wanita dengan dendamnya dan pria dengan rahasia kelam.
"huhuhuh, sungguh sial saya bertemu dengan wanita seperti kamu," ucapnya seraya menutup wajahnya sambil menangis.
wanita yang tidur bersamanya menatapnya dengan tak percaya,"bapak serius nangis, pak, yang harus nangis itu saya, kan bapak ambil keperawanan saya,"ujarnya tak percaya apa yang di lihatnya.
"kan kamu yang memaksa saya tidur bersama kamu, saya sudah menjaga punya saya, agar tetap suci, tapi dalam semalam kamu mengambil kesucian saya, huhuhuhu,"omelnya panjang lebar seraya menangis, dan tidur membelakangi wanita yang syok melihat reaksinya.
" tapi bapak suka kan, buktinya ngak tidur semalam,"ucapnya, membuat pria yang membelakanginya itu, sedang menahan malu dengan wajah memerah."lagian sok nolak cinta saya, jadinya kan perjaka bapak saya ambil aja,"lanjutnya dengan senyuman bangga, berhasil mengambil keperjakaan pria yang menolaknya.
"saya tidak akan bertanggung jawab," ucapnya membuat wanita di sampingnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon liyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Laporan yang tidak Valid
Malam itu juga, kabar kematian Nessa menyebar ke seluruh dunia, bahkan wartawan malam itu memenuhi perkarangan rumah sakit.
Hendra, pria dengan tubuh tegap, dan kacamata yang bertender di wajahnya, berjalan membelah kerumunan wartawan.
pak Hendra, bagaimana menurut anda laporan terkini seorang maha siswa kampus Cendana tewas di jalan xxxx.
pak! ini juga terjadi 8 tahun lalu?
apa laporan otopsi jenazah sudah keluar?
apa anda dapat menceritakan kejadiannya?
pak!
Pak!
Pak!
Mohon jawab pertanyaan kami pak!
cahaya kamera terus memotret setiap gerakan Hendra yang berjalan masuk ke dalam rumah sakit.
Hendra diam saja dengan wajah datarnya, para suster pria menjaga Hendra dari wartawan.
Hendra masuk dengan wajah dinginya, Athera mengenal betul pria yang berjalan dengan wibawa dan keangkuhan yang terpencar.
tangan Athera mengepal dengan kuat, tatapannya benar- benar menusuk.
Bima berdiri menyusul Hendra, "pak Hendra!" panggilnya.
Hendra melihat Bima, untuk kedua kalinya di rumah sakit ini, dan dengan kejadian yang sama, sekilas bayangan masa lalu, Bima menangis segugukan di depannya dan duduk memeluk kakinya, meminta ia menyelamatkan kekasihnya.
"kita kembali bertemu, untuk kedua kalinya setelah 8 tahun lalu," ucap Hendra dengan datar.
"Hendra, maha siswi ku meninggal di rumah sakitmu, dan dia tidak punya orang tua atau kerabat, bisakah sahabatnya Dinda melihat jenazahnya sebentar?" tanya Bima berharap Dinda di izinkan masuk ke dalam ruangan jenazah.
"maaf, tapi privasi jenazah harus di jaga ketat_ " Athera seperti tahu kelanjutan ia mengerjakan mulutnya dengan suara pelan, "untuk kemanan jenazah dan citra rumah sakit, saya akan memberikan laporan terkini tentang keadaan jenazah, apa kamu melihat ke adanya sebelum membawanya ke sini?" katanya kompak dengan Athera, tapi suara Athera pelan dan hanya dapat di dengar olehnya.
"hanya sekilas, tapi_" Bima melirik Athera yang melihat ke adaan Nessa lebih detail, karena dirinya tak berani turun dari mobil sampai ambulance datang.
"kalau begitu serahkan jenazah kepada kami," katanya di ikuti oleh Athera. Hendra pergi begitu saja, tanpa mendengar kelanjutan ucapan Bima.
