bibir itu, bermain-main dengan lidah lembutnya. Semakin lama ciuman lembut itu berubah menjadi panas. Zico merasa tidak puas hanya dengan berciuman. Dia mulai menjelajah leher Nisha dan mengecupi pundaknya. Kemudian mulutnya kembali melumat bibir mungil itu.
Nisha mulai melenguh. Entah lenguhan karena ikut merasakan sensasi nikmat atau karena tidurnya terganggu. Lenguhan Nisha membuat Zico tersadar. Dia segera menjauhkan bibir dan tubuhnya dari Nisha. Dia tersadar dari perbuatannya. Zico memaki-maki kecerobohannya. Dengan kepala yang masih panas karena gairah yang tak tersalurkan, Zico pergi ke beranda. Membuka pintu beranda, berusaha mendinginkan kepalanya dengan hembusan angina malam yang dingin. Merasa tak cukup, pada akhirnya Zico memutuskan untuk mandi air dingin di tengah malam buta.
Menjelang dini hari Zico kembali ke ranjang mereka. Sebenarnya dia sangat enggan untuk kembali ke ranjang itu. Dia takut tidak bisa mengendalikan hasratnya lagi. Tapi dia ingat tujuan awal mereka melakukan pernikahan ini. Dia ingin membuat Nisha nyaman dengan kehamilannya. Membuat wanita itu tidak mengalami muntah-muntah di pagi hari. Dan cara aneh yang di lakukannya adalah dengan tidur bersama.
Zico memandang Nisha yang tertidur pulas. Perasaan lembut memenuhi dadanya. Pelan-pelan dia naik ke ranjang, menarik tubuh Nisha ke dekatnya dan memeluknya. Nisha dengan spontan membalas pelukan itu. Dia menelusupkan kepalanya ke dada Zico dan melanjutkan tidur lelapnya. Zico mengecup kepala Nisha sebelum memejamkan matanya, berusaha untuk tertidur.
***
Happy Reading 🥰