NovelToon NovelToon
Midnight Professor

Midnight Professor

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / CEO / Beda Usia / Kaya Raya / Romansa / Sugar daddy
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author:

Siang hari, dia adalah dosen yang berkarisma. Malam hari, dia menjelma sebagai bos bar tersembunyi dengan dunia yang jauh dari kata bersih.

Selina, mahasiswinya yang keras kepala, tak sengaja masuk terlalu dalam ke sisi gelap sang dosen. Langkahnya harus hati-hati, karena bisa menjadi boomerang bagi mereka.

Keduanya terjebak dalam permainan yang mereka buat sendiri—antara rahasia, larangan, dan perasaan yang seharusnya tidak tumbuh.

Bab 17: Beraksi

Selina menyalakan laptopnya, layar putih menyilaukan mata yang sebenarnya sudah lelah. Semakin dia mengabaikan senyum dan tingkah Baskara di kantin, kepalanya semakin gatal untuk cari tahu lebih dalam.

Profil sosial media Baskara terbuka. Rapi, formal, dan flat. Foto seminar, kertas akademik, dan beberapa foto dengan mahasiswa bimbingan.

Selina berdecak lidah. “Bersih banget mainnya,” gumam Selina sembari tangannya scroll akun Baskara.

Dia klik tab tagged post—biasanya tag dari orang bisa menyimpan banyak informasi. Matanya bergerak cepat, hampir menyerah karena kebanyakan foto semiar dan urusan akademik lainnya. Membosankan.

Smpai jarinya berhenti di satu unggahan.

Foto itu menanpilkan Baskara dengan… Selina tidak yakin mereka siapa, tapi terlihat seperti pengusaha. Bukan mereka yang menarik perhatiannya melainkan latar belakang foto itu. Sebagian ruangan yang tampak, lampu merah yang mengisi ruangan, ornamen dinding dari besi, dan yang membuatnya semakin kaget adalah… tembok dengan bingkai lukisan macan tutul terpotong setengah foto. Nuansa itu langsung menggelitik ingatannya.

Selina terkesiap, menutup mulutnya dengan tangan. “No… gak mungkin…”

Dia mendekatkan wajahnya pada layar laptop, memperbesar foto itu. Semakin diperbesar, dia semakin yakin kalau itu jelas salah satu ruangan di bar Vault 33.

Tangannya refleks menekan tombol screenshot berbarengan dengan jantungnya yang berdetak lebih cepat. Dia masih menatap layarnya, berharap ingatannya salah—tapi tidak. Lukisan macan tutul itu persis milik bar Vault 33. Prima sendiri yang bilang kalau lukisan itu hanya ada satu karena Leonhard sendiri yang request detail lukisann.

“Pak Baskara ngapain di bar itu anjir… wait—jangan bilang dia juga terlibat sama arena ilegal itu?” guman Selina.

Selina akhirnya membuka profile pengunggah foto itu. Namanya familiar, batin Selina. Seorang pengusaha muda yang sering muncul di artikel bisnis daring. Feed-nya penuh dengan pesta, acara networking, dan beberapa foto dengan caption ambigu soal underground scene.

Selina mengigit kukunya. “Ini kebetulan… atau emang dia terlibat?”

Darahnya terasa dingin. Otot tubuhnya tegang, tapi matanya justru semakin haus menggali. Ia terus scroll ke bawah akun tersebut sampai ke unggahan awal untuk mencari pola. Ada beberapa yang tampaknya diambil dari bar Vault 33—sekilas bayangan seseorang yang dari postur tubuhnya mirip… Leonhard.

“Eheei… mata gua gak dalah liat kan…”

Selina buru-buru membuka hasil screenshot foto Baskara tadi dan menjejerkannya dengan foto yang menurutnya adalah Leonhard. Matanya tidak berhenti melirik ke arah dua foto itu—mencari celah yang janggal.

Keringat dingin membasahi telapak tangannya. Selina mencondongkan tubuh, mendekat layar, berulang kali zoom in dan zoom out kedua foto tersebut seperti sedang memainkan sebuah game mencari perbedaan dalam dua foto. Yang satu ada senyum yang menempel di bibirnya, yang satu… walaupun wajahnya tidak begitu terlihat, tapi dia bisa merasakan kemiripannya.

“Anj*ng! Gua beneran ngeliat nereka mirip atau cuma halu sih…” gumamnya.

Tatapannya berhenti di detail kecil—sudut rahangnya mirip, posturnya selalu tegap, bahkan cara berdiri terlihat sama. Dua dunia yang seharusnya gak bersinggungan, perlahan mulai tumpang tindih.

Matanya menyipit. Selina menemukan sesuatu. Pada foto Baskara, di leher bagian tengahnya terdapat tahi lalat samar, tapi di foto Leonhard tidak ada tahi lalat. Dan secara bersamaan, otaknya menarik kesimpulan.