Hendra masuk ke ruangan yang, wajahnya yang datar, sekarang terlihat menyeramkan, ia mengambil Handphone ber merek di kantong jas putihnya, "hallo, berani sekali kamu menghianati perjanjian kita! kamu mau membuatku tertangkap basah! sialan kamu!"makinya pada Meneer yang tersenyum puas mendengar emosi Hendra.
"mau bagaimana lagi, saya dengan pak Hendra Setiawan akan menyerah kan diri pada polisi, jadi, saya hanya membantu Anda," katanya dengan suara lembut tapi menusuk.
"siapa yang bilang Hah, Scory,Edam, Frame, atau yang lainnya?" tanya Hendra dengan menggebu-gebu.
"bukan, ingat Hendra... kalau kamu berani membuka mulut soal kejadian 8 tahun lalu, maka akan saya pastikan, hanya yang berkhianat, yang akan mendekam selamanya di penjara,ingat Hendra mata dan telingaku,ada di mana-mana, "sahut Meneer mematikan sambung telepon.
Hendra benar-benar frustasi, " sungguh Anya... ingin sekali saya menebus kesalahan saya yang tak termaafkan ini, tapi... saya tak bisa melakukannya, ada keluarga kecil yang harus saya jaga, kamu tahu hidupku di penuhi dengan rasa penyesalan, dan untuk kedua kalinya... saya melakukannya lagi,"katanya di akhiri dengan suara bergetar, ia melepaskan kacamatanya,matanya berambun air mata, ia menghapusnya dengan kasar, dan memakai kembali kacamatanya.
ia menenangkan dirinya, dan keluar dari pintu dengan wajah datar, di belakang nya, Athera diam-diam menguping.
sebuah tangan menepuk bahunya, mata Athera membulat, dan ia berbalik, "Mas," ucapnya dengan pelan.
"kamu sudah bertemu dengan pak Hendra?" tanya Bima.
"sudah,"
mata Athera melihat Hendra yang berjalan dengan tegap nan gagah, tapi sosok pria itu begitu rapuh, namun tak terbesit rasa kasihan terhadap Hendra di hatinya.
Hendra berjalan ke arah wartawan, ia memejamkan matanya, dirinya akan kembali mengulang kalimat yang sama dan tak masuk akal.
eh itu pak Hendra!
apa dia akan memberikan keterangan tentang wanita itu.
iya pastinya.
cahaya kamera terus menerangi wajah Hendra, semua wartawan diam, ingin mendengarkan penjelasan Hendra.
"kami sudah memeriksa pasien, kakinya patah,
dan wajahnya rusak, oleh lindasan ban mobil, kami menganggap kematiannya di sebabkan tabrak lari," ucap Hendra, dan berlalu pergi masuk ke mobilnya.
semua wartawan belum puas dengan penjelasan Hendra.
pak kami masih punya beberapa pertanyaan!
Jawab satu pertanyaan saja pak!
berikan kami sedikit waktu lagi pak!
pak!
Pak!
Pak!
namun mobil Hendra sudah menjauh dari perkarangan rumah sakit.
apa kalian dengar itu, dia kembali mengulang ucapannya 8 tahun lalu.
iya, tidak valid dan tidak masuk akal.
bagaimana kalau kita menyebarkan nya lewat sosmed.
aah saya tidak mau, pernah ada wartawan legenda yang mewawancarai berita ini, ia melakukan hal yang kamu katakan tadi, dia meninggal tanpa jejak.
saya rasa kasus ini sangat berat.
Iya tentu, bahkan berita 8 tahun lalu hilang di seluruh web dan sosmed.
Athera dan Dinda mendengar ucapan para wartawan itu, yang akhirnya pergi meninggalkan rumah sakit.
Bima datang setelah membayar biaya rumah sakit, "Jenazah Nessa akan di makamkan besok, untuk sekarang, kita pulang, dinda apa kamu_"
"saya ikut bapak, apa.. bapak bisa mengantar saya?" tanya Dinda denagn suara serak.
"tentu, saya akan ke parkiran dulu, kalian tunggulah di depan," suruh Bima.
"ucapan dokter tadi, sama persis seperti 8 tahun lalu, apa kamu tahu berita itu?" tanya Athera pada Dinda.
"ya... semua maha siswa dan siswi kampus Cendana tahu, tapi... hanya sekilas," sahut Dinda.
Dinda diam sebentar, "apa gue harus memberi tahu Athera soal rekaman itu,"batinya merasa bingung. tapi ia juga tak bisa membantah kakaknya.
" ayo kita ke depan,"ajak Athera merapat Dinda, berjalan bersama keluar rumah sakit.
mereka duduk di trotoar, "kenapa pak Bima lama sekali?" tanya Dinda.
"entah lah, mungkin dia lama karena di palak tukang parkir," ujarnya Athera, mengundang gelak tawa Dinda di tengah kesedihannya.
"kenapa tertawa?" tanya Athera bingung,padahal dirinya tidak berniat ngelawak.
"mana ada tukang parkir disini, yang ada cuman satpam," jawab Dinda masih terkikik.
"kamu seperti nya sangat mengenal kawasan rumah sakit ini," kata Athera.
"iya... lumayan sekitar 8 tahun lalu, gue pernah jadi tukang bersih-bersih, di rumah sakit ini," ujarnya dengan tersenyum simpul.
Athera segera menoleh ke arah Dinda, "kenapa natap gue gitu, lo kira gue bohong," katanya dengan cepat.
"bukannya lo orang kaya sejak lahir?" tanya Athera.
Dinda tertawa pelan, "gue dulu miskin, bahkan untuk sepotong roti aja, gue ngak bisa beli, waktu itu gue masih kelas 3 SMA, gue lagi nyari uang buat bayar SPP, gue nunggak selama 2 bulan lebih, dan hampir ngak boleh ikut ujian, saat itu gue mau ngambil gaji duluan di rumah sakit ini, tapi karena gue baru kerja seminggu, ngak di bolehin, sampai ke esokan harinya,kakak gue pulang, ngasih gue uang buat bayar SPP, gue ngak tahu, abang gue kerja apa, dan dimana, dan sejak saat itu ekonomi kami membaik, dan kakak gue punya perusahaan sendiri dengan namanya sendiri,"katanya tersenyum ke arah Athera yang diam saja.
"dan sekarang! kakak gue bakalan nikah sama cewek yang ia cintai," katanya dengan riang.
"minggu 25 februari tahun 2017,pasti lo tahu kematian misterius wanita bernama Anya?" tanya Athera, seketika susana menjadi mencekam.
"iya.. minggu itu, gue juga yang bertugas buat bersih-bersih, di ruangan yang di pakai setelah jenazah Anya di kubur," jawab Dinda sejujurnya.
"apa yang lo lihat di dalam ruangan itu?" tanya Athera lagi.
"gue ngak tahu soal kedokteran, tapi... emang ada dokter pakai paku, dan palu, bahkan ada benda-benda besi lainnya,dan ya, ada banyak puntuk rokok di sana, dan ada cat merah yang tumpah di lantai, tapi baunya kayak darah mengering,gue bingung itu gudang alat perbaikan atau tempat operasi, gue juga tanya teman kerja gue, tapi dia bilang mending gue diem aja, biar hidup gue aman,"kata Dinda mengingat dirinya terakhir kali kerja di rumah sakit ini.
Athera mengepalkan tangannya, dadanya terasa sesak, bahkan kini ia menitikan air matanya, ia mengusapnya dengan kasar.
Dinda yang sadar melihat perubahan wajah Athera, "kamu kenapa nangis?" tanya Dinda.
"ngak, gue masih sedih aja, kehilangan Nessa,"alibinya, seketika wajah Dinda berubah menjadi sendu.
Mobil Bima datang, Bima segera membuka jendela mobil, " Ayo... cepat masuk, ada yang ngejar kita!" serunya.
Athera dan Dinda melihat ke arah selatan, 5 orang berbadan besar mengendarai motor, dengan senjata di tangan mereka.
Athera dan Dinda berdiri,tapi Dinda tersandung "Awwsshh, "
"Dinda cepat bangun!"desak Athera panik.