“Kembar?!” pekik Selina, suaranya melengking. Dia bolak-balik memerhatikan kedua foto. “Anjir?! Gak salah ini… that’s why tiap gua liat pak Baskara kayak mirip seseorang—kembarannya Leonhard?!”

Dia bangkit dari kursi, mindar mandir, lalu menatap refleksinya di cermin.

“Kembar… make sense gak si?!” gumamnya, memaksa dirinya percaya. “Dari ekspresinya, struktur wajahnya, cara berdirinya… gila mirip parah!”

Leonhard, orang yang selalu dingin dan penuh misteri, ternyata punya… saudara kembar? Dan saudara kembar Leonhard itu Baskara—dosennya yang sok ramah itu? Tapi kenapa Leonhard tidak pernah membahas ini? Oh, atau… demi menutupi jejak? Make sense…

Isi kepala Selina semakin banyak oertanyaan baru yang harus dijawab, kalau tidak, dia akan beneran menjadi gila.

Selina kembali di kursinya, menatap layar laptop yang masih menyala. Kali ini, bukan sekedar keterkejutan, tapi juga ada sedikit ketakutan yang terpendam.

“Berarti… mereka main di dunia yang sama? Haaa… berarti yang di hotel itu Baskara emang lagi ngomongin bisnis ilegal mereka dong?” ucapnya.

Masih belum puas dengan penemuannya. Selina membuka ponselnya dan membuka akun Leonhard. Setiap tanggal postingan, dia cocokkan dengan ingatannya tentang Leonhard dan Baskara.

Postingan bulan lalu itu suasana bar, caption singkat hanya emoji champagne. Selina mengerutkan dahinya. Bulan lalu? Leonhard sempat hilang dua hari karena ada urusan diluar kota.

Selina pindah ke akun Baskara. Postingan minggu lalu itu foto lampu chandier Hotel Hamilton. Dia berpikir keras, karena postingan mereka sama sekali tidak berkaitan.

“Ah ilah… gak seru nih mainnya rapih banget. Jangan-jangan mereka bagi tugas? Bisa jadi…”

Setiap unggahan terasa terlalu rapi, terlalu teratur seakan sudah direncanakan. Tidak ada jejak spontan. Semuanya bertolak belakang.

“Gua udah nemu puzzle mereka… but the missing pieces are nowhere to be seen. Leonhard main kotor di balik layar… Baskara jaga image di depan publik? Damn… cerdas.”

Selina menjambak rambutnya pelan. “Atau aslinya mereka satu orang?” matanya masih membandingkan foto Leonhard dan Baskara. “Ah… ngaco banget. Udah pasti kembar.”

Logika dan instingnya berkelahi. Selina meraih kerta kosong, mencatat catatan kecil. Leonhard hilang, Baskara muncul. Agak aneh, tapi mungkin ada alasan dibaliknya. Polanya semakin jelas, dia hanya perlu mengunpulkan beberapa potongan yang masih hilang.

Bulu kuduknya terangkat—merinding. “Ya Tuhan… berarti selama ini Leonhard nutupin identiasan Baskara karena dia dosen—mungkin terlalu risky. Dan gua… gua ada di tengah-tengah mereka,” rintih Selina.

Suara dering telepon membuat Selina tersentak. Dia menahan nafasnya sejenak ketika melihat nama pada ponsel miliknya. Leonhard. Jangungnya langsung loncat ke tenggorokan.

“Halo?” suaranya bergetar tipis.

“Selina.” Ah… suara itu yang dia tunggu-tunggu akhirnya terdengar. “Kamu free malam ini? Kita kekurangan orang malam ini. Kalau kamu free saya butuh kamu buat cover shift. Short notice, I know. Don’t worry about money, I’ll pay you extra.”

Selina menyeringai. Dia bisa mengambil kesempatan ini untuk menggali lebih dalam lagi, ditambah extra money. Siapa yang tidak suka.

“Extra shift?” Selina pura-pura berpikir, padahal jawabannya sudah bulat. “Okay, I’ll take it.”

“Perfect.”

Sambungan telepon terputus. Selina masih bengong menatap layar, tapi kepalnya penuh dengan sinario licik yang akan dia lakukan. Senyum tipis merayap tanpa sadar. Dunia seperti sedang memberinya golden ticket.

Malam ini akan menentukan teori kembar itu nyata atau justru membuka misteri baru yang kebih besar dari bayangannya.

1
Acap Amir
Keren abis
Seraphina: terima kasih kak🥺
total 1 replies
Desi Natalia
Jalan ceritanya bikin penasaran
Seraphina: terima kasih❤️ pantentung terus ya kak🥺
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